Saturday, May 7, 2005

Cerita Perjalanan : Srilanka, part 2 : Sigiriya Rock.


 

Srilanka  :

part 2 : Sigiriya Rock.


Pulau Srilanka terletak diujung/bawah anak benua India,
pulau yang bentuknya seperti setetes air yang sedang lepas
menetes itu, bagian ujung utara-nya hanya sekitar 48 kilometer
dari daratan India, yang makin lama makin mendekat karena
pantai berkarang itu masih tumbuh terus.

Pulau selebar 200 kilometer dan panjang 400 kilometer ini
sangat hijau, floranya mirip Indonesia.
Dimana2 terlihat pohon  kelapa, hamparan sawah, dan didaerah
pegunungan banyak terlihat kebun teh.
Dari peta yang ada terlihat jaringan jalan2 disana banyak sekali,
dan sebagian besar dalam kondisi yang lumayan mulus.
 
Menurut Candra setiap tahun ada sekitar 240 orang mati digigit
ular kobra yang banyak terdapat di daerah pedalaman.
Pemerintah menyediakan pengobatan bagi rakyatnya secara gratis.

Perjalanan kami selama 6 hari disana berawal dari kota Colombo
yang berada di pantai barat pulau bagian tengah, kemudian mem-
bentuk lingkaran sesuai arah jarum jam mengunjungi/menginap
di kota2 Dambulla - Kandy - Nuwara Elliya - Wadduwa.

Kota Dambulla, Kandy dan Nuwara Elliya itu letaknya ditengah
pulau, didaerah agak tinggi, malah Nuwara Elliya tingginya
sekitar 2000-an meter, sedangkan Wadduwa berada ditepi pantai
barat pulau.

Perjalanan di hari kedua ini akan meninggalkan pantai kearah
timur laut, sehingga nantinya akan berada didaerah tengah  pulau .
Karena pagi2 sudah harus berangkat maka breakfast pagi2 sekali,
jam 6 kami sudah di restoran yang ternyata masih belum siap,
dan suasana di pantai masih gelap gulita.
Saat bus meninggalkan hotel jam 6.30, barulah udara mulai terang.

Bus melalui jalan kecil yang lumayan mulus, terasa makin
mendaki karena memang tempat tujuan kami berada didaerah
tengah pulau yang letaknya lebih tinggi dari bagian pantai.
Perjalanan selama 2,5 jam ke Pinnawella itu menyenangkan,
karena walau melalui jalan desa yang pas2an dua mobil tapi
kondisinya mulus, dan sepanjang jalan sangat hijau banyak
sekali pohon2an yang didominasi oleh pohon kelapa.

Terlihat banyak sekali patung Buddha atau patung Jesus/
Maria yang ditempatkan di perempatan/pertigaan jalan, atau
diujung jalan, begitu pula pagoda, pura Hindu, dan sesekali
terlihat pula mesjid.
Hal lain yang sangat mengesankan adalah terasa bersihnya
jalan2 baik di pedesaan maupun di kota2, sangat jarang
terlihat sampah berserakan seperti disini.


Pinnawella merupakan tempat perlindungan untuk gajah, yang
bermula pada tahun 1972 dengan mula2 hanya ada 4 ekor
anak gajah.
Upaya perlindungan itu karena : dahulu gajah yang banyak
didaerah Srilanka suka meninggalkan anaknya; karena ke-
hilangan induk maka anak gajah itu jadi stress dan mengamuk
merusak rumah dan tanaman penduduk sehingga banyak yang
dibunuh oleh penduduk.
Sekarang tempat ini telah mempunyai sekitar 70 ekor gajah.

Sekitar jam 9 tiba ditempat tujuan Pinnawella Elephant
Orphanage, saat masuk ternyata saya harus membayar 500 SLR
karena membawa handycam, padahal sudah bayar tiket masuk
5 USD.

Mula2 kami dibawa ke semacam kandang besar dan melihat 2 ekor
anak gajah yang diberi susu oleh petugas memakai botol susu besar.

Lalu pengunjung yang lumayan banyak itu, diajak kesuatu
lapangan luas dimana terdapat puluhan gajah berkumpul.
Ditempat terbuka itu kami bisa berfoto diantara sekumpulan gajah.
Kami dipesan  harus tetap hati2 walau ada banyak pawang yang
menjaganya.
Selain itu harus hati2 pula agar tidak menginjak "ranjau" yang
dilepas oleh sekian banyak gajah itu.

Kemudian kami berjalan menuju ke satu tempat dipinggir sungai
yang cukup lebar tapi dangkal, menunggu jam 10  saat dimana
gajah tadi itu datang untuk mandi.
Tidak lama rombongan gajah itu datang, menuruni jalan masuk
ke sungai.
Pemandangan unik sekali karena melihat puluhan gajah dari
jarak dekat dimandikan oleh pawangnya.
Tempat atraksi itu rupanya memang dipilih yang view-nya bagus,
ditempat itu juga ada sebuah restoran di pinggir sungai dimana
disiapkan kursi2 utk para turis duduk menonton atraksi itu.

Perjalanan kemudian dilanjutkan makin kebagian tengah pulau,
dan terasa memang makin mendaki, tapi belum bertemu gunung2
tinggi.
Setelah berjalan 2,5 jam, makan siang disatu restoran dekat
kota Dambulla, local food yang kembali ada kari-nya.

Setelah selesai lunch, bus berjalan sekitar 30 menit dan
sampai ke tempat yang disebut Sigiriya Rock,
Candra menyebut bahwa tempat ini adalah keajaiban dunia
yang ke 8.
Diceritakan bahwa di abad ke 5, karena merasa terancam,
seorang raja membangun istana dan kolam renang diatas bukit
batu setinggi 200 meter; dan sekeliling bukit itu dibuatnya
semacam benteng dengan parit2 penuh buaya, dan juga taman,
karena itulah dijuluki pula : Fortress in the sky.
Sigiriya rock disebut pula sebagai Lion Rock karena dipintu
masuk tangga keatas bukit itu ada pahatan singa raksasa.

Bus mula2 berhenti di satu tempat dimana Sigiriya rock itu
terlihat dikejauhan menyembul diatas pepohonan, se-akan2
satu buah bus besar berwarna coklat hitam.

Sesampai disana kami menyadari bahwa memang tak mungkin
bagi  orang2 tua untuk mendakinya karena bukit batu itu dinding-
nya hampir tegak tegak lurus.
Candra bilang tangganya ada 1190 buah, dan dia bilang
bahwa nanti saat sampai dan turun dari bus biasanya akan
datang banyak orang pengangguran yang menawarkan untuk
membimbing, jangan mau dipegang katanya karena sekali kita
mau dipegang maka kita harus bayar 200 SLR.

Kami turun dari bus dan benar saja datang banyak orang2 itu,
tapi karena sudah tahu maka kami bisa menolaknya, cuma tetap
perasaan jadi engga enak dikerumuni dan diikuti orang2 itu.

Tiket masuk Sigiriya mahal : 15 USD, kami berjalan memasuki
kawasan yang dikiri kanan ada bekas taman dan kanal/kolam2;
dan sampai ke kaki bukit, disana kami tidak meneruskan
mendaki karena tidak bisa meninggalkan orang2 tua yang akan
harus menunggu sekitar 2.5 jam kalau sebagian dari rombongan
mendaki bukit itu.
Memang sayang sekali tidak sampai ke puncak; disana memang
istananya sudah tidak ada karena dahulu hanya dibuat dari
kayu; tapi bekas2 kolam dan lukisan2 kuno Sinhala di dinding
batu kabarnya masih ada. (foto keempat dan kelima)
Sebenarnya saya sangat ingin mendaki, saya perkirakan
tingginya mirip dengan Sunrise Rock di Cheju Island South
Korea yang sempat saya daki sampai kepuncaknya, tapi per-
timbangan keamanan bagi orangtua yang menunggu menjadi hal
yang utama.

Perjalanan diteruskan menuju hotel; yang bernama Cultural
Club Resort, para peserta kelihatan agak terkejut karena
dari jalan raya yang mulus bus membelok kejalan tidak ber-
aspal, sempit berdebu merah, dan terlihat petunjuk bahwa
hotel masih 4 kilometer;
kiri kanan sepi tidak ada rumah hanya pohon2 dan tanah
ber-alang2, saya juga berfikir kalau jalan ke hotel saja
kayak gini, seperti apa hotelnya ?

Ternyata hotel bintang 4 ini gayanya memang lain, berlokasi
didaerah yang jauh dari kampung2 apalagi kota, tapi didaerah
yang masih kosong, bangunannya tidak berupa gedung besar
bertingkat tapi pondok/cottage2 yang berjarak sekitar 5-10
meter satu sama lain.
Diantara cottage banyak pepohonan, kami  mendapat cottage
yang agak jauh dari bangunan front office,
untung cuaca bagus tidak hujan;
kalau hujan tentu merepotkan jalan cukup jauh  ke cottage.
Bangunan front office-nya besar dengan restauran di teras
belakang, dan juga ada kolam renang yang bagus, dan dike-
jauhan terlihat sebuah danau buatan.
Sore hari itu, waktu dihabiskan untuk berjalan sepanjang
tepi danau, melihat banyak sarang semut yang berupa gundukan
tanah merah yang bisa sampai 2 meter tingginya.

Makan malam di hotel menyenangkan sekali karena menunya
begitu bervariasi dan enak2, dan suasana makan malam di
restoran yang bersuasana country itu makin seru karena tamu
hotel tidak hanya dari rombongan kami saja, ada tamu2 orang
Barat dan juga rombongan pembuat film India yang siangnya
shooting disitu.

Sebenarnya kamar cottage itu bagus; terasa luas karena
cottage itu isinya selain bed dan kamar mandi juga ada ruang
duduk; tapi kembali tidak disediakan TV, padahal suasana malam
sepi sekali, mau nengok keluar juga gelap dan jarak ke cottage
lain sekitar 5 - 10 meter;
apalagi kalau ingat cerita Candra tentang banyaknya kasus
gigitan ular Cobra di Srilanka ini.

Malam yang sepi senyap itu tentu membuat kami cepat2 tidur
agar bisa terlelap melupakan suasana diluar cottage.

Breakfast seperti dinner semalam, juga menyenangkan sekali
karena banyak pilihan; dan sewaktu bus meninggalkan halaman
hotel, kami sempat melihat tulisan di tembok hotel :

Valet parking at your own risk ---------- !!??

No comments:

Post a Comment