Thursday, December 12, 2013

China Hokian Tongshan Tour: part 1 menuju Fuzhou


China Hokian Tongshan Tour:

Tur kami ke China 15-25 Nopember 2013 ini sebenarnya
dadakan, tadinya sudah siap ke Myanmar (3-11 Nop 2013),
tapi hanya dua minggu sebelum keberangkatan ada berita
bom berledakan di Myanmar sampai sekian hari.
Kabarnya bom-nya sih kecil saja, sehingga sebagian teman
nekat ingin tetap pergi. Ternyata bom juga diledakkan di
dalam kamar dari hotel yang akan kami inapi di Yangoon,
maka nyerah dah - diputuskan batal saja.

Kepalang udah niat jalan maka sepakat dialihkan ke China,
tapi mau jalan kemana susah juga milihnya karena lumayan
banyak tempat yang sudah pernah dikunjungi.
Akhirnya kami sepakat mau kukurilingan saja di propinsi
Fujian, disana ada 3 situs Unesco World Heritage.
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_World_Heritage_Sites_in_China
China dengan 45 situs berada di ranking dua, dibawah Italy
(49), nomer 3 Spain (44), kalau Indonesia hanya ada 8 situs.
Saya pernah lihat 18 dari 45 situs itu, ke Fujian ini nambah 3 :
Wuyishan, Fujian Tulou, dan Danxia Taining.

Propinsi Fujian ditepi Laut China Selatan, dengan pulau Taiwan
berada dilepas pantainya - terpisah oleh selat Taiwan. Kalau lihat
dipeta, posisi ibukotanya Fuzhou: dalam arah barat timur sejajar/
sedikit diatas Taipei atau sedikit dibawah Kathmandu-NewDelhi,
kalau dalam arah utara selatan persis diatas Makasar/Sumba.

Awalnya direncanakan terbang dengan Xiamen Airline:
Jakarta-Xiamen-Wuyishan, tapi ternyata  penerbangan Xiamen -
Wuyishan penuh, sampai seminggu kedepanpun udah pol.
Tidak mau menunda (takut keburu dingin di Wuyishan yang
pegunungan itu), maka terbangnya diganti saja ke Fuzhou.
Xiamen Airline tiap hari terbang bergantian antara Jakarta ke
Fuzhou atau Xiamen (300 km selatan Fuzhou).
Masalahnya, tidak ada penerbangan Fuzhou-Wuyishan, tapi
ini teratasi karena ada highway antara kedua kota itu, dengan
bus jarak sekitar 330 km bisa ditempuh dalam 4 jam, jadi beda
tipis lah dg naik pesawat, kan masuk keluar airport juga ribet.
Bus itu nanti akan terus mengantar kami selama perjalanan
11 hari keliling Fujian dan dua kota di propinsi Guangdong.

B737-800 Xiamen Airlines on-time 8.10 WIB lepas landas
dari CGK, dengan hanya sepertiga kursi terisi, jadi duduk
bisa leluasa, malah ada yang bisa tiduran diatas 3 kursi.
Nggak soal dah walau dalam penerbangan 5 jam itu cuma
dibagikan-nya nasi kotak doang, yang penting duduk lega
dan ke toilet jadi nggak rebutan.
Setiba di tujuan, waktu keluar pesawat dan akan masuk
gedung bandara aneh banget semua penumpang harus
tunjukkan bekas boarding pass, untung saja semua teman
masih menyimpannya. 
Eh pas mau keluar gedung bukan cuma harus kasih liat
baggage claim koper, tapi juga semua koper harus di x-ray!
Ketat banget, alhasil ada koper teman yang dibongkar -
buah jeruknya disita.

Kami dijemput guide China, yang memperkenalkan dirinya
Thomas, pria 50 tahun ini fasih bahasa Indonesia, dia asal
Xiamen dan akan menemani kami sampai tur selesai.
Dalam bus 37 seat yang besar, terasa nyaman karena kami
hanya ber-8 pasang. Diperjalanan menuju Fuzhou, Thomas
cerita2 bahwa Fuzhou jaraknya 45 km dari airport, dialiri
sungai Min dan hijau sekali diapit tiga buah gunung.
Fuzhou memang sekian kilometer dari pantai, tapi ini kota
pelabuhan kuno, Marco Polo saja pernah kesana dan konon
armada Laksamana ChengHo yang mengunjungi Indonesia
berasal dari sekitar pelabuhan Fuzhou ini.

Menjelang sore itu kami langsung city tour, diawali jalan
kaki dipertokoan yang ramai asri dan memasuki Lin ZeXu
memorial hall. Gedung kuno itu luasnya sampai 3.000 m2,
ada taman ditengahnya, dan diperuntukan untuk mengenang
Lin ZeXu (1785-1850), pejabat inilah yang memerintahkan
membakar 1,2 juta kilogram candu. Inilah kejadian yang
memicu Perang Candu I, saat itu fihak China kalah perang
dan Lin ZeXu sempat diasingkan ke XinJiang, tapi kini ia
dianggap national hero. Kami sempat melihat patungnya
serta berbagai benda antik didalam memorial hall itu.

Dalam bus yang menuju ke hotel, kami terkesan banget
akan kebersihan kota yang banyak pohon beringinnya itu.
Saya tanya ke Thomas, bagaimana soal keamanan disana.
Dijawab sangat aman, ada yang berantem aja kalo telpon
110 maka dalam 3 menit Polisi sudah tiba katanya.
Trus saya tanya kelihatannya kamar2 apartment sampai
sekian lantai keatas koq pake tralis yang mengesankan
kurang aman.
Dia jawab flat dia di lantai 10 juga begitu, karena istrinya
merasa nggak aman -  bukan kuatir kemasukan maling
tapi takut ada yang jatuh dari jendela.
Saya jadi mikir, kebayang kalau apartment2 di Jakarta
yang cakep2 juga berhiaskan teralis kayak gitu hehe.

bersambung - menuju Wuyishan

Monday, December 2, 2013

Dubrovnik - Croatia



Dubrovnik – Mutiara Cantik Ditepi Adriatic.

“Those who seek Paradise on Earth should come to see Dubrovnik”.

Demikian ujar George Bernard Shaw, yang rupanya begitu terpukau
saat berkunjung ke kota tersebut.
Selintas tentu ungkapan itu terasa berlebihan, tapi yang bicara ini
bukan orang sembarangan, dia pemenang Nobel Kesusasteraan tahun
1925, dan juga Oscar tahun 1938 untuk naskah film Pygmalion.
Maka tentulah pantas sanjungan-nya itu kita simak atau malah kita
uji sendiri kebenarannya dengan berkunjung pula ke Dubrovnik.

Tentunya dimana letak Dubrovnik tidak banyak orang yang tahu,
jangankan kota kecil itu - mencari letak negaranya saja yaitu
Croatia didalam peta, kita bisa “keringatan”.
Negara pecahan Yugoslavia ini ternyata menyimpan segudang  
keunikan, bentuk wilayahnya seperti Boomerang dengan sisi
panjangnya adalah tepian Laut Adriatic.
Laut terbersih didunia ini adalah cabang Laut Mediterania,
bentuknya seakan sebuah kanal selebar 175 kilometer yang
menusuk masuk ke ulu hati benua Eropa sejauh 800 km.
Kalau salah satu sisi “kanal” itu adalah pantai Italy, maka sisi
lainnya adalah Semenanjung Balkan dimana Croatia berada.

Garis pantai Italy relatif lurus, datar dan tanpa pulau di lepas
pantainya, sebaliknya pantai Semenanjung Balkan berbukit-bukit
serta berkelok-kelok indah sekali, dengan banyak sekali pulau
besar kecil berjajar sepanjang dan tidak jauh dari pantai.
Hal inilah yang membuat  pantai semenanjung Balkan bukan saja
indah juga nyaman dan aman, sehingga menarik turis berdatangan.

Diujung paling bawah boomerang-shaped Croatia itulah terletak
Dubrovnik, kota ditepi laut Adriatic yang saking cantiknya sampai
dijuluki : Pearl of the Adriatic.

Dubrovnik memang sungguh menakjubkan, berusia ratusan tahun
dengan dinding benteng tinggi mengelilingi kota, dan sejak
tahun 1979 ditetapkan oleh Unesco sebagai World Heritage karena
sarat dengan berbagai gereja-biara-istana dan air mancur bergaya
Gothic/Renaissance/Baroque yang sangat terpelihara baik.
Seluruh isi kota seakan menjadi monumen, ditambah dengan
arsitektur dan alam yang begitu indah, menjadikan Dubrovnik
kota yang paling cantik di Croatia.

Mencapai Dubrovnik paling praktis tentu lewat udara.
Ada penerbangan reguler setiap hari dari London dengan
British Airway (beberapa kali seminggu dengan Croatia Airlines).
Penerbangan harian juga ada dari ibukota Croatia Zagreb atau
dari Dublin dengan Air Lingus.
Lewat laut, bisa dengan ferry internasional dari Bari (Italy).
Kami sendiri memilih jalan darat, berangkat dari Sarajevo/Bosnia
pada pagi hari Sabtu 28 Oktober 2006.
Karena mampir dulu ke Medjugorje dan Mostar, dan harus melalui
pemeriksaan imigrasi yang cukup lama di border Bosnia dan Croatia
(negara Balkan belum masuk Schengen), sekitar jam 21 barulah bus
kami tiba direstoran Komin di Babinkuk Holiday Park Dubrovnik.

Selesai makan malam, kami menuju President Hotel yang berbintang
empat dan setelah menerima kunci kamar, dengan ter-kantuk2 kami
memasuki kotak lift, lalu tekan tombol angka 7 .
Tapi kemudian kami semua terperangah, sesudah pintu lift tertutup
bukannya lantai lift terangkat sesuai asumsi kami, malah sangkar lift
itu bergeser kesamping dan mulai miring menurun!
Astaga!, ternyata hotel dibangun mengikuti kemiringan lereng bukit.
Jadi lobby-nya ada di atas bukit, dan tingkat-tingkat lantai hotel
berikutnya ada dibawahnya sampai ke tepi pantai, tidak ubahnya
bentuk terasering petak-petak sawah di lereng pegunungan.
Maka sangkar lift itu berjalan miring diatas sebuah escalator.
Pengalaman teman kami lebih heboh lagi, pasangan yang membawa
dua anak kecil ini sampai histeris, dikiranya kabel lift itu mau putus.
Sambil teriak-teriak kalap mereka berebutan memenceti seadanya
tombol-tombol yang ada didalam lift.

Esok pagi-nya, hiruk pikuk semalam itu langsung terbayar lunas,
karena saat terbangun kami mendapati pemandangan dari kamar
kearah laut yang luar biasa indahnya.
Tampak laut yang berwarna crystalline blue, airnya tenang sekali
terlindungi oleh deretan pulau-pulau besar kecil, dan kebetulan
sekali ada sebuah kapal pesiar besar warna putih sedang melintas.
Tampak cantik dan anggun sekali bak Angsa putih sedang
meluncur tenang diatas air membiru itu.

Setelah makan pagi, dengan bus kami menuju highlight perjalanan
kami di Croatia ini yaitu memasuki Old City of Dubrovnik.
Dubrovnik mempunyai sejarah yang menarik, pernah selama ratusan
tahun menjadi Republik Ragusa yang perdagangannya maju sekali
Mereka bisa berdagang dengan banyak negara, mulai dari Turki 
sampai India di timur (dengan menempatkan seorang consul di Goa),
dan punya perwakilan perdagangan di Afrika (Cape Verde).
Selain menjadi negara yang  kuat dalam perdagangan, art dan culture
juga maju sekali.
Republik Ragusa yang mencapai jaman keemasan pada abad 15 dan
16, sangat menghormati kebebasan termasuk menyetop perdagangan
budak pada tahun 1418. Dan ternyata negara pertama yang mengakui
kemerdekaan Amerika adalah Republik Ragusa ini.

Belakangan perdagangan di Mediterrania meredup, kemalangan
demi kemalangan menerpa – terjadi gempa bumi dahsyat tahun
1667 yang meluluh lantakkan Dubrovnik.
Pukulan maut bagi Republik Ragusa bukanlah kejadian itu, tapi
datang dari pasukan Napoleon pada tahun 1806.
Awalnya Napoleon hanya memblokade Dubrovnik, tapi akhirnya
memasuki kota. Pada hari itu seluruh bendera didalam kota
Dubrovnik di cat hitam sebagai tanda duka yang mendalam.

Perjalanan dengan bus hanya sebentar saja dan kami diturunkan
di depan Pile Gate, salah satu dari dua gate dari bentengan kota  
kuno yang diameternya sekitar 500 meter itu.
Memang bentengan banyak dimana-mana, tapi bentengan ini
unik sekali karena dibuat bukan cuma untuk melindungi sebuah
kastil, tapi sebuah kota yang cukup besar.
Panjang kelilingnya sampai dua kilometer, tingginya 25 meter
dan mempunyai 15 buah menara.
Dinding benteng yang dibangun antara abad 13 dan 16 , masih
sangat utuh seperti awalnya.

Bersama banyak turis lain kami berjalan memasuki Pile Gate dan
kemudian kami seakan terdampar mundur ke abad pertengahan.
Didepan kami tampak membentang Stradun, jalan utama Old City
dan disebelah kanan tampaklah Big Onofrio Fountain yang dibangun
tahun 1348, yang tampak atraktif berupa huge central dome dengan
16 buah pancuran disekelilingnya.
Anak tangga sekeliling fountain tampak menjadi tempat duduk para
pengunjung yang kelelahan.
Juga tampak Franciskan Monastery, pabrik farmasi tertua di Eropa
yang sudah mulai beroperasi pada tahun 1391.

Dimana mana terlihat gedung-gedung kuno yang tinggi-tinggi, 
dengan tembok batu kapur warna coklat  keabuan, semua gedung
seragam beratapkan genteng warna merah.
Sama sekali tidak terlihat tanda tanda modernisasi, walaupun
banyak rumah itu dijadikan toko atau restoran tetapi tidak ada
satupun yang memasang papan nama atau spanduk.

Kami kemudian menapaki Stradun, city promenade yang panjangnya
 292 meter dan lebar 15 meter ini sejak  tahun 1468 beralaskan
batu marmer. Telapak kaki orang yang lalu lalang selama berabad-
abad menjadikannya seolah digosok setiap hari, hingga kini tampak
licin berkilat.
Dimalam hari lantai itu memantulkan cahaya lampu, maka tampak
menakjubkan - berkilau indah sekali.
Diujung Stradun sampailah kami di Orlando Column, sebuah
plaza yang menjadi tempat paling favorit bagi para turis untuk
menikmati suasana kota.
Tampak banyak orang duduk-duduk santai di kursi yang
disediakan oleh cafe-cafe, maupun ditangga St. Blaise Church
yang bergaya Baroque dan merupakan gereja dari Santo Blaise –
Santo pelindung kota.
Sekeliling plaza tampak berbagai bangunan kuno lainnya seperti
Small Onofrio Fountain, Sponza Palace ( Gothic Renaissance
Palace ini salah satu dari sedikit bangunan yang selamat dari
gempa bumi dahsyat tahun 1667 ), Bell Tower, dan Rector
Palace yang dibangun tahun 1441 dan kini dijadikan city museum.
Benarlah kata walikota Dubrovnik bahwa kota ini bukanlah
Museum Kota tapi Kota yang sarat dengan Museum.

Kini saatnya kami naik ke atas dinding benteng dan akan

berjalan disana mengelilingi kota kuno yang dibangun
menjorok kelaut itu.
Begitu sampai diatas dinding kami langsung terpana melihat
pemandangan kearah luar benteng yang indah sekali.
Kami rupanya berada diatas St.John Fort, dan dibawah kami
tampak Old Port Dubrovnik. Diatas air laut yang membiru
banyak boat sedang berlabuh dimuka berbagai gedung kuno
yang memakai genteng merah, dengan dilatarbelakangi
lereng kehijauan dari Mount Sergius, mempesona sekali.

Tak jauh dari Old Port tampak sebuah kapal wisata besar
sedang berlabuh, perahu perahu tampak menjemput para
penumpang yang mau mendarat di kota Dubrovnik atau
bertamasya menuju ke pulau2 sekitar.

Kalau pandangan dialihkan kedalam kota, tampak lautan
genteng merah yang terlihat rapih sekali karena semua
gedung didalam kota tua seragam memakai genteng
warna merah sehingga kontras dengan warna hijau dari
lereng Mount Sergius dibelakang kota dan langit yang
berwarna biru cerah.

Sepanjang perjalanan menelusuri dinding benteng itu kami
disuguhi pemandangan yang sungguh luar biasa cantik.
Baik kearah laut yang terlihat begitu bersih membiru,
maupun kearah kota kuno yang begitu terjaga keasliannya
seperti sekian ratus tahun lalu, sungguh menawan hati.

Saat tiba kembali dihotel, persis Sunset menjelang, kami
semua berebut mencari tempat yang strategis ditepi pantai,
untuk menyaksikan bola kemerahan yang makin meredup
sinarnya itu dengan perlahan masuk ke peraduannya.
Hari dan tahun boleh berganti tapi tidak dengan Dubrovnik
yang tetap abadi, setia dengan keaslian dan keindahannya.



Saturday, January 12, 2013

Report Perjalanan dengan KA Kalimaya Merak-Tanah Abang- Igna Chaiyoo.

Tulisan menarik ini dimuat setelah ada izin dari penulisnya yaitu sdri. Igna.
Aslinya diposting di milis Jalansutra.


Report Perjalanan dengan KA Kalimaya Merak-Tanah Abang
    Posted by: "igna adalah" igna_chaiyoo@yahoo.com igna_chaiyoo
    Date: Fri Jan 11, 2013 8:50 am ((PST))

dear JSers...
izinkan saya untuk berbagi cerita perjalanan dengan KA Kalimaya dari Merak
menuju Tanah Abang sore ini, untuk melanjutkan email kemarin mengenai banjir di
Tol Jakarta Merak yang menimbulkan kepanikan bagi saya yang mau pulang ke Bogor,,

Dari kemarin sore, saya dan rekan2 memutar otak bagaimana caranya pulang ke Tangerang,
Jakarta, Bogor dan sekitarnya. Ada yang mengusulkan lewat jalan lama Serang-Jakarta,
ada yang mengusulkan lewat Pontang - Banten Lama dan keluar di Mauk( Tangerang),
ada juga yang mengusulkan lewat Rangkasbitung-Jasinga-Leuwiliang-Bogor, dan ada yang
mengusulkan naik kereta dari stasiun Merak.
Banyak Info yang saya terima pagi ini dari beberapa situs berita dan dari tweeter, dan
semuanya bilang jalan lama Serang-Jakarta stuck, ga gerak.
Bahkan ada yang dari jam 6 sore kemarin dari Jakarta mau ke Rangkas via Balaraja,
masih stuck di jalan sampai pukul 6.30 pagi ini,,,
wah, suram nih kayaknya, jangan2 saya bakal sampai Bogor besok siang...
Udah gitu, dari peta juga terlihat bahwa jalur itu melewati sungai Ciujung juga,,,
 wah siapa yang mau jamin nih jalan bebas dari banjir,,,
Akhirnya saya memilih untuk naik kereta saja.
Dengan alternatif kedua, kalau2 ga dapet kereta dari Merak, saya berniat untuk sambung
menyambung lewat jalur Rangkas.

Sampai di pabrik, saya langsung minta izin pulang setengah hari.
Dengan janji ke atasan, kalau banjirnya sudah surut, saya akan kerja full time sampai jam 5.
Dengan info dari Pak Idhar dan nomor telp. KAI dari Pak Zudi, akhirnya saya menelepon PT KAI 
dan dapat info bahwa ada KA Kalimaya dari stasiun Merak jurusan Tanah Abang yang
berangkat pukul 13.00. Jumlah seat yang tersedia masih 400 sekian-sekian(baru separuh kapsitas).
Saya diinformasikan oleh mbak customer servicenya KAI untuk beli tiket langsung di stasiun Merak,
dengan harga Rp. 30.000 karena masih promo (katanya sih nantinya akan naik ke Rp. 40.000).
OK, info sudah terkumpul.

Saya juga bertanya pada teman2 yang mengetahui jalan menuju Rangkas, dari Pak Henry,
dan teman di pabrik, saya diberitahu bahwa angkutan ke Rangkasbitung ada di terminal
Pakupatan Serang, bentuknya bus 3/4 bermerk RUDI.

Tujuan akhirnya adalah di terminal Rangkas, dan dari terminal Rangkas, saya naik bus
bermerk sama yang tujuannya ke Bogor. Masalahnya adalah, saya benar2 buta daerah Rangkas...
Dan katanya... akan sulit mencari angkutan keluar kota Rangkas setelah jam 4...
entah betul atau tidak...

Sepanjang pagi, saya mencari info kondisi jalan tol Merak.
Sekitar pukul 10, ada berita dari detik.com, bahwa banjir sudah surut, kendaraan besar
sudah mulai bisa lewat. Dan dari humas tol Marga Mandala Sakti ada informasi bahwa
debit air sungai Ciujung sudah turun, dan diprediksi tol akan segera bisa dilewati...
Tapi,,, walaupun optimis banjirnya surut, kok saya malah merasa tertantang untuk naik KA
dari Merak ke Tanah Abang, sebab setelah sekian lama kerja di daerah ini, sekalipun saya
belum pernah mencicipi naik kereta api dari Merak/Cilegon ke arah Jakarta.
Apalagi, KA Kalimaya dari Merak ini adalah KA express yang baru dioperasikan Januari
tahun ini. Wah, kapan lagi nih mencicipi KA ini..

Akhirnya, saya pun pulang setengah hari...
Untung atasan mengizinkan..  (tengkyu ya, Bos... ^^,)
Jam 11.30 tenggo (pas bel pabrik bunyi langsung ngacir), saya beranjak dari pabrik
yang jaraknya sekitar 13 km dari Stasiun Merak (7 km dari PLTU Suralaya).
Karena angkot susah, mengingat hari ini hari Jumat, akhirnya teman pabrik saya
mencarikan tukang ojek. Saya takut juga kalau sampainya mepet2 nanti gak kebagian tiket.
Untungnya ada yang bersedia mengojeki saya dari pabrik ke Merak. 
Sampai di Stasiun Merak sekitar pukul 12.00. Harus menyusur tepian rel di sisi jalan masuk
pelabuhan Merak untuk bisa sampai ke stasiun. Yah, kira2 sepanjang 250 meter deh...
Jalannya benar2 setapak, agak becek, dan ditemani banyak kambing yang merumput,,,
hehehe,,,
Saya melihat loket mungil di jalur 2 (seberang kantor stasiun), dan sempat panik karena
loket itu tutup.
Untung di situ ada polsuska yang memberi tahu saya bahwa tiket KA express Kalimaya
dijual di kantor utama Stasiun.

Ternyata loket mungil itu hanya menjual karcis KA Ekonomi Merak-Tanah Abang.
Saya tanya ke petugas penjual tiket KA di kantor stasiun (yang ramah sekali,,,),
apa beda KA ekonomi dan express, beliau menjelaskan KA ekonomi itu berhenti di setiap stasiun,
berangkat dari Merak pk. 14,15 dan akan sampai di Tanah Abang sekitar pukul 19.00.
KA express Kalimaya hanya berhenti di Cilegon, Serang, Rangkas, Tigaraksa dan Tanah Abang,
sampai di Tanah Abang pk. 15.52.
Terus,,, ada lanjutannya lho,,, KA ekonomi ini berdesak2an... (konon bisa sampai ke atap....)
dan saya pernah lihat di elshinta TV, KA ini hemat listrik, alias walau sudah gelap,
lampunya gak nyala... hehehe... o iya, kereta ini non AC, sedangkan yang express pakai AC,,,
Ya sudahlah, akhirnya saya pilih KA express, supaya bisa cepat sampai Bogor,.
Sempat bingung juga, kok mau beli tiket KA tapi diminta untuk nunjukin  KTP...
Oh ternyata tiketnya dikasih nama....(hehehe,,, ketahuan kan saya ndeso banget...).
Tak lama setelah saya membeli tiket, loket ini tutup karena petugasnya mau Jumatan... 
untung aja,,,

KA ekonomi sudah stand by di stasiun Merak, sedangkan KA Kalimaya belum datang.
Saya dan beberapa bapak2 karyawan yang lain duduk meleseh di lantai stasiun,
karena kursi di peron amat limited edition.
Para bapak itu cerita, pada tahun 2002, mereka sempat terjebak di jalanan selama 2 hari
(berangkat dari Merak pukul 17.00, sampai di Ciujung pk, 01.00, sempat mengaso di
rumah karyawan senasib di daerah Balaraja, dan baru sampai di Bekasi pukul 03.0
keesokan harinya....weleh..weleh..) karena tol Merak banjir di tempat yang sama (Ciujung).
Makanya sekarang mereka pulang setengah hari untuk naik kereta yang pastinya bebas banjir.
"Pokoknya dijamin jam 5 sore, kita sudah sampai di Jakarta deh,, temen2 yang lain sedang
berjuang di tol, kita udah leha2 di rumah,,,", kata seorang Bapak...

Menjelang pukul 13.00, diumumkan bahwa KA Kalimaya mengalami keterlambatan,
dan saat itu posisinya masih di stasiun Karangantu..
Kami cuma bengong saja, karena gak ada bayangan dimana stasiun itu berada.
Dari hasil browsing google, ternyata KarangAntu itu ada di dekat Banten Lama.
Beberapa menit kemudian, diumumkan lagi, KA sudah di stasiun Tonjong Baru,
nah kali ini kami hanya bisa tertawa bingung, karena betul2 gak tau posisi stasiun itu dimana...

Sekitar pukul 13.15 KA masuk stasiun Merak, dan berangkat lagi pk. 13.45.
Sempat disoraki bapak2 itu, karena saya duduk di gerbong yang salah..
Harusnya saya di gerbong 4, seat 12A, saya duduk di gerbong 3, seat 12 A... hehehe,,,
saya pikir, nomor tempat duduk itu hanya satu untuk seluruh rangkaian
(kayak penomoran di bioskop atau pesawat)... hihihi.,, maklum biasanya naik
KRL Jakarta Bogor yang gak pakai nomor, tapi siapa cepat dia dapat... hehehe...
malu aku malu,,,,

Perjalanan ini benar2 sebuah pengalaman yang amat berkesan, saya sangat menikmati
pemandangan Merak-Cilegon-Serang dari sudut yang berbeda, biasanya sudut pandangnya
dari jalan raya, sedangkan hari ini saya melihat dari atas rel.
Saya juga berkesempatan melihat sisi-sisi kota yang selama ini tak pernah terlihat dari jalan raya...

Yang paling berkesan adalah setelah lepas stasiun Serang menuju Rangkasbitung,
pemandangannya WOW (sambil koprol,,,) Sawah, gunung, sungai, hutan, kerbau, kambing
semua ada... terlihat sekali life is very simple here,,
Ternyata masih ada banyak lahan hijau yang memanjakan mata.
Masih ada pemandangan gunung yang tak tertutup bangunan.
Masih banyak lahan persawahan yang bebas dari deretan perumahan..
Masih banyak anak-anak kecil yang melambaikan tangan saat melihat kereta,
masih banyak orang yang mau mengabdikan hidupnya di sawah dan ladang untuk
menghidupi perut kita, para warga kota...

Di kawasan itu juga, ada daerah yang sedang terendam banjir hampir 2/3 tinggi pohon bambu.
bahkan dangau-dangau di sawah hanya terlihat puncak atapnya saja.
Tapi rel KA : AMAN... inilah yang membuat saya salut pada sang perancang jalur ini.
Jalur KA dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, jadi kalau sawah, dan permukaan tanah terendam,
jalur KA masih aman terkendali. ketika melalui sungai, jalur KA dibangun dengan ketinggian
yang cukup jauh dari permukaan sungai, jadi kalaupun sungai meluap, jalur KA tidak terendam,,,,
salut!! empat jempol deh buat yang merancang... Jadi penasaran, siapa ya yang merancang jalur ini?
setelah googling, dapet deh artikel ini...

Ini sedikit kutipan sejarah jalur KA Jakarta-Rangkas-Serang-Merak, dari
http://cycyh-encyh.blogspot.com/2012/04/sejarah-dan-pola-arsitektur-bangunan-ka.html :

Menjelang abad ke – 16 sungai sudah merupakan sarana transportasi utama di Banten.
Pada waktu itu sungai merupakan jalur penghubung antara Banten Girang dengan Banten.
Sarana transportasi ini kemudian berkembang sejalan dengan perkembangan kota Banten,
yaitu dengan di buatnya kanal –kanal.
Perkembangan ini pun mencapai puncaknya pada abad ke – 18.
Pembangunan jalan raya pun dilakukan atas perintah Daendels yang menghubungkan
antara Kramatwatu -Banten -Serang , yang kemudian dijadikan sebagai jalan sekunder
untuk jalan pos Anyer – panarukan. Disini kita bisa melihat bahwa fungsi sungai sebagai
sarana transportasi telah diambil alih oleh jalan raya.
Namun pada abad berikutnya yakni sekitar awal abad ke -20, transportasi melalui sungai
sudah tidak berfungsi  lagi. Kondisi jalan raya pun sudah tidak layak lagi untuk digunakan
sehingga akhirnya banyak masyarakat yang lebih memilih atau menyukai jalur kereta api
daripada jalan raya  sebagai sarana transportasi. Hal ini pun mengingat sarana transportasi
kereta api ini lebih bernilai ekonomis.
Menurut peta serrurier maka pada tanggal 20 desember  tahun 1900 jalur perkeretaan ini
pun mulai dibuka (satu jalur), jalur  kereta api ini dapat menghubungkan antara Jakarta
dengan Merak, dimulai dari Rangkasbitung, Serang, dan Cilegon.
Pemerintah provinsi Banten pun telah menjadikan bangunan stasiun kereta api Serang ini
menjadi Benda Cagar Budaya.
Adapun jalur peta kereta api  ini yaitu dari jalan Serang – Anyer kidul sepanjang 27 kilometer.
[2] Pembangunan jalur kereta api ini di maksudkan Belanda untuk meningkatkan ekspor
hasil bumi dari daerah Banten yang dikenal sebagai gudang rempah – rempah.
Seperti pisang, kelapa, pinang, kapuk, sirih, rotan, karet, emping dan merica.
Perkembangan perkeretaapian di Bnaten yang semakin maju memungkinkan dibukanya
hubungan lintas jawa – Sumatera antara Merak panjang.[3]

Saya lanjutin ceritanya yach...
Di stasiun Rangkasbitung, kereta yang awalnya kosong menjadi penuh...
Deretan tempat duduk saya yang tadinya hanya diisi 3 orang sejak dari Stasiun Serang,
sekarang penuh diisi 6 orang. Ada kejadian lucu setelah stasiun Rangkas ini,
kok tiba-tiba banyak semut hitam naik ke celana saya ya? bahkan ada yang dengan
hebatnya merayap sampai ke jendela KA. Rasanya tadi gak ada semut...
Ternyata ibu yang duduk di depan saya membawa plastik kresek yang banyak semutnya
dan ditaruh di lantai kereta.. entah apa isinya... Feeling saya bilang isinya rambutan,
soalnya semut hitam seperti itu, banyak sekali nangkring di pohon rambutan depan rumah saya.
Wah, lama-lama semutnya makin mengganggu. tapi daripada mikirin semut, saya memilih
untuk menikmati pemandangan saja lah, sambil sekali2 mengibas-ngibas kaki pas terasa
ada yang merayap...
Eh, iya, disini juga saya baru sadar ternyata kita bisa pesan minuman dan makanan di
atas kereta (walaupun terbatas pada pop mie, pulpy, aqua,,, ups,,, maaf nyebutin merk...)

Di sekitar stasiun Tenjo, sedang ada pembangunan rel baru, wah sepertinya jalur ini mau
dijadikan dua arah, namun entah sampai batas mana.
Pemandangan desa yang bersawah-sawah digantikan dengan pemandangan rumah padat
penduduk ketika menjelang stAsiun Cisauk, Tangerang Selatan.
Dan berubah menjadi pemandangan kota besar setelah lewat Stasiun Serpong.
Mata saya yang biasanya hobby merem kalau di atas kendaraan, kali ini melek terus
karena pemandangannya begitu menggoda...

Menjelang stasiun Jurangmangu, ada bunyi "DUK, cukup kencang, ternyata kaca jendela
di seberang kursi saya dilempar batu sampai retak, Untung saja kacanya tipe tempered glass,
jadi pecahannya gak terbang kemana-mana. Duh, hare gene,,, masih ada aja ya,
yang norak banget ngelempar2 kereta.... mending main kasti aja eh kalo mau lempar2an...

Pemandangan semakin "kota" saat masuk ke Jakarta. Benar-benar kontras dengan sawah
dan gunung yang saya lihat beberapa jam sebelumnya...
Pukul 16. 36, KA Kalimaya tiba dengan selamat di stasiun Tanah Abang,
Wah, disini sempat kisruh antara penumpang yang mau turun dari KA dengan penumpang
yang mau naik KA Kalimaya, juga antara penumpang yang mau naik ke atas stasiun
(untuk keluar dan beli tiket jurusan lain), dan penumpang yang turun dari stasiun
(untuk ke arah peron)
Wah, sampai dorong2an kayak rebutan sembako..
Ternyata kepadatan ini adalah imbas dari banjir tol Merak, konon katanya,,
di hari2 biasanya gak sepadat ini.
Tak lama setelah tiba, tepatnya pk. 16,50, KA Kalimaya berangkat kembali menuju Merak
(telat sekitar 15 menit,,,).
Jadi sepertinya hanya satu rangkaian kereta yang beroperasi sepanjang hari,
Dari Merak 05.30, tiba Tanah Abang pk. 08.22, berangkat lagi dari Tn. Abang pk. 09.35,
tiba di Merak 12.26, berangkat lagi pk. 13.00.
Tiba di Tanah Abang pk. 15.52, berangkat lagi pukul 16.35. Waw,,, capek juga ya, jadi KA Kalimaya...

Sebetulnya KA ini kondisinya bersih, dan gak ada pedagang asongan di atas kereta,
cuma kadang perilaku penumpangnya yang ga sadar dengan kebersihan.
Menjelang masuk kota Jakarta, ada petugas yang membawa kantong sampah untuk
mengangkati sampah2 penumpang. Tapi tetep aja ada sampah yang berserakan di lantai,
 dan nyempil di sela-sela kursi. Duh, sayang banget ya, kereta yang bersih dikotori
dengan perilaku kurang bertanggung jawab.
Trus, enaknya KA ini adalah gak ada penumpang yang berdiri, karena jumlah penumpang
disesuaikan dengan jumlah seat yang tersedia. ACnya juga lumayan dingin.
Dan betul2 hanya berhenti di stasiun2 yang seharusnya, nggak nurunin penumpang
di pinggir jalan, seperti yang selama ini dberitakan.
O iya, saat saya bilang ke teman2 di pabrik bahwa saya akan pulang naik KA Kalimaya,
beberapa dari mereka bilang : "wah, pasti kamu naik keretanya sama bebek dan ayam deh,,,",
ternyata, gak ada bebek, gak ada ayam, yang ada hanya aroma durian, dan rambutan.
Nah, bener kan, ibu yang di depan saya bawa rambutan,,, buktinya pas kereseknya diangkat,
 kelihatan deh buah berambut itu di dasar kereseknya... pantes aja saya disemutin...

Dari Tanah Abang, saya naik KA langsung Bogor, dan untunglah, saya dapat duduk di
gerbong khusus wanita. Info terakhir dari teman saya, jalan tol Merak (2 arah) sudah bisa
dilewati kendaraan kecil kecuali sedan, tapi tadi jam 19.00, kondisinya macet...
Saya tiba-tiba berangan-angan, andaikan ada pemberangkatan KA Kalimaya
pukul 18.00 dari Merak, dan andaikan KA ini bisa tiba di Merak sekitar pk. 07.00,,
Enak nih, para perantau dari ibukota dan sekitarnya bisa memanfaatkan KA ini untuk
pulang dari dan ke Merak-Cilegon dan sekitarnya...

Sekian report saya,,, mohon maaf kalau tidak berkenan...
(maaf, jadinya kepanjangan....)
Terima kasih untuk info dan masukan dari para rekan JSers....
Mau mencoba KA Kalimaya? Monggo...


Ini saya lampirkan kutipan berita dari bantenraya.com  tentang KA Kalimaya  :

http://bantenraya.com/metropolis/433-kereta-api-kalimaya-beroperasi-hingga-merak
MERAK - Kereta Api (KAI) Kalimaya akhirnya beroperasi hingga ke Merak.
Sebelumnya, kereta non subsidi ekonomi dengan fasilitas air condisioner (AC) itu
hanya melayani rute Tanah Abang-Serang saja, namun mulai Januari 2013 dapat
melayani hingga ke Stasiun Merak, setelah sebelumnya berhenti di Stasiun Tigaraksa,
Rangkasbitung dan Serang.

Kepala Bagian (Kabag) Hubungan Masyarakat (Humas) PT Kereta Api Indonesia (KAI)
Daerah Operasi I Jakarta Mateta Rijalulhaq mengatakan, PT KAI akan terus
mengembangkan pelayanan, termasuk mengembangkan KAI Kalimaya hingga ke
Perlintasan Kota Cilegon, tepatnya Stasiun Merak.
"Kami akan terus meningkatkan pelayanan operasi.
Bila sebelumnya KA Kalimaya hanya beroperasi sampai Serang, namun kini
hingga ke Stasiun Merak," kata Mateta kepada Banten Raya, Jumat (4/1).

Menurut Mateta, pengembangan operasi itu dilakukan guna meningkatkan sarana
dan prasana angkutan masal di Banten.
Terkait hal itu, pihaknya sudah mempunyai kerjasama dengan Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Banten, agar di Banten memiliki angkutan kereta yang berkelas.
Itu dilakukan agar para penumpang juga nyaman dalam menempuh perjalanan.
"Peminat kereta di Banten dan Cilegon khususnya, juga masih terbilang banyak.
Sebab itu kami siap mengoperasikan KA Kalimaya ke Cilegon hingga Stasiun Merak,
" terangnya.

Mateta menjelaskan, KA Kalimaya merupakan KA yang mempunyai fasilitas
pendukung, seperti ruangan AC dan fasilitas pendukung lainnya.
Selain itu waktu tempuh KA Kalimaya juga lebih cepat bila dibandingkan dengan
KA biasanya. "Tentunya harga yang diberikan lebih mahal, karena KA Kalimaya
tidak disubsidi," jelasnya.

Lebih lanjut, masih kata Mateta, jumlah kereta dalam satu rangkaian terdapat
sebanyak 8 gerbong, dengan kapasitas 848 tempat duduk.
"Jumlah itu, kami nilai cukup untuk menampung penumpang untuk rute Merak-Jakarta,"
ujarnya.

Sementara itu, Staf Humas Daops I Asmat mengatakan, untuk rute KA Kalimaya
tidak akan mengganggu jalur dan jadwal KA Stasiun Merak.
"Tidak akan mengganggu jadwal KA lainnya," katanya.
Berdasarkan data, jadwal keberangkatan KA Kalimaya adalah KA 5389 berangkat
dari Merak jam 05.30 WIB tiba di Tanah Abang jam 08.22 WIB, KA 5390 berangkat
dari Tanah Abang jam 09.35 WIB tiba di Merak jam 12.26 WIB, KA 5391 berangkat
dari Merak jam 13.00 WIB tiba di Tanah Abang jam 15.52 WIB dan KA 5392 berangkat
dari Tanah Abang jam 16.35 WIB tiba di Merak jam 19.16 WIB. (darjat)