Saturday, October 24, 2009

Adu kreatif Jaya Suprana - Prince's Creative School di Tangerang.





Sabtu pagi, 24 Oktober 2009, Prince's Creative School yang terletak
ditengah kota Tangerang dan menghadap ke sungai Cisadane sudah
siap menyambut kedatangan pimpinan MURI - Jaya Suprana.

Beberapa hari sebelumnya saya ditilpon Udaya, teman saya ini adalah
pemilik/pimpinan sekolah tersebut, yang menjelaskan bahwa sekolah-nya
mendapat sertifikat rekor MURI karena berhasil mengumpulkan berbagai
buku/tulisan/kaset/piringan hitam dari 86 bahasa daerah dan internasional.

Udaya ini memang pria yang unik, dia tidak pernah menyembunyikan
latar belakang pendidikannya yang cuma jebolan SMP saja, tapi dengan
modal kerja keras, semangat tinggi dan luar biasa kreatif - dia bukan saja
bisa membangun lembaga pendidikan yang terkenal di Tangerang, juga
di Perth dimana sekarang dia bermukim bersama keluarganya.

Mendekati jam 10 tibalah Jaya Suprana, pakar kelirumolog ini turun dari
mobil hitam bertuliskan Museum Rekor-Rekor Dunia, memakai pakaian
serba hitam pula. Di pintu masuk disambut tarian Naga Nusantara alias
Liong yang dimainkan siswa2, dan diantar menuju Aula tempat acara,
yang sudah dipenuhi para siswa dan orang tua murid.

Bukan sekolah kreatif kalau acaranya tidak surprise, di awal acara muncul
siswa yang rupanya berperan sebagai dalang, dengan memakai blangkon
langsung dia duduk diatas meja yang ditaruh didepan dan "mendongeng"
tentang kegiatan sekolah, sampai juga "ngerjain" Jaya Suprana.
Selesai mendongeng, loncat dari atas meja dia langsung memperagakan
gerak tarian Michael Jackson, dan keluar aula sambil jalan mundur ala
MoonWalk-nya Michael, keruan aula penuh gelak tawa.
Jaya Suprana tidak mau kalah, dia berkomentar bahwa dia baca spanduk
didalam aula yang bertuliskan Prince's Sekolah Berjiwa Nasional dan
Berwawasan Internasional. Itu dibuktikan dengan Dalang yang lengkap
pakai blangkon tadi ternyata bisa MoonWalk-nya Michael Jackson, tapi
biar benar2 klop, namanya dia ganti jadi Michael Jumadi.

Selesai munculnya Naga Nusantara yang dimainkan para balita yang
serba imut, termasuk Naga dan peralatan musiknya, Udaya menjelaskan
bahwa Naga di Prince ini lain dari Naga yang biasa, dan mungkin yang
satu-nya didunia karena badannya memakai corak batik !
Udaya juga menyampaikan bahwa bulan depan siswa Prince berangkat
ke Perth, disana akan memperagakan tarian Naga Nusantara batik itu.
Jaya Suprana rupanya tidak mau ber-lama2 melongo, dia angkat bicara
lagi, mengusulkan untuk jangan hanya pakai batik tapi kepala Naga itu
didesain ulang sehingga menampilkan kepala Naga khas Indonesia.
Bisa menghubungi Dewan Kesenian Jakarta atau Jogya/Solo katanya.

Saat penyerahan sertifikat MURI Jaya Suprana menyampaikan rasa
kagumnya akan begitu kreatifnya siswa sekolah ini, yang tahun 2007
juga mendapat piagam perhargaan MURI, atas prestasi :
Pengumpul Jenis Cabe Terbanyak, yaitu 36 macam.
Dia menantang untuk Prince dikemudian hari bisa mengumpulkan
sebanyak mungkin bahasa daerah di Indonesia.

Saat menutup acara, Udaya meminta Jaya Suprana untuk memutarkan
sebuah piringan hitam diatas gramofon kuno yang dijalankan dengan
memutar engkol-nya.
Rupanya itu bukan piringan hitam biasa, piringan hitam jadoel itu didapat
Udaya di Perth dan isinya ternyata lagu-lagu lama karangan Ibu Soed.
Walau sudah baret-baret ternyata piringan hitam yang dimainkan diatas
gramofon kuno itu masih bisa memperdengarkan lagu Bintang Kecil yang
dinyanyikan anak-anak.

Sungguh nostalgik, semua terharu dan kagum atas upaya Udaya yang
bukan saja mendorong anak didiknya untuk berbuat kreatif tapi juga
menekankan untuk tetap berakar pada budaya Indonesia.


Monday, October 19, 2009

Terdampar semalaman di Chateau de la Pioline.




Jumat sore, 25 September 2009 sekitar jam 20, selesai dinner di pantai
Marseille, kami menuju kota Aix-en-Provence untuk bermalam.
Dalam bus, Jimmy - tour leader kami bilang bahwa malam ini akan menginap
di sebuah Chateau (Kastil/Puri) yang berusia 400-an tahun.
Semua terdiam, rasanya pikiran kami sama yaitu kalau tempat segitu tuanya,
Dracula-nya pastilah sudah beranak-cucu-cicit.

Menjelang jam 22 sebenarnya sudah tiba ditujuan, tapi Martin driver kami yang
orang Ceko walau sudah pakai GPS, tidak berhasil menemukan lokasi chateau,
sampai dia nyerah dan mampir bertanya ke sebuah hotel.
Tapi tetap saja Martin kesulitan menemukan-nya, sampai akhirnya ketemulah
sebuah jalan kecil tidak beraspal menuju gerbang kuno dengan pintu besi tinggi.

Tampaknya itu jalan menuju chateau, tapi anehnya koq pintu gerbang dalam
posisi tertutup, dibelakang gerbang juga tidak ada tanda-tanda kehidupan,
dan gelap karena lingkungan sekeliling dipenuhi pepohonan tinggi lebat.

Bus bergerak lagi, tidak jauh ada jalan masuk serupa, bedanya gerbangnya
dalam posisi terbuka dan itu pasti jalan masuknya karena ada papan petunjuk.
Tapi ternyata badan bus tidak muat - sekian kali Martin berusaha melewatinya
tidak juga berhasil, lebar gerbang ngepas banget dengan badan bus.
Kami semua pasti membatin, ini hotel apa-an, koq nggak biasa nerima bus.
Akhirnya Martin nyerah, bilang tidak tega ngancur-in bus Mercy masih baru ini.
Kami turun dan dalam keremangan malam menyeret handbag sepanjang jalan
tanah yang dipagari pepohonan tinggi itu.
Semua pasrah, memang mau protes kemana karena semua urusan termasuk
hotel ditentukan oleh fihak tour dari Jakarta dengan Gulliver - mitra Eropanya.

Sekitar dua ratus meter tampaklah sebuah gedung besar bentuk kotak, berlantai
tiga membentuk letter U, sinar terang benderang keluar dari banyak jendelanya,
kontras sekali ditengah kegelapan malam yang mulai dingin itu.
Memasuki pintunya yang besar dan kuno banget, sampailah di lobbynya yang
atapnya tinggi sampai ke langit2, ada tangga batu kuno dan lukisan2 didinding.

Kami segera mendapat kunci-kunci kamar, kebanyakan nomernya 20-an, berarti
di lantai dua, kamar saya nomer 20. Ramai-ramai kami menuju lantai dua.
Tapi sampai semua dapat kamar, koq tidak ketemu kamar yang nomer 20 itu.
Terpaksa turun tangga lagi menemui resepsionis, ternyata sepasang suami istri
juga sama, kamarnya yang nomer 30 tidak ada dilantai tiga.

OK, ikut saya kata si petugas, ternyata menuruni tangga batu kuno sampai ke
basement, terus belok kekiri menelusuri lorong bawah tanah yang dindingnya
dari batu-batu besar, benar-benar kuno banget, dan sampai diujung lorong ada
pintu sebuah lift ukuran kecil saja.
Dia menjelaskan, ini kan ada dua kunci, yang satunya masukkan ke lubang di
dinding lift, silahkan puter kekanan nanti lift akan naik.
Kami berempat berdesakan masuk, benar saja lift naik ke lantai dua.

Begitu pintu lift terbuka didepan hanya dalam jarak satu meter ada tembok,
dan langsung pula di kiri kanan masing-masing ada satu pintu kamar yang
salah satunya nomer 20 yang saya cari itu.
Busyet deh, Jin aja nggak bakalan buang anak ditempat ngumpet kayak gini.

Kepalang saya buka kamar 20 itu, sempat masuk dan lihat kamar ukuran 4x4
meter, lantainya ubin kuno warna merah, lampu penerangan temaram karena
pakai bohlam yang warnanya juga agak kemerahan, benar-benar jadoel banget.
Dalam kebingungan mendapat tempat yang bikin nyali ciut itu, kami berempat
masuk lagi ke lift dan mencoba lihat nomer 30, ternyata persis sama.

Istri teman langsung nggak mau, minta yang lain aja ke resepsionis katanya.
Berdesakan dalam lift timbul kehebohan lagi, walau kunci diputer kekanan kiri
si lift diem aja, sekian lama berkutet, untunglah kelihatan ada tombol RC -
begitu ditekan si lift bergerak turun, rupanya RC itu Receptionist.
Istri saya bilang, kalau sampai terkurung dalam lift, walau teriak2 nggak bakal
ada yang denger katanya.

Si resepsionis heran lihat kami nongol lagi, apalagi setelah saya bilang minta
ganti kamar karena para ibu ini takut, nggak apa2 katanya dan kebetulan tidak
ada kamar kosong lainnya.
Saya tilpon Jimmy yang berada dikamar 26, setelah dia bernegosiasi maka
si resepsionis bilang OK saya kasih suite room, ada dua kamar didalamnya.
Kami diajak keluar bangunan utama, ternyata suite room adanya di sayap
kanan dan kiri chateau itu, terdiri dari dua lantai.
Lantai bawah ada kamar tidur lengkap dengan kamar mandi, tapi di lantai dua
hanya ada ranjang saja.
Kini giliran istri saya yang nggak mau karena melihat ada pintu belakang yang
menuju ke kegelapan hutan, takut orang nerobos masuk dari hutan katanya.

Maka kembali lagi ke lobby hotel, si resepsionis makin keheranan, koq ada
orang aneh yang nggak mau di-upgrade ke suite room seharga 445 Euro.
Dia bilang tidak ada kamar kosong lainnya, sampai istri teman yang sudah
setengah histeris bilang pokoknya nggak mau - minta pindah hotel saja.
Akhirnya si petugas keluarkan sebuah kunci kamar 23 yang katanya sih
sebenarnya jatah tamu lain yang sedang dalam perjalanan, kunci kamar itu
langsung disambar istri teman kami itu.
Tinggal saya yang belum jelas nasibnya, untung Jimmy menawarkan tukar
dengan kamarnya, tentu saja tanpa pikir panjang saya setuju.

Memasuki kamar 26, ternyata sama dengan kamar nomer 20, ubin merah,
lampu bohlam sinar kemerahan yang terasa suram depresif.
Cari2 remote AC nggak ketemu, ternyata harus minta resepsionis datang
menghidupkan AC itu, dan remote nya dibawa pergi lagi.

Seperti di banyak hotel modern di France, kamar mandi dan WC terpisah,
jadi didalam kamar ada dua pintu yaitu pintu WC dan pintu kamar mandi.
Lemari pakaian dari kayu warna coklat gelap menjulang tinggi dari lantai
sampai langit-langit, dan uniknya pada dinding ada dua buah jendela yang
daun jendelanya terbuat dari kayu.
Selain pesawat TV, ada meja marmer putih dengan dua kursi besar kuno,
sempat terbayang gimana kalau nanti malam terbangun dan tau-tau ada
bangsawan peot sedang duduk dikursi itu sambil nyengir.

Istri saya ngedumel terus karena suasana kamar yang depresif itu, dia
bilang kalau saja harus nginap dikamar yang semula, bakalannya dia
berdiri terus semalaman nggak bisa tidur.
Sekitar jam 11 barulah kami bisa tidur.
Untungnya, saat terbangun saya lihat sudah jam 05 - berarti sudah lewat
jam berkunjung-nya Dracula, soalnya bentar lagi kan matahari nongol.

Penasaran karena semalam belum sempat tahu seperti apa chateau 33
kamar berbintang empat yang berada didalam taman seluas empat Ha,
maka pagi-pagi kami sudah berkeliling didalam dan diluar chateau.
Ternyata chateau dari abad XVI yang masuk daftar monumen bersejarah
Perancis ini sungguh terawat baik.
Apalagi saat memasuki restorannya, seakan berada di istana beneran
karena banyak ornamen cantik dan lukisan antik.

Cool summer residence ini mulai dibangun tahun 1303, dulu namanya
Beauvoisin, dan pada tahun 1616 dibeli oleh Renaud de Pioline yang
memilikinya selama 150 tahun.
Baru pada tahun 1991 direnovasi menjadi superior first class historical
hotel dengan bintang empat.

Kami keluar bangunan utama, didepan ada taman dengan fountain, dan
disamping bangunan ada kolam renang, sekeliling tampak pepohonan
rimbun memenuhi hutan taman seluas 4 Hektar itu.

Breakfast di restorannya yang konon terdaftar di Michelin and Gault
& Millan guide book yg prestisius, kami ramai-ramai makan dengan hati
yang lega karena sudah "berhasil" bermalam di chateau yang rasanya
pengalaman unik ini susah kami ulangi lagi.
Saat makan itu Jimmy yang mempergunakan kamar 20 bercerita bahwa
dia dulu pernah menginap di chateau yang "asli" serem karena benar2
kuno menyeramkan dan terpencil jauh dari mana2.

Jimmy memang pemberani, dia cerita semalam di kamar mandi dia
merasa nyaman, tapi saat didalam kamar WC dia merasa ada sesuatu
yang membuatnya tidak bisa ber-lama-lama disana, hiiiiiiiiiii .


Chateau de la Pioline.
Aix-en-Provence, France.
http://www.chateau-la-pioline.fr

Sunday, October 11, 2009

Halal Bihalal Komunitas Jalansutra dirumah pak Bondan Winarno




Minggu siang, 11 Oktober 2009 jam 11.00 sekitar 60-an anggota
milis Jalansutra yang telah mendaftar dan mendapat "tiket" masuk
dari Ketupat (Ketua panitia) Halal Bihalal yaitu Neng Cindy Cereth,
telah berdatangan di Sentul City, yaitu di kediaman Kepala Suku -
pak Bondan Winarno & bu Yvonne.

Kali ini menu utama adalah ketupat Babanci, teman2 lainnya juga
bawa beraneka makanan/minuman untuk dinikmati bersama.
Saya seperti biasa membawa Opak Bakar Karamel dan Kue Doko
khas Tangerang yang kebetulan memang cuma bisa didapat di
Pasar Lama hanya pada hari Minggu.

Seperti biasa pula, walau sebagian anggota ada yang baru pernah ikut
pertemuan Jalansutra seperti itu, tidak ada sekat antara muka2 baru
dengan muka2 lama, langsung ngobrol akrab seakan sudah kenal lama.
Saat ambil makanan juga relax saja, pokoknya siapa yang malu2 akan
rugi sendiri. Sekian kali bolak balik ke-meja makanan juga tidak ada
yang larang, wong hampir semua gitu koq.

Tidak terasa lebih dari dua jam makan minum sambil ngobrol kesana -
kemari, saat waktunya pulang, seperti biasa semua membantu bebenah
agar rumah yang asri itu kembali bersih seperti semula.
Makanan juga tidak ditinggal begitu saja, tapi dibungkus kembali dan
dibawa oleh yang berminat.

Sebagian teman malah pintong (pindah tempat nongkrong), yaitu menuju
Umaku, rumah makan Jepang di Cibubur - sayang saya bertiga dengan istri
dan Ratna tidak bisa ikutan karena sore hari ada dua kondangan.






Wednesday, October 7, 2009

Naik si Bongsor ke Paris.


Menjelang tengah malam, Sabtu 19 September 2009, terminal 3 Changi Airport Singapore,
tibalah saatnya boarding, kami berjalan dilorong aerobridge dan sekilas tampak dari
jendela kaca moncong si-Bongsor yang sebentar lagi akan membawa kami ke Paris,
berarti akan terbang nonstop sejauh 11271 Km selama lebih dari 12 jam..
Pesawat gendut dengan panjang  72,7 meter dan rentang sayap 79,8 meter itu salah
satu dari sembilan buah A-380-800 milik Singapore Airlines.
Kabarnya SQ sedang pesan 10 buah lagi, memang kalah jauh dibanding Emirates
yang pesan sampai 41 buah.

Pesawat dengan berat kosong 280 ton ini, jendelanya ada 220 buah dan rodanya 22
buah (empat buah lebih banyak dari B747), bisa terbang sejauh 15,200 km pada
cruising speed Mach 0.85 (900 km/jam), artinya bisa nonstop terbang HongKong-
NewYork.

Ini untuk pertama kalinya saya naik pesawat penumpang double decker terbesar didunia.
Memang Megatop B747-400 juga punya dua lantai tapi bagian depannya saja,
sedangkan Super Jumbo ini full dari depan sampai ke ekornya.
Sayangnya saat nerima boarding pass tertera Main Deck, bukan upper deck, berarti
pupus kesempatan merasakan duduk dilantai atas yang kabarnya lebih nyaman.
Maklumlah namanya juga beli tiket economy class, mesti pasrah ditaruh dimana saja.

Memasuki kabin pesawat, awalnya serasa masuk Jumbo Jet biasa, tapi pengaturan
baris kursi didalam Super Jumbo milik SQ ini agak lain.
Tiap deret kursinya memang dalam jumlah lazim yaitu 10 buah, posisi juga biasa yaitu
3 - 4 - 3, tapi hanya deret kursi pinggir kiri kanan yang sejajar, empat kursi tengah
tidak sejajar dengan yang pinggir. Pengaturan ini membuat kabin terasa lebih lega,
apalagi walau bisa memuat sampai 800 kursi, dalam pesawat ini hanya 471 saja.

Tidak lama kami siap take-off, suara mesin halus walau kami duduk dekat sayap,
kebisingan dalam kabin kabarnya terendah dibanding pesawat pendahulunya,
begitu tenang sehingga bisa mengurangi kepenatan penumpang secara signifikan.
Bising didalam kabin A380 konon hanya setengah B747, dan tekanan udara dibuat
seakan berada di ketinggian 1524 meter ketimbang 2438 meter pada B747,
sehingga bisa mengurangi efek kelelahan dalam penerbangan jauh.
Udara didalam kabin juga di recycled tiap tiga menit agar udara tetap fresh, ini
membuat penumpang merasa segar sepanjang dan setelah penerbangan.

Pesawat mulai berlari, awalnya heran juga karena suara rodanya koq gerudugan,
dan terasa bergetar, larinya juga lama banget sebelum bisa lepas dari landasan,
barangkali pesawat ini saat itu sedang gendut2nya yang berat maksimal take-off
bisa sampai 560 ton.

Saya lihat semua seat terisi penumpang, tapi jumlah toilet juga memadai - dalam
satu kompartemen saja ada 5 buah.
Kursi juga nyaman empuk, dan tiap belakang sandaran kursi ada layar monitornya,
sehingga bisa betah nonton begitu beragam film maupun airflight moving map.

Sekitar jam 01.30 waktu Singapore, diedarkan supper yang main course-nya bisa
pilih antara Beef fillet with rosemary sauce, roasted assorted vegetables and gratin
potato atau Kung po style chicken with fried rice and chinese greens.
Seperti biasa kami berdua nggak ambil pusing - ambil saja makanan berbeda,
karena selain nggak ngerti kayak apa makanan itu juga agar masih bisa makan
kalau ada yang nggak cocok.
Setiap penumpang juga mendapat tas kecil bertuliskan Givenchy, isinya kaus kaki
penahan udara dingin dan sikat gigi + odol.

Selesai makan, lampu mulai dipadamkan dengan "sopan" karena meredupnya
begitu pelan2, didalam toilet juga lampu nyala padamnya sopan begitu - pelan2.

Setelah breakfast, sekitar jam 6.30 waktu Paris, pesawat mendarat dengan keras
serasa dibanting saja, sampai kami agak terlonjak.

Turun dari pesawat, ternyata memang pengaturannya sudah baik, kami lancar
diarahkan ke berbagai gate imigrasi, pemeriksaan juga cepat saja, main ceplok
saja visa Schengen kami yang di apply di kedutaan Spain.

Jadi inget sms2-an dengan bu Ole beberapa hari sebelum berangkat,
pemosting pertama di milis Jalansutra ini bilang bahwa kalau naik A380 di economy-
class mah bakalannya sama aja rasanya seperti naik pesawat Jumbo lain.

Memang sih di SuperJumbo SQ ini bukan saja ada Business dan First Class,
tapi juga ada Suite Class yang duduknya seakan didalam sebuah kamar saja.
Tapi bu Ole saya tuh takutnya double kalau duduknya disana.
Pertama adalah takut bangkrut dan yang kedua takutnya lebih parah lagi, yaitu:
Takut betah nggak mau turun padahal pesawat-nya udah nyampe - he3.


Tuesday, October 6, 2009

Joke : Hubungan etnis dengan alat vital pria.



Tadi siang sekitar jam 12, saat berkendara dan mendengarkan Delta FM,
terdengar obrolan asyik Shahnaz Haque dan Gilang Pambudi.
Shahnaz cerita gini :

Saat memasuki pesawat terbang, seorang cowok girang banget
melihat disebelah kursinya duduk seorang gadis manis.

Tapi sekian lama si cantik itu cuek saja asyik baca buku.
Tidak tahan lagi, si-cowok membuka pembicaraan :

Lagi belajar ? mau ujian yah ?
Oh tidak, lagi Penelitian !
O-o !

Si Cewek asyik baca lagi, nggak nahan si Cowok ngomong lagi :

Penelitiannya mengenai apa ?.
Tentang hubungan Etnis dengan Alat Vital Pria !
O-o-o ??!!

Nggak nahan penasaran, nanya lagi :
Apa udah ada hasilnya penelitian-nya ?

Udah, ternyata alat vital cowok Bali bagus-bagus, ini rupanya disebabkan
orang disana ahli dalam soal pahat-memahat.

Kalau cowok Batak besar-besar, rupanya karena terbiasa kalau berbicara
suaranya keras, maka aliran darah di alat vital mengalir dengan lancar.

Kalau cowok Sunda panjang-panjang, ini rupanya karena kebiasaan pake sarung.

Mendadak si cewek inget - eh iya kita belum kenalan nih, nama saya Lisa !

Si Cowok nyaut, perkenalkan saya   I GEDE CECEP SITUMORANG.