Monday, May 2, 2005

Cerita perjalanan Silk Road, part 2 : Dunhuang


 


 


DunHuang :


Setelah pesawat mendarat di landasan airport, seperti biasa
pesawat ber-taxi menuju gedung airport Dunhuang - 
yang ukurannya engga tanggung2  : seukuran gudang doang !!


Kami lama menunggu didalam gedung, heran juga koq bagasi kami
engga datang-datang.
Sewaktu saya iseng-iseng keluar gedung itu, ternyata bagasi yang
di-tunggu2 sudah "duduk manis" disamping gedung.
Rupanya bagasi diturunkan dari pesawat kedalam trolley besar
yang kemudian bukan dibawa masuk kedalam gedung, tapi trolley
itu diparkir dan ditinggalkan begitu saja disamping gedung airport.
Untung saja engga ada yang kehilangan tas walau tidak ada yang
menjaga trolley itu.


Didalam bus,  guide lokal menjelaskan bahwa perjalanan kekota
Dunhuang cuma sebentar karena dekat sekali (wuah semua senang) -
tapi semuanya jadi bengong lagi sewaktu dijelaskan bahwa  nanti/
esok, untuk bisa naik kereta api malam kami harus naik bus dulu
memasuki gurun Gobi karena stasiun kereta apinya berjarak 140
kilometer dari kota Dunhuang ini.


Kota Dunhuang merupakan oase yang berada ditengah gurun Gobi
yang luas itu, di peta terlihat berada dibagian barat propinsi Gansu.
Kotanya kecil dan sederhana, tidak ada bangunan2 tinggi,
hotel tempat kami menginap juga sederhana saja;


Tapi obyek wisata yang dipunyai kota ini hebat juga, yaitu sebuah
peninggalan budaya kuno yang bernilai tinggi sekali, yang disebut :
Mogao Grottoes.
Peninggalan jaman keemasan agama Budha ini berada diluar kota
Dunhuang - dipinggir gurun, dimana terdapat sebuah pebukitan
yang mempunyai kira-kira 400 buah gua - yang didalamnya ada
sekitar 2000 buah patung besar kecil yang berwarna dan 45000
buah pahatan/ornamen pada dinding gua2 yang terletak sedikit
diluar kota itu.
Lokasi gua2 itu sangat dijaga ketat, karena dimasa lampau telah
terjadi tindakan pencurian yang merusak patung/pahatan itu,
antara lain pahatan Budha yang mukanya dilapisi lempeng emas
dicongkeli untuk diambil lempeng emasnya sehingga banyak yang
sudah rusak.
Pengunjung hanya diperbolehkan berfoto diluar pagar komplek
gua2 itu.


Obyek lain yang dikunjungi adalah Mingsha Hill & Yue Ya Spring :
sebuah oase yang terletak ditengah gurun.
Memang heran juga ditengah gurun itu bisa ada sebuah danau kecil,
didekat danau itu dibuat bangunan untuk meneduh.


Banyak orang yang mencoba naik unta berkeliling gurun atau naik
tangga mendaki gunung pasir yang lumayan banyak juga anak
tangga-nya untuk kemudian main perosotan dengan cara duduk
diatas semacam alas yang kelihatan asyik sekali - 
berselancar sambil duduk menuruni gunung pasir yang tinggi itu.


Saya menahan diri untuk tidak ikut mendaki karena sore hari itu 
kami akan langsung menuju stasiun kereta api.
Saya khawatir di kereta api tidak tersedia air bersih untuk mandi,
kan repot tuh kalau masuk kereta sudah basah kuyup keringatan
akibat kepanasan naik gunung pasir itu.
Ternyata  perkiraan saya itu keliru, karena menurut teman yang
naik kegunung pemandangan dari atas bagus sekali , dan didalam 
kereta api ternyata bisa puas membersihkan diri karena banyak
disediakan air bersih.


Sore hari bus membawa kami menuju ke stasiun kereta api yang
berjarak 140 km itu.
Pemandangan kiri kanan hanya lautan pasir saja,
sampai saya pikir benar2  seperti ditengah samudra  luas karena
sejauh mata memandang sampai ke horison sama sekali tidak ada
bukit pasir atau pohon2.


Jalan yang dilalui itu lumayan bagus, kelihatannya dibuat dengan
seksama sekali.
Disatu tempat jalan itu dibuat luar biasa karena begitu lurus ----
bus dengan kecepatan  konstan 90 km/jam itu selama 1 jam
10 menit tidak sekalipun membelok ---------
benar-benar  "lempeng"  jalan itu !!


Jarang sekali kami berpapasan dengan kendaraan lain, sampai2
saya pikir kalau bus kami mogok entah bagaimana minta
pertolongannya, karena se-akan2 berada ditengah lautan luas saja.
Akhirnya kami bernafas lega, karena sebelum menjelang magrib,
bus memasuki desa dimana stasiun kereta api berada.


Stasiun kereta api yang berada disatu desa kecil itu, diluar dugaan
lumayan besar dan bagus, sampai bertingkat dua segala.
Dan diluar dugaan pula ternyata keretanya bukan kereta api rongsokan
seperti yang kami khawatirkan, melainkan kereta yang rupanya khusus
disiapkan untuk para turis :
tiap gerbong terdiri dari 8 kamar, masing2 ada 2 ranjang susun,
lengkap dengan bantal - selimut - lampu baca dan AC yang sejuk.


Selain itu disetiap gerbong disediakan 2 buah WC  yang bersih dan
satu wastafel besar untuk cuci muka dengan air yang berlimpah.
Berbeda sekali dengan kereta api yang saya gunakan dalam perjalanan
dari Moskow  ke St.Petersburg dahulu , jalan kereta api ini lumayan
mulus tidak banyak goyang2 sehingga dalam perjalanan sejauh 700
kilometer itu kami semua bisa tidur dengan nyenyak sekali .


Sayang sedang gelap bulan sehingga kami tidak bisa melihat keluar,
padahal sudah diberitahu bahwa disatu tempat kereta api itu berjalan
didekat  ujung barat dari Great Wall.


Mendekati stasiun kereta kota Turfan, kami dibangunkan dan dalam
keadaan pagi2 buta yang masih gelap/dingin itu kami turun dari kereta
api dan menuju bus.
Sangat berkesan sekali kami mencari2 bus di pagi buta itu dipelataran
parkir stasiun kereta api dari sebuah kota kecil yang terletak begitu
jauh disebelah barat laut dataran China.


cerita berikutnya : Turfan



 

No comments:

Post a Comment