Friday, September 28, 2007

Travelink -Tour Belitung part 3 : City Tour TanjungPandan & Manggar.




Sabtu, 19 Mei 2007, jam 6 pagi kami sudah di morning-call,
karena acara tour hari itu akan padat sekali, diawali city tour
di Tanjung Pandan - untuk membeli oleh2 dan menikmati
makanan khas Belitung.

Setelah itu akan berlanjut menuju kota Manggar yang
berada dipantai timur pulau Belitung, untuk melihat danau2-
bekas galian tambang timah, dan mengunjungi Vihara
Dewi Kwan Im yang telah berusia 200 tahun.
Perjalanan sejauh 78 kilometer itu seakan membelah pulau
Belitung dari barat ke timur, mirip dengan perjalanan kami
dulu dari PangkalPinang ke Mentok yang seakan membelah
pulau Bangka dari utara ke selatan.
Bedanya kalau di Mentok itu kami menginap, kali ini akan
langsung balik lagi ke TanjungPandan.

Sekitar jam 8, memakai dua buah Toyota Innova rombongan
kami yang ber-sepuluh orang meninggalkan Lor-In Resort,
menuju TanjungKelayang. Dipantai itu ada rumah makan
yang menjual souvenir berupa kulit kerang besar2 yang cantik,
murahnya aduhai cuma 15 ribu, cuma ribet selain besar dan
berat harus dibungkus rapih masuk box karton besar.

Sesaat sebelum memasuki kota Tanjung Pandan, teman kami
menghentikan seorang pengendara motor yang berjalan searah.
Rupanya tertarik melihat bawaannya yaitu ikan hiu yang cukup
besar, maka jadilah kami "orang aneh" yang ramai-ramai turun
dari mobil untuk mengobservasi ikan hiu itu ditepi jalan.
Untung ketemunya hari ini, kalau saja kemarin bisa-bisa tidak
berani naik perahu ke pulau Lengkuas.
Walau tidak sebesar hiu ganas dalam tayangan TV, tapi lihat
bentuknya yang khas itu cukup bikin nyali lumayan ciut.

Kini saatnya belanja oleh-oleh di rumah Jl. Gatot Subroto 39,
ternyata selain bisa memilih aneka ragam oleh-oleh diruang
tamu rumah tua itu, kami diperbolehkan masuk kedalam
rumah yang panjang sekali, sehingga bisa melihat proses
pembuatan aneka makanan jajanan itu.
Aneka oleh-oleh seperti Kerupuk Ikan/Cumi/Udang, Getas,
Abon Ikan/Sambel Lingkung, Dodol Ager, kue Rentak Sagu,
Madu manis/pahit sampai Belacan, bisa dibeli dan dipacking
memakai box karton besar2, mulailah bagasi mobil dipenuhi
sekian banyak box karton besar2.

Berikut adalah mengunjungi tempat oleh-oleh unik khas dari
Belitung yang konon tiada duanya dimanapun, yaitu Billitonite.
Billitonite yang artinya batu dari Billiton/Belitung, diduga
merupakan pecahan meteorit, yang bisa ditemukan secara
kebetulan ketika penambang menggali timah di lokasi
penambangan darat pada kedalaman 50 meter, jadi pada
saat pasir dihisap ikut terbawalah kepermukaan bebatuan itu.
Konon didunia bebatuan ini hanya ditemukan di Belitung.
Batu unik ini disebut pula sebagai batu Satam, kata itu
berasal dari bahasa China : sa = pasir dan tam = empedu.
Memang batu itu berwarna hitam kelam dan ada lubang2
kecil serta alur2 pada permukaannya.
Batuan ini bisa dipakai sebagai batu cincin, giwang, bros,
kalung, atau dipasang pada hulu tongkat komando.

Dirumah di Jl. Dahlan Rt 06/03, kami disambut sendiri oleh
Bpk.Firman Zulkarnaen, yang menemukan cara membelah/
membentuk bebatuan itu yaitu dengan getah daun sirih,
tapi kalau tidak hati2 batu hitam itu bisa hancur katanya.
Beliau memamerkan aneka bebatuan hitam itu, foto2 orang
penting di Republik ini yang pernah berbincang dengannya,
dan menunjukkan bagaimana caranya kita bisa merasakan
kalau batu hitam itu bukanlah batu semata - tapi ada
suatu "getaran/kekuatan" didalamnya.
Sayang saya termasuk yang bebal soal rasa merasakan itu,
jadi cukup tengok-tengok saja, tidak membeli seperti Hadi -
nanti mau dijadikan batu cincin katanya.

Kini giliran menikmati Mie Belitung, kami menuju pusat kota
dan mampir ke Bakmi Athep di Jalan Sriwijaya 27.
Mie Belitung, yang berupa bakmi sea food, memang nikmat
sekali dipadu dengan es jeruk kunci, sebagian teman memilih
mencoba Selada yang mirip gado-gado.

Sebelum meninggalkan kota, kami berkeliling kota melihat
berbagai bangunan yang terkesan muram dan sunyi, seperti
Gedung Nasional, pelabuhan laut Tanjung Pandan - hanya
ada beberapa perahu kayu dan besi yang sedang berlabuh.

Setelah melewati pabrik keramik KIA yang luas sekali tapi
menyedihkan sekali karena kini sudah tutup, maka kami
meluncur kearah timur menuju kota Manggar.

Perjalanan lancar dan pak sopir bisa agak ngebut karena
walaupun jalan tidak terlalu lebar, pas dua kendaraan saja
berpapasan, tapi aspalnya super mulus, dan juga tidak
banyak kendaraan lainnya.
Diperjalanan sempat melihat dari kejauhan sebuah danau
bekas penggalian pasir timah, kami tidak begitu tertarik
karena sudah pernah melihat kolam2 serupa di Bangka.

Siang hari setelah mampir sebentar di Kuala Kampit -
kota kecil yang sepi sekali, tibalah kami di komplek
Vihara Dewi Kwan-Im yang sudah berusia 200 tahun.
Saat itu sepi sekali tidak ada pengunjung lain, karena
ada diatas sebuah bukit maka harus menapaki dulu
sekian puluh anak tangga barulah mencapai bangunan
vihara yang berada ditengah kerimbunan pepohonan.
Dari ketinggian itu bisa melihat dikejauhan pantai,
sayang pemandangan biasa2 saja karena bukit dimana
vihara itu dibangun tidak terlalu tinggi.
Didalam vihara diperbolehkan "Ciam-Sie" yaitu mengocok
keluar bilah bambu yang berisi ramalan, dan juga mem-
bunyikan tambur besar.
Saat itu memang terdengar ada yang memukul tambur
dengan irama yang enak didengar, saya kira petugas
vihara karena pukulannya mantap sekali - ternyata Hadi!

Pantai Burung Mandi, tempat wisata pantai dengan
banyak warung makan dibawah pepohonan kelapa juga
sepi2 saja, tak ada bebatuan indah seperti di Tanjung-
Tinggi, yang terlihat hanya pantai pasir putih saja.
Memang kalau sudah melihat pantai2 indah sekitar
TanjungPandan itu, maka pantai Burung Mandi maupun
pantai di Manggar tidak terlihat menarik lagi.

Kota Manggar yang berada di selat Karimata dulunya
pernah menikmati masa keemasan saat timah masih
berjaya, tapi kini telah lesu sunyi sepi.
Pelabuhan Manggar yang kami datangi, hanyalah
berupa pelataran kosong saja, menyedihkan sekali.
Pusat kota di dominasi rumah2 tua berlantai dua yang
kebanyakan terbuat dari kayu.
Jarang mobil melintas, motor pun hanya sesekali lewat.
Bukit Samak, daerah elit yang dulunya milik PN Timah
juga kini terlantar, disana sini terlihat reruntuhan rumah.
Memang kini ada beberapa bangunan untuk wisatawan
beristirahat, tapi pemandangan kearah laut juga tidak
begitu menarik karena terhalang pepohonan.

Menjelang sore, kembali mengarah ke TanjungPandan,
hujan lebat turun, tapi mobil satunya didepan kami
tetap saja ngebut, karena mengejar waktu agar sempat
melihat sunset di TanjungPandan.

Jalan kecil itu aspalnya memang mulus, tapi tentu
sedang licin sekali, dan dikiri kanan ada pepohonan.
Sopir kami rupanya tidak ingin tertinggal mobil didepan,
tapi dari gaya nyetirnya terlihat tidak terbiasa ngebut
begitu, saya mulai merasa was-was.
Benar saja !, saat jalan menurun dan persis memasuki
jembatan kecil, mendadak terlihat ada genangan air.
Pak sopir ini tampak terkejut dan kehilangan kontrol.
Akibatnya mobil dalam kecepatan tinggi dijalan licin itu
oleng hebat, dan sungguh-sungguh ajaib sekali -
bukan saja mobil kami tidak terbalik- juga bisa lolos
dari serempetan dengan sebuah truk yang persis tiba
dari arah depan.

Saking terkejutnya bisa lolos dari maut, kami semua
terdiam membeku, barulah cair setelah Hadi nyeletuk :
Untung tadi gua beli batu Satam nih !,
berkat batu sakti di kantong gua ini kita bisa lolos tuh !.

Pak sopir tidak kami omeli, tapi dinasihati bahwa tidak
usah ingin mengejar mobil satunya lagi itu.
Wah sungguh heran koq tadi mobil bisa tidak terbalik,
padahal oleng begitu hebat dijalan sempit dan licin itu.

Tepat kami tiba dipantai TanjungPendam dari kota
TanjungPandan - sunset menjelang, tapi sayang sekali
awan hitam kembali menutupi ufuk barat.
Seharusnya matahari yang terbenam dilaut lepas dari
Selat Gaspar itu bisa terlihat indah sekali.
Pak Hardianto menunjuk papan larangan turun ke pantai,
rupanya daerah itu dulunya bekas penggalian timah,
sehingga dasar lautnya berlumpur yang bisa menelan
orang yang berjalan diatasnya.

Makan malam di Restoran Sari Laut yang nikmat dengan
aneka sea food seperti kepiting, udang, cumi ,ikan dan
tentunya baso Belitung yang kriuk2, menjadi penghibur
hati yang tadi sempat mau copot itu.
Restoran besar itu rupanya tempat favorit untuk makan
enak, malam itu teman2 anggota Jalansutra : Grace,
Sienny, Nat dll juga makan malam disitu.

Kami menginap di Pondok Impian, hotel berlantai dan
berbintang dua ini dibangun diatas pantai reklamasi.
Sempat repot minta obat nyamuk semprot karena
tamu tak diundang itu cukup banyak menanti dikamar.

Malam itu laut tampak gelap sekali, tapi tampak bintik2
kecil2 terang misterius bergerak pelan dikejauhan -
rupanya itu orang yang berjalan di laut mencari udang.
Pagi hari baru lah jelas bahwa memang pantai yang
sedang surut sampai ketengah itu landai sekali.
Sebuah perahu yang terkandas sendirian tampak
sungguh mengesankan, terasa cocok sekali dengan
suasana pulau yang serba sepi itu.

Pilihan menginap di hotel yang berada didalam kota
TanjungPandan ini agar bisa mengejar penerbangan
pagi ke Jakarta, dan di airport H.AS. Hanandjoedin
kembali bertemu dengan teman2 Jalansutra yang
juga akan balik ke Jakarta.
Airport kecil ini juga hanya ramai saat Batavia Air
dan Sriwijaya Air datang sekali sehari dari dan ke
Jakarta itu, Airline lain dari Jakarta tidak ada.
Penerbangan dari/ke kota2 lain juga telah ditutup
akibat sepi penumpang.

Setelah tiba di Bandara Soekarno Hatta, barulah saya
"ngeh" kalau bawaan kami bukan saja tas perjalanan
tapi juga box2 karton isi oleh2 bertuliskan macam2:
HIT Pompa Obat Nyamuk -12 pcs, Aqua, BieHun,
sampai Ikan Tuna Kwalitet Istimewa segala, Haiyaa!.


Kerupuk Asli Belitung :
Jl. Gatot Subroto No: 39
TanjungPandan
telp: (0719)21765
HP: 08136712889.

Batu Satam:
Firman Zulkarnaen
Jl. Dahlan Rt 06/03
Pangkal Lalang - Tanjung Pandan.
telp: (0719) 22734
HP: 081 373 734555.

Restoran Sari Laut :
Jl. Wahab Aziz No: 29
(0719) 22257.

Restoran Nusantara Indah :
Jl. Jenderal Sudirman No: 227
Manggar-Belitung Timur.
HP: 0818 0813 5889.

Tuesday, September 18, 2007

TransTV 18 Sept 07 - Wisata Kuliner Edisi Ramadhan di Kota Tangerang.




Kalau kita membuka situs/web Pemerintah Kota Tangerang :
http://www.tangerangkota.go.id/view.php?mode=13&sort_no=1
dapat dibaca tentang obyek wisata religius di Kota Tangerang
yaitu Mesjid Pintu Seribu, sebagai berikut:

Kota Tangerang juga menyimpan sebuah misteri.
Salah satu misteri tersebut adalah Masjid Pintu Seribu Nurul Yakin di
Kampung Bayur Kelurahan Periuk Kecamatan Periuk Kota Tangerang.
Masjid ini memiliki daya tarik tersendiri sebagai objek wisata religius
karena keunikan arsitektur bangunan dan cerita yang terkandung di
dalamnya. Masjid ini mempunyai banyak sekali pintu.
Orang yang masuk ke mesjid akan sulit keluar melalui pintu yang sama.
Menurut cerita para orang tua dan sesepuh, mesjid tersebut dibangun oleh
para wali sebagai tempat dakwah sekaligus tempat persembunyian dari
gangguan penentang syiar Islam.

Mesjid yang dibangun tahun 1978 ini, walau lokasinya hanya berjarak
beberapa kilometer saja dari pagar Bandara International Soekarno-Hatta,
tapi karena lokasinya yang "ngumpet" didalam kampung, maka baru
belakangan inilah mulai dikunjungi sejak jalan raya kearah sana dibuat.

Tapi anggota Komunitas Jalansutra telah tiga kali berkunjung kesana,
dan ada beberapa tulisan anggota Jalansutra tentang Mesjid unik ini,
antara lain:
http://www.indonesiamedia.com/2004/10/early/budaya/budaya-1004-mesjid.htm
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0226/wis01.html

Malah JSers Lenita Sulthani dari Reuters Indonesia, juga telah masuk
kesana - hasil liputannya telah mendapat pujian dari kantor pusatnya.

Hari Selasa, 18 September 2007 dalam acara Wisata Kuliner edisi
Ramadhan, Trans TV menayangkan kunjungan ke Mesjid ini.
Seperti halnya kunjungan pak Bondan Winarno beberapa tahun lalu
kesana, kali inipun H.Karim yang biasa dipanggil Engkong Karim
menjadi penunjuk jalan - maklum begitu banyaknya pintu dan lorong
bak labyrinth bisa membuat orang tersesat didalamnya.

Selesai kunjungan ke Mesjid Pintu Seribu, Wisata Kuliner berlanjut
ke Saung Kemalasari, dimana sudah menunggu Dr.Benyamin.
Kali ini Dr. Ben bersama pak Bondan membuat menu masakan
khas Banten yaitu Rabek.
Dr. Ben yang dikatakan pak Bondan kalau "dokter-nya hanya sebagai
hobby, sedangkan profesinya adalah Mancing dan Masak", memang
bukan saja Maestro dalam soal memancing di laut dalam, ternyata
memang piawai dalam masak memasak khususnya masakan Banten.
Rabek yang juga makanan favoritnya Prof.Dorodjatun Kuntjorojakti,
harus memakai daging kambing, bukan Rabek kalau pakai daging lain,
Rapi namanya kalau pakai daging sapi - gurau pak Bondan.

Tayangan ditutup dengan buka puasa menikmati masakan Rabek
buatan Dr.Ben itu yang di apresiasi "Maknyuss" oleh pak Bondan.






Sunday, September 16, 2007

Travelink - Belitung part 2 : Kamar tidur dengan lima pintu.




Travelink = guratan tinta perjalanan.

Billiton, mendengar ini mungkin banyak orang jadi bingung,
ini nama lama pulau yang sudah berganti menjadi Belitung.

Pulau ini garis tengahnya timur - barat sekitar 79 km, dan
utara - selatan 77 km, diutara terdapat Laut China Selatan,
di sisi timur ada Selat Karimata, selatan Laut Jawa dan arah
barat dipisahkan dari pulau Bangka oleh Selat Gaspar.

Di peta, kota terbesar disana - Tanjung Pandan, letaknya
sejajar dengan Palembang, atau tepat diutara Subang.
Kota Tanjung Pandan selain mempunyai airport, juga
pelabuhan yang terletak di pantai dari Selat Gaspar itu.

Dari Tanjung Pendam - pantai kota Tanjung Pandan itu,
kalau menelusuri pantai mengarah keutara maka sekitar
20 Km akan tiba di Tanjung Binga, desa nelayan Bugis
yang menghadap ke p.Lengkuas.
Di pantai ini lah semula kami akan naik perahu ke pulau
Lengkuas, tapi pagi itu air sedang surut sehingga sangat
sulit untuk bisa turun dari dermaga ke perahu.

Maka perahu dipindah ke Tanjung Kelayang yang letaknya
lebih keutara lagi, persis disudut kiri atas pulau Belitung.
Tanjung Kelayang pantainya landai sehingga mudah turun
naik ke perahu.
Siang itu pula sekitar jam 15, setelah mengunjungi pulau
Burung kami mendarat kembali di pantai Tanjung Kelayang
yang berjarak sekitar 27 Km atau 30 menit berkendara
dari kota Tanjung Pandan.

Karena sudah lelah hampir seharian main di laut itu,
maka kami menuju Lor-In, resort bintang tiga, yang
berada ditepi pantai Tanjung Tinggi.
Ternyata perjalanan singkat saja, dan kami langsung
menuju ke cottage masing2, dan sepakat satu jam
kemudian kumpul lagi untuk melihat "pantainya Dian
Sastro" lalu mengunjungi Resort Bukit Berahu yang
kabarnya tempat terbaik di Belitung untuk menikmati
keindahan Sunset.

Lor-In cottage memang asri, hanya dipisahkan oleh
sebuah jalan dengan pantai Tanjung Tinggi yang landai
berpasir putih dan ditepi laut tampak bebatuan granit
menyembul indah.

Tapi saat memasuki kamar cottage, kami terheran-
heran melihat begitu banyak pintu didalam kamar tidur:
pintu masuk, pintu belakang, pintu kamar mandi dan
anehnya ada lagi pintu samping - sampai dua buah lagi !

Saat membuka pintu kamar mandi, kami makin bengong
karena kamar mandi tidak ada atapnya !, tidak pakai
tralis pula!
Memang ada temboknya setinggi 2,25 meter, tapi
komplek cottage itu tidak ada pagar sama sekali.
Didepan langsung ada jalan raya dan dibelakang malah
hanya terlihat tanah kosong.
Astaga!, kunci kamar mandi ternyata rusak, tidak bisa
di kunci dari dalam, komplit dah bikin senewen-nya!.

Yah sudah, nanti malam gimana nanti lagi dah, sejam
kemudian kami sudah didalam kendaraan lagi dan hanya
beberapa menit sudah sampai di "Pantai Dian Sastro" -
yang jadi beken karena disitulah dulu Dian Sastro berfoto
untuk iklan sabun mandi.

Ternyata pantai Tanjung Tinggi disitu memang sungguh
indah, berbentuk teluk kecil, berpasir putih halus dengan
dikedua ujung teluk tampak menjulang tinggi bebatuan
granit besar-besar beraneka bentuk, cantik sekali.
Tampak pantai ini banyak dikunjungi wisatawan yang
bisa berenang, menyelam atau bermain dipantai berpasir.

Seru sekali kami selusupan diantara/dibawah bebatuan
besar-besar yang tingginya sampai belasan meter itu.
Sayang sekali masih ada orang yang tega meninggalkan
sampah begitu saja - botol plastik bekas malah sampai
box karton-nya pula ditinggal begitu saja diatas pasir
pantai yang begitu putih bersih.

Dipantai ini terlihat Warung Rindu Pantai yang masakan
Gangan-nya dijagokan oleh Robiyati, tapi karena belum
waktunya makan maka tidak mampir.
Perjalanan diteruskan ke Tanjung Binga untuk mampir
ke Kampung Nelayan Bugis.
Kami menelusuri dermaga yang dibangun menjorok jauh
ketengah laut, dan tampak banyak pulau tidak jauh dari
pantai diantaranya pulau Burung dan pulau Lengkuas.

Tidak berlama-lama disitu karena matahari tampak
makin turun, maka segera menuju Bukit Berahu Resort
yang berada diatas bukit tepi pantai Selat Gaspar.
Resort ini terletak 18 km dari kota Tanjung Pandan,
setelah parkir kami memasuki restoran dan tampak
pemandangan dari tempat ini sungguh mengagumkan.
Dibawah tampak kolam renang yang cantik sekali,
dengan latar belakang laut dikejauhan.
Cottage-cottage nya dari kayu dengan gaya tradisional
Belitung, dibangun pada lereng bukit sampai ke pantai.
Karena menghadap ke barat/kearah laut lepas, maka
saat Sunset akan mendapatkan pemandangan yang
leluasa dari ketinggian kearah matahari tenggelam.

Kami ramai-ramai duduk di meja, menikmati kopi/teh
dan pisang goreng, nun jauh dibawah/didepan kami
tampak laut lepas dan sang surya yang sinarnya makin
menguning melemah mulai menuju peraduannya.
Sayang sekali ada gumpalan awan hitam persis berada
dititik matahari akan tenggelam, tapi tidak mengurangi
suasana syahdu perubahan dari terang ke gelap itu.

Kini saatnya makan malam untuk menikmati makanan
Belitung yang tentunya tidak boleh dilewatkan, yaitu
aneka sea food, khususnya Gangan - sup asam pedas
kepala ikan, Ilak bakar,tumis genjer, cumi, udang
dan rajungan.
Kami menuju Restoran Mabai dipantai Tanjung Tinggi,
hebatnya restoran besar yang terkenal itu, yang jumlah
kursinya saya hitung ada sekitar 250 - malam itu tamu
yang datang hanya kami bersepuluh orang saja !
Sempat terfikir, jangan-jangan karena ada berita ombak
tinggi di pantai selatan yang terjadi tadi siang hari itu
membuat orang takut ke pantai.

Tapi sudah kepalang dan tentunya makanan yang lezat
membuat kami melupakan berita itu, dan menutup malam
gembira itu dengan bebas ber-karaoke sepuasnya,
maklum tidak ada tamu lain.

Setiba di kamar cottage, supaya bisa tidur nyenyak tentu
harus "mengamankan" dulu pintu yang begitu banyak,
termasuk pintu kamar mandi yang tidak bisa dikunci -
sempat "setengah mati" nyari akal bagaimana membuat
pintu itu tidak gampang dibuka dari dalam kamar mandi
yang tidak beratap itu.

Awalnya tentu dibayangi kekhawatiran didatangi tamu tak
diundang, satu dari atas (orang naik pagar tembok kamar
mandi) dan satunya lagi dari bawah yaitu datangnya ombak
besar dari laut yang berjarak hanya sekian puluh meter.
Untunglah berkat rasa lelah akibat perjalanan seharian
yang seru itu, kami langsung terlelap sampai pagi.


Thursday, September 13, 2007

Foto Belitung jepretan pak Hardianto - pemilik HSL Tour.




Pak Hardianto ternyata tidak saja piawai dalam membimbing
kami menelusuri Belitung, tapi juga jepretan kameranya keren2,
ini beberapa karya fotonya di pulau Lengkuas dan pulau Burung.

Wednesday, September 12, 2007

Intisari Agustus 2007 : Dubrovnik - Mutiara Cantik Ditepi Adriatic.





“Those who seek Paradise on Earth should come to see Dubrovnik”.

Demikian ujar George Bernard Shaw, yang rupanya begitu terpukau
saat berkunjung ke kota tersebut.
Selintas tentu ungkapan itu terasa berlebihan, tapi yang bicara ini
bukan orang sembarangan, dia pemenang Nobel Kesusasteraan tahun
1925, dan juga Oscar tahun 1938 untuk naskah film Pygmalion.
Maka tentulah pantas sanjungan-nya itu kita simak atau malah kita
uji sendiri kebenarannya dengan berkunjung pula ke Dubrovnik.

Tentunya dimana letak Dubrovnik tidak banyak orang yang tahu,
jangankan kota kecil itu - mencari letak negaranya saja yaitu
Croatia didalam peta, kita bisa “keringatan”.
Negara pecahan Yugoslavia ini ternyata menyimpan segudang
keunikan, bentuk wilayahnya seperti Boomerang dengan sisi
panjangnya adalah tepian Laut Adriatic.
Laut terbersih didunia ini adalah cabang Laut Mediterania,
bentuknya seakan sebuah kanal selebar 175 kilometer yang
menusuk masuk ke ulu hati benua Eropa sejauh 800 km.
Kalau salah satu sisi “kanal” itu adalah pantai Italy, maka sisi
lainnya adalah Semenanjung Balkan dimana Croatia berada.

Garis pantai Italy relatif lurus, datar dan tanpa pulau di lepas
pantainya, sebaliknya pantai Semenanjung Balkan berbukit-bukit
serta berkelok-kelok indah sekali, dengan banyak sekali pulau
besar kecil berjajar sepanjang dan tidak jauh dari pantai.
Hal inilah yang membuat pantai semenanjung Balkan bukan saja
indah juga nyaman dan aman, sehingga menarik turis berdatangan.

Diujung paling bawah boomerang-shaped Croatia itulah terletak
Dubrovnik, kota ditepi laut Adriatic yang saking cantiknya sampai
dijuluki : Pearl of the Adriatic.

Dubrovnik memang sungguh menakjubkan, berusia ratusan tahun
dengan dinding benteng tinggi mengelilingi kota, dan sejak
tahun 1979 ditetapkan oleh Unesco sebagai World Heritage karena
sarat dengan berbagai gereja-biara-istana dan air mancur bergaya Gothic/Renaissance/Baroque yang sangat terpelihara baik.
Seluruh isi kota seakan menjadi monumen, ditambah dengan
arsitektur dan alam yang begitu indah, menjadikan Dubrovnik
kota yang paling cantik di Croatia.

Mencapai Dubrovnik paling praktis tentu lewat udara.
Ada penerbangan reguler setiap hari dari London dengan
British Airway (beberapa kali seminggu dengan Croatia Airlines).
Penerbangan harian juga ada dari ibukota Croatia Zagreb atau
dari Dublin dengan Air Lingus.
Lewat laut, bisa dengan ferry internasional dari Bari (Italy).
Kami sendiri memilih jalan darat, berangkat dari Sarajevo/Bosnia
pada pagi hari Sabtu 28 Oktober 2006.
Karena mampir dulu ke Medjugorje dan Mostar, dan harus melalui
pemeriksaan imigrasi yang cukup lama di border Bosnia dan Croatia
(negara Balkan belum masuk Schengen), sekitar jam 21 barulah bus
kami tiba direstoran Komin di Babinkuk Holiday Park Dubrovnik.

Selesai makan malam, kami menuju President Hotel yang berbintang
empat dan setelah menerima kunci kamar, dengan ter-kantuk2 kami
memasuki kotak lift, lalu tekan tombol angka 7 .
Tapi kemudian kami semua terperangah, sesudah pintu lift tertutup
bukannya lantai lift terangkat sesuai asumsi kami, malah sangkar lift
itu bergeser kesamping dan mulai miring menurun!
Astaga!, ternyata hotel dibangun mengikuti kemiringan lereng bukit.
Jadi lobby-nya ada di atas bukit, dan tingkat-tingkat lantai hotel
berikutnya ada dibawahnya sampai ke tepi pantai, tidak ubahnya
bentuk terasering petak-petak sawah di lereng pegunungan.
Maka sangkar lift itu berjalan miring diatas sebuah escalator.
Pengalaman teman kami lebih heboh lagi, pasangan yang membawa
dua anak kecil ini sampai histeris, dikiranya kabel lift itu mau putus.
Sambil teriak-teriak kalap mereka berebutan memenceti seadanya
tombol-tombol yang ada didalam lift.

Esok pagi-nya, hiruk pikuk semalam itu langsung terbayar lunas,
karena saat terbangun kami mendapati pemandangan dari kamar
kearah laut yang luar biasa indahnya.
Tampak laut yang berwarna crystalline blue, airnya tenang sekali
terlindungi oleh deretan pulau-pulau besar kecil, dan kebetulan
sekali ada sebuah kapal pesiar besar warna putih sedang melintas.
Tampak cantik dan anggun sekali bak Angsa putih sedang
meluncur tenang diatas air membiru itu.

Setelah makan pagi, dengan bus kami menuju highlight perjalanan
kami di Croatia ini yaitu memasuki Old City of Dubrovnik.
Dubrovnik mempunyai sejarah yang menarik, pernah selama ratusan
tahun menjadi Republik Ragusa yang perdagangannya maju sekali
Mereka bisa berdagang dengan banyak negara, mulai dari Turki
sampai India di timur (dengan menempatkan seorang consul di Goa),
dan punya perwakilan perdagangan di Afrika (Cape Verde).
Selain menjadi negara yang kuat dalam perdagangan, art dan culture
juga maju sekali.
Republik Ragusa yang mencapai jaman keemasan pada abad 15 dan
16, sangat menghormati kebebasan termasuk menyetop perdagangan
budak pada tahun 1418. Dan ternyata negara pertama yang mengakui
kemerdekaan Amerika adalah Republik Ragusa ini.

Belakangan perdagangan di Mediterrania meredup, kemalangan
demi kemalangan menerpa – terjadi gempa bumi dahsyat tahun
1667 yang meluluh lantakkan Dubrovnik.
Pukulan maut bagi Republik Ragusa bukanlah kejadian itu, tapi
datang dari pasukan Napoleon pada tahun 1806.
Awalnya Napoleon hanya memblokade Dubrovnik, tapi akhirnya
memasuki kota. Pada hari itu seluruh bendera didalam kota
Dubrovnik di cat hitam sebagai tanda duka yang mendalam.

Perjalanan dengan bus hanya sebentar saja dan kami diturunkan
di depan Pile Gate, salah satu dari dua gate dari bentengan kota
kuno yang diameternya sekitar 500 meter itu.
Memang bentengan banyak dimana-mana, tapi bentengan ini
unik sekali karena dibuat bukan cuma untuk melindungi sebuah
kastil, tapi sebuah kota yang cukup besar.
Panjang kelilingnya sampai dua kilometer, tingginya 25 meter
dan mempunyai 15 buah menara.
Dinding benteng yang dibangun antara abad 13 dan 16 , masih
sangat utuh seperti awalnya.

Bersama banyak turis lain kami berjalan memasuki Pile Gate dan
kemudian kami seakan terdampar mundur ke abad pertengahan.
Didepan kami tampak membentang Stradun, jalan utama Old City
dan disebelah kanan tampaklah Big Onofrio Fountain yang dibangun
tahun 1348, yang tampak atraktif berupa huge central dome dengan
16 buah pancuran disekelilingnya.
Anak tangga sekeliling fountain tampak menjadi tempat duduk para
pengunjung yang kelelahan.
Juga tampak Franciskan Monastery, pabrik farmasi tertua di Eropa
yang sudah mulai beroperasi pada tahun 1391.

Dimana mana terlihat gedung-gedung kuno yang tinggi-tinggi,
dengan tembok batu kapur warna coklat keabuan, semua gedung
seragam beratapkan genteng warna merah.
Sama sekali tidak terlihat tanda tanda modernisasi, walaupun
banyak rumah itu dijadikan toko atau restoran tetapi tidak ada
satupun yang memasang papan nama atau spanduk.

Kami kemudian menapaki Stradun, city promenade yang panjangnya
292 meter dan lebar 15 meter ini sejak tahun 1468 beralaskan
batu marmer. Telapak kaki orang yang lalu lalang selama berabad-
abad menjadikannya seolah digosok setiap hari, hingga kini tampak
licin berkilat.
Dimalam hari lantai itu memantulkan cahaya lampu, maka tampak
menakjubkan - berkilau indah sekali.
Diujung Stradun sampailah kami di Orlando Column, sebuah
plaza yang menjadi tempat paling favorit bagi para turis untuk
menikmati suasana kota.
Tampak banyak orang duduk-duduk santai di kursi yang
disediakan oleh cafe-cafe, maupun ditangga St. Blaise Church
yang bergaya Baroque dan merupakan gereja dari Santo Blaise –
Santo pelindung kota.
Sekeliling plaza tampak berbagai bangunan kuno lainnya seperti
Small Onofrio Fountain, Sponza Palace ( Gothic Renaissance
Palace ini salah satu dari sedikit bangunan yang selamat dari
gempa bumi dahsyat tahun 1667 ), Bell Tower, dan Rector
Palace yang dibangun tahun 1441 dan kini dijadikan city museum.
Benarlah kata walikota Dubrovnik bahwa kota ini bukanlah
Museum Kota tapi Kota yang sarat dengan Museum.

Kini saatnya kami naik ke atas dinding benteng dan akan
berjalan disana mengelilingi kota kuno yang dibangun
menjorok kelaut itu.
Begitu sampai diatas dinding kami langsung terpana melihat
pemandangan kearah luar benteng yang indah sekali.
Kami rupanya berada diatas St.John Fort, dan dibawah kami
tampak Old Port Dubrovnik. Diatas air laut yang membiru
banyak boat sedang berlabuh dimuka berbagai gedung kuno
yang memakai genteng merah, dengan dilatarbelakangi
lereng kehijauan dari Mount Sergius, mempesona sekali.

Tak jauh dari Old Port tampak sebuah kapal wisata besar
sedang berlabuh, perahu perahu tampak menjemput para
penumpang yang mau mendarat di kota Dubrovnik atau
bertamasya menuju ke pulau2 sekitar.

Kalau pandangan dialihkan kedalam kota, tampak lautan
genteng merah yang terlihat rapih sekali karena semua
gedung didalam kota tua seragam memakai genteng
warna merah sehingga kontras dengan warna hijau dari
lereng Mount Sergius dibelakang kota dan langit yang
berwarna biru cerah.

Sepanjang perjalanan menelusuri dinding benteng itu kami
disuguhi pemandangan yang sungguh luar biasa cantik.
Baik kearah laut yang terlihat begitu bersih membiru,
maupun kearah kota kuno yang begitu terjaga keasliannya
seperti sekian ratus tahun lalu, sungguh menawan hati.

Saat tiba kembali dihotel, persis Sunset menjelang, kami
semua berebut mencari tempat yang strategis ditepi pantai,
untuk menyaksikan bola kemerahan yang makin meredup
sinarnya itu dengan perlahan masuk ke peraduannya.
Hari dan tahun boleh berganti tapi tidak dengan Dubrovnik
yang tetap abadi, setia dengan keaslian dan keindahannya.

Tuesday, September 11, 2007

Foto pernikahan Nuke&Wimpie, 22 Juli 2007.




Diawali dipertemukan dirumah Jl.MT.Haryono 12 Tangerang,
dilanjutkan pemberkatan di Gereja Santa Maria Tangerang,
dan Resepsi di World Harvest Center Lippo Karawaci.

Thursday, September 6, 2007

Pulau Lengkuas & Burung: "Hidden Paradise" di Belitung.




Saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta terminal 1 B,
Jumat 18 Mei 2007, kami terkejut melihat antrian panjang
calon penumpang yang akan memasuki bangunan bandara,
terutama alur yang bawa koper besar. Untunglah karena kami
bawa handbag saja, dibolehkan lewat jalur lain yang lebih sepi.
Untungnya lagi proses check-in lancar, dan pesawat B737-200
Sriwijaya Air yang penuh penumpang juga on time, jam 6.45
sudah gerak menuju posisi take-off.
Pesawat ini kayaknya sudah lumayan uzur, senderan kursinya
ada yang melorot ke-belakang, tray/tutup closet/tombol pintu
toilet sudah pada butut dan pengumuman yang disampaikan
oleh pramugari sepoi-sepoi saja alias nyaris tak terdengar.

Penerbangan menuju ke Belitung ini singkat saja, jadi teringat
perjalanan kami ke Bangka beberapa tahun lalu, waktu itu
mama mertua nyeletuk saat mendarat :
Cepet amat sampe, pantat belon panas udah bangun lagi!

Memang dulu kami pernah ke Bangka, semula mau sekalian
dengan ke Belitung, tapi Jetfoil antar pulaunya sedang rusak/
naik dok. Karena tidak ada penerbangan antar kedua pulau
yang sangat berdekatan itu, maka terpaksa tour kali itu
hanya keliling-keliling di pulau Bangka saja.

Tentunya males kalau pergi lagi hanya untuk ke Belitung saja,
tapi karena kena provokasi Robiyati, anggota Jalansutra yang
tukang kukurilingan ini bercerita tentang indahnya pulau-
pulau lepas pantai Belitung yang seakan Hidden Paradise itu
maka jadi juga-lah kami bersepuluh berangkat untuk wisata
dua malam.

Pesawat landing dilandasan yang terasa gerudugan tidak rata,
dan sekian lama meluncur koq pesawat masih kenceng aja.
Istri saya terlihat mulai cemas- koq nggak di-rem2 sih katanya.
Akhirnya semua lega setelah pak pilot nge-rem habis2an,
jangan2 pak pilot-nya keasyikan ngobrol lupa nginjek rem.

Perjalanan dari airport hanya 25 menit sudah tiba didalam kota
Tanjung Pandan, dan langsung kami diajak makan Mie Achoi.
Ke kian dan baso ikan-nya memang dahsyat, alhasil kami
ramai2 pesan baso ikan yang garing kriuk2 itu sampai 600 butir
untuk oleh2 dibawa pulang lusa-nya.

Kemudian kami mempersiapkan diri untuk highlight tour ini,
yaitu menuju hidden paradise di Belitung :
Pulau Lengkuas dan Pulau Burung.

Kami mampir dulu di Restoran Pribumi, selain mengambil
lunch-box juga untuk tukar baju dan sandal.
Pak Hardianto, pimpinan HSL Tour yang mengantar kami
memberikan briefing, bahwa kita akan naik perahu nelayan
ber-mesin tanpa atap.
Walau main dilaut tapi aman imbuhnya, sudah disediakan
pelampung surang satu dan juga tali belasan meter -
ini untuk jaga-jaga saja katanya pula -seandainya terpaksa
turun ke air maka akan bisa berpegangan tali itu agar tidak
tercerai berai - bujugbuneng ! - denger kesiapan yang
spektakuler ini malah hati jadi dag dig dug.

Kota Tanjung Pandan terletak dipantai barat dan agak di-
utara pulau Belitung yang berukuran sekitar 80 X 80 Km.
Perjalanan menuju pantai Tanjung Kelayang tempat perahu
menunggu mengarah keutara melewati jalan yang mulus,
jarak 27 km itu ditempuh dalam waktu setengah jam saja.

Turun dari mobil Toyota Innova, tampak sebuah perahu
nelayan dari kayu dengan lebar 1,5 meter, panjang 7 meter
berada sekitar 5 meter dari bibir pantai, air laut sedang surut.
Berarti kami harus jalan diair dulu barulah bisa naik, tampak
sudah disiapkan tangga kayu untuk naik ke geladak terbuka.
Melihat perahu yang begitu sederhana dan akan dimuati
sekian banyak orang maka seorang teman langsung
mengundurkan diri, biar dibujuk-bujuk dia tetap memilih
menunggu dipantai, waduh gimana nih?.

Karena sudah kepalang maka sepakat teruskan saja,
hati-hati berjalan memasuki air dan naik ke geladak,
duduk bersisian dan ibu-ibu nya buka payung karena
matahari lumayan terik.
Perahu didorong ketengah lalu mesin diesel perahu
dihidupkan yang mendorong perahu berjalan dengan
kecepatan seperti orang bersepeda santai.
Suara mesin bunyinya ritmik ding-ding-ding-ding-ding
terdengar unik dan lucu.

Baru beberapa menit saja - perjalanan yang semula
dikira akan menegangkan ternyata malah sebaliknya.
Tiupan angin semilir terasa sejuk mengalahkan terik
matahari - payung mulai ditutup, dan makin ketengah
kami makin diasyik-kan oleh pemandangan yang
memukau - air laut tampak cantik sekali warna bergradasi
hijau - biru dan hitam kalau ada pulau karang bawah laut.
Perahu sesekali berjalan melewati pulau karang kecil
dan bebatuan granit besar kecil yang menyembul dari
permukaan air - cantik sekali.

Pulau Lengkuas yang kami tuju mudah dikenal karena
tampak ada mercu suar yang dibuat tahun 1882.
Hebatnya, mercu suar kuno berwarna putih yang terbuat
dari besi itu, ternyata masih berfungsi baik - mengamankan
lalu lintas kapal yang menuju ke pelabuhanTanjung Pandan
atau akan memasuki Selat Gaspar yang memisahkan
pulau Bangka - Belitung.

Tak terasa sudah 45 menit dan kini perahu mulai mendekat
ke pantai pulau Lengkuas.
Dengan hati-hati perahu memasuki alur yang agak dalam
diantara dasar laut ber-karang.
Karena dasar laut dangkal, maka kami harus turun walau
perahu masih agak ditengah, lalu jalan di air setinggi paha -
air laut jernih sekali, bergradasi hijau muda sampai biru tua.
Setelah agak bersusah payah berjalan diatas dasar pasir
yang tidak rata, sampailah di pantai yang berpasir putih,
didepan kami menjulang gagah mercu suar setinggi 60 meter.

Kami disambut penjaga mercu suar yang ramah, dan rasa
lelah akibat udara panas segera terobati dengan minum
air kelapa muda yang dipetik bapak penjaga itu.
Sebagian teman memilih bersantai menikmati pemandangan
pantai, sebagian menuju mercu suar untuk coba mendaki
sampai ke puncak-nya.

Saat memasuki pintu dasar menara, sempat terbersit rasa
seram juga karena didalam terlihat ada kerangkeng besi,
rupanya dulu mercu suar itu berfungsi sebagai penjara pula.
Tangga menuju keatas terbuat dari besi yang disana sini
mulai berkarat, dan menaiki menara setinggi 19 lantai itu
tentu lumayan melelahkan, tapi rasa penasaran membuat
kami pantang menyerah.
Dan betul saja saat tiba diatas, kami disuguhi pemandangan
yang sungguh menakjubkan.
Nun jauh dibawah tampak dasar laut yang warna air lautnya
bergradasi cantik sekali dari hijau ke biru sampai hitam,
dengan disana sini tampak bebatuan granit besar kecil
menyembul dari dasar laut - sungguh luar biasa cantiknya.
Kalau memandang ke arah pulau Belitung, tampak pulau
yang hijau dengan awan gelap mengambang diatasnya.

Setelah puas menikmati pemandangan, kami minta diri
dan kembali ke perahu, untuk menuju pulau Burung yang
memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk mencapainya.
Pulau ini tidak berpenghuni, ada sebuah villa dari kayu
yang sudah tidak dihuni, konon pemilik pulau itu sudah
lama tidak menempati villa itu lagi.
Pulau ini dipantainya terdapat berbagai bebatuan granit
yang besar2, ada yang berbentuk mirip burung, ada yang
berbentuk seperti jari tangan, ada yang unik sekali karena
sebuah batu besar bisa bertengger diatas batu kecil.
Kami kemudian menerobos pulau yang lumayan rimbun
penuh pohon kelapa dari satu sisi pantai ke sisi lain, dan
juga menerobos dibawah celah batu yang sempit karena
jalan tepi pantai itu tertutup bebatuan sampai ketengah.

Disatu tempat saking asyiknya memotret pantai dengan
bebatuan yang begitu unik dan cantik itu, saya tertinggal
teman2, dan mendadak saya menyadari betapa sunyinya
disitu seakan ditengah malam buta - tidak ada setitik
suarapun terdengar - deburan ombak pun tidak
Padahal itu disiang hari dan didepan mata saya terbentang
pemandangan yang begitu memukau : pantai pasir putih
bersih dengan batu burung yang cantik itu dilatar belakangi
air laut yang menghijau dan langit dengan berawan berarak-
terasa sungguh begitu tenang dan damai.
Entah dimana lagi saya bisa menemukan tempat/suasana
yang begitu menenteramkan hati.

Setelah membuka lunch box dengan minum air kelapa
muda yang dipetik tukang perahu, kami segera berkemas
dan kembali ke pantai pulau Belitung karena langit diatas
pulau Belitung tampak makin mendung dengan petir
berkilatan tanda hujan lebat.

Saat jam 15 tiba kembali dipantai Belitung, barulah HP bisa
aktif lagi dan saat melihat SMS, ada berita dari Robiyati
bahwa siang itu dipantai selatan pulau Jawa ada fenomena
alam yang aneh yaitu gelombang pasang yang besar sekali.

Astaga, untung saja baru tahu-nya sekarang, kalau saja
baca SMS nya sewaktu masih ditengah laut bisa jantungan.