Monday, June 9, 2014

Tour Flores 25-30 Mei 2014, part 3: Kelimutu

Kelimutu, foto dari pak Leonard, kawah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo
platform beton dipuncak Kelimutu, di peta pada titik warna merah dibawah huruf N dari kata DENAH
sunrise menjelang

Sunrise dilihat dari puncak, dilatar depan mulai kelihatan danau kawahTiwu Nuwa Muri Koo Fai
platform beton dipuncak Kelimutu
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai
platform dipuncak Kelimutu, ada tugu kecil diatasnya




Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, dikejauhan tampak Tiwu Ata Polo

Tiwu Nuwa Muri Koo Fai


Tiwu Nuwa Muri Koo Fai
Kawah Tiwu Ara Mbupu - konon roh orang2
tua bersemayam disitu

dikanan tampak jalan tangga menuju puncak/tempat foto ini dibuat
Kawah menyeramkan Tiwu Ata Polo yang
diyakini tempat bersemayamnya roh-roh jahat.

Sekat antara dua kawah yang sudah tipis dan sudah tidak bisa lagi dilalui


Tiwu Ata Polo, lihat sekat tipis ditengah kiri yg memisahkannya dgTiwu Nuwa Muri Koo Fai   .  Tanah tepian kawah begitu rawan runtuh/longsor
jala menuju puncak




rame2 pose diatas platform puncak Kelimutu  sebelum balik ke mobil

tepi kawah yang terjal menyeramkan dari Tiwu Ata Polo







Gunung Kelimutu dilihat dari desa Moni tempat kami menginap

dari teras villa Eco Lodge di Moni, tampak menyembul sedikit puncak Kelimutu



Gunung Kelimutu (Keli=gunung, mutu=mendidih) adalah
strato-volcano yang terletak ditengah Flores, statusnya kini
dormant, setelah letusan terakhir tahun 1968.
Lokasinya timur laut dari Ende, selintas gunung biasa2 saja,
tingginya hanya 1639 meter jauh dibawah Gede/Pangrango
yang 3 ribuan meter dari permukaan laut, apalagi dibanding-
kan Semeru (3676 mtr dpl - gunung tertinggi di pulau Jawa).

Tapi inilah gunung yang sungguh unik, dipuncaknya bukan
saja ada sampai tiga kawah, juga air danau didalam kawah itu
warna-nya bisa beda2 dan bisa ber-ganti2 pula dari biru/merah/
hijau/hitam/putih dll, sungguh menakjubkan.
Diduga perubahan warna karena aktivitas kimiawi mineral
dalam air danau, yang dipicu aktivitas vulkanik kawah itu.

Awalnya ditemukan tahun 1915 oleh B van Suchtelen orang
Belanda, dan tahun 1929 Y.Bouman membuat tulisan yang
mempopulerkannya, sampai pernah masuk salah satu tempat
wisata paling populer di Indonesia:
http://www.unikdunia.com/2012/05/10-tempat-wisata-paling-
populer-di-indonesia.html

Tepat waktu jam 04.00 WITA kami start dari hotel, tidak jauh
iringan 4 mobil kami berbelok masuk jalan aspal kecil dan
mendaki di kegelapan menembus hutan.
Sempat mikir, kalau ada yang nyegat berabe juga karena
sepi sekali, dikiri jurang dan dikanan tebing penuh pohon.

Sekitar jam 5 tibalah dihalaman parkir yang luas, turun dari
mobil kami semua terpana, langit begitu bersih dan rasanya
sudah lupa kapan terakhir bisa melihat langit yang begitu
jernih dipenuhi bintang gemerlapan, sungguh menawan hati.

Lokasi itu tentu masih jauh dari puncak gunung, sekeliling
masih hutan, setelah siap kami mulai menapaki tangga -
tidak terlalu terjal sih, tapi gelap bukan main.
Untunglah kali ini saya tidak kelupaan lagi bawa senter,
biasanya kalau masuk telusur gua kelupaan melulu.
Kesian teman yang tidak bawa (karena niat awal kan naik
jam 6 pagi) jadi pake lampu handphone aja seadanya -
semua harus extra hati2 karena sangat gelap.

Berjalan hati2 sekitar 15 menit, kiri kanan tidak lagi hutan,
kini di semacam dataran dan pandangan terbuka, jalannya
pun tidak terlalu nanjak, tapi perjalanan masih jauh dan
langit keliatan mulai terang, wah harus cepetan jalannya.
Sekitar 10 menit, ketemu tangga mengular keatas konon
250 anak tangga, kali ini lumayan nanjak bikin ngos2an
apalagi buru2 supaya nggak telat lihat sunrise dari puncak.

Udara tidak terlalu dingin, padahal saya sdh pakai longjohn
segala, sejuk2 saja seperti kata bu Lisa Hendrawan kemarin.
Setelah ngos2an 15 menit tibalah dipuncak tangga, tampak
dataran sekitar seukuran lapangan basket, itu bener2 puncak
karena pandangan keseliling terbuka, tidak ada pepohonan.
Ditengah dataran sempit itu dibuatkan semacam platform
dari beton, ukuran sekitar 5 kali 3 meter dan tinggi 2 meter,
ditengahnya ada tugu pendek saja, ada tangganya sehingga
pengunjung bisa naik, maka dari ketinggian itu pemandangan
keliling makin terbuka/leluasa. 
Bersama para turis dalam dan luar negeri, kami duduk di
tangga menghadap ke timur menunggu momen sunrise.

Ufuk timur mulai terang pelan2, sayang ada awan menutupi
sehingga sunrise-nya tidak spektakuler.
Dan dalam keremangan yang makin pudar, tampaklah dua
danau kawah besar yang bersisian di arah tenggara.
Danau kawah yang lebih dekat warna airnya hijau, itulah
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai yang dipercaya penduduk lokal
sebagai tempat bersemayamnya roh para muda mudi.
Ada dinding tipis yang memisahkannya dengan kawah lain
yang lebih jauh dari puncak tempat kami berdiri, air-nya
berwarna hitam/gelap - itulah kawah Tiwu Ata Polo yang
diyakini tempat bersemayamnya roh-roh jahat.

Dari puncak itu kalau melihat ke barat, terlihat air danau kawah
berwarna biru gelap dari Tiwu Ara Mbupu - konon roh orang2
tua bersemayam disitu. Memang sekitar tiga kawah itu diyakini
tempat keramat oleh penduduk setempat, pengunjung diminta
untuk menaruh respek selama berada disana dengan tidak
mengotori tempat itu, dan berjalan di track yang ditentukan.

Matahari makin naik, dan pandangan ke kawah2 yang warna
air-nya beda2 itu makin jelas - terlihat dinding kawah yang
begitu terjal sekitar 70 derajat, dengan permukaan airnya sekitar
seratusan meter dibawah bibir kawah.
Kami asyik kesana kemari sekeliling tugu untuk mencari lokasi
yang bagus kearah berbagai kawah untuk berfoto.

Memang ada pagar besi pengaman, sayangnya jadi mengganggu
dalam ambil foto, saya lihat antara pagar pengaman dengan tepi
kawah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai masih ada dataran cukup lebar,
maka saya loncati pagar shg bisa berfoto tanpa terhalang pagar.
Tentu harus sangat hati2, karena tanah disitu agak gembur/
labil, tahun 1995 ada turis Belanda jatuh kedalam kawah itu.
Tim rescue yang turun dengan tali dan masker oksigen gagal
menemukan, mereka hanya berhasil mengambil sample air
yang ternyata pH-nya 0.5 dengan suhu 37 C.

Sekitar jam 6.30 kami turun dari puncak, ambil jalan yang tadi
tapi sebelum masuk hutan diajak mendaki tangga lain yg tidak
terlalu tinggi untuk melihat dari dekat kawah Tiwu Ata Polo
(kawah ini hanya terpisah sekat tipis dangan kawah lainnya).
Kawah yang lokasinya paling jauh dari puncak Kelimutu ini,
dipercaya tempat bersemayamnya roh-roh jahat. Tangga dibuat
sampai persis nyampe ke bibir kawah yang menyeramkan itu.
Ada pagar pengaman, dari titik itu bisa melihat dinding kawah
yang nyaris tegak lurus didekat kaki kita, dan nun jauh dibawah
tampak air yang berwarna kehitaman.
Kabarnya danau ini yang paling sering gonta ganti warna. 

Penasaran pengen bisa lihat sekat antar dua kawah lebih jelas,
saya loncat pagar lagi, dengan pelan2 coba mendekati sekat itu,
harus sangat hati2 berjalan didekat tepi kawah itu karena tanah
kelihatan agak gembur/labil.
Akibat gempa tahun 1992, sekat kawah yang 20 tahun lalu
masih masih lebar dan bisa dilalui, kini tinggal selebar satu
meteran saja, juga tidak lagi berupa jalan yang rata tapi sudah
tidak beraturan, sungguh hanya orang kurang waras yang
berani melaluinya. (lihat foto)

Setiba di hotel kembali, langsung breakfast di restoran hotel
sambil memandang puncak Kelimutu dikejauhan, walau sajian
hanya nasi goreng tapi tidak mengurangi rasa lega dan bahagia
sudah bisa mendaki dan melihat danau kawah spektakuler itu.

Saturday, June 7, 2014

Tour Flores 25-30 Mei 2014, part 2:


patung Bung Karno ditaman Renungan - Ende
baru mendarat di airport Ende
menuju gerbang Kampung Adat Saga


tangga yg sulit untuk mendaki keatas Kp Saga









pak Leonard owner Tour ikut naik
lumayan sulit naiknya


air terjun keren dikejauhan
makam kepala suku yg unik

rumah kampung saga yg khas

sampai juga dipuncak

rumah paling atas tidak boleh didekati



sudut kanan bawah makam yang sempat terinjak krn kirain jalanan disemen
komplek villa di Eco Lodge - Moni
bawah restoran, atas kamar2 tamu hotel Eco Lodge - Moni
puncak Kelimutu dilihat dari desa Moni
Minggu 25 Mei 2014, jam 05.45 kami sudah kumpul di lobby
hotel, siap diangkut ke bandara Ngurah Rai yang lokasinya
nyaris sebelahan hotel. Karena dekat sekali itu maka nyantai
aja rencananya mau check-in ngepas jam 06, pesawat akan
take-off nya jam 07 menuju Ende.

Tapi astaga! kendaraan yang disediakan hotel untuk angkutan
ke airport ternyata bukan bus, melainkan satu Kijang saja tok!.
Waduh - kebayang berapa kali mesti bolak balik kalau sekali
jalan cuma bisa angkut 3-4 orang, kami kan 16 orang - belum
lagi kopernya seabreg.
Walau hotel-airport dekat banget, setiap kali antar mana cukup
5 menit, wah ini mah bakalan telat dan bisa ditolak check-in.
Di parkiran ada satu Kijang hotel lainnya, tapi kata resepsionis
sopir-nya sedang tidak masuk, ampun deh.

Setelah di protes, si resepsionis ngidupin mobil satunya itu,
tapi udah deh nggak mau ambil risiko kami minta panggilkan
taxi saja, karena nongol tamu lainnya yang juga mau ke airport.
Kirain manggilnya pakai tilpon ternyata cukup hidupkan sign-
lamp didepan hotel maka segera taxi Blue Bird berdatangan.
Argometer taxi baru menunjuk 9 ribu rupiah sudah sampai di
terminal keberangkatan, saya kasih 40 ribu dah saking senang-
nya bisa keluar dari kemelut tadi.

Check-in lancar, sebelum pemeriksaan security seperti biasa isi
botol minum saya kosongkan. Berikutnya santai duduk manis
nunggu panggilan boarding, iseng2 cek handbag, busyet dah
ada sebotol Aqua masih segel didalamnya (lupa ada disana) -
lha koq tadi bisa lolos ya dari pemeriksaan scanner security!
Ternyata nanti di bandara Labuan Bajo juga sami mawon,
terang2-an saya lewat nenteng botol aqua diperbolehkan.
Yang bingung saat dibagikan makanan di pesawat, koq pisau
dari logam dipakai, kenapa tidak yang dari plastik saja.

Terbang 1 jam 25 menit dengan ATR 72-600 buatan Perancis,
tibalah di Labuan Bajo, transit singkat 15 menit, penumpang
yang turun banyak, sedangkan penumpang baru yg naik sedikit.
Seperti halnya landing di Ngurah Rai, di Labuan Bajo pesawat
juga landing dari arah laut (ternyata di Ende juga sama), sesaat
sebelum landing pemandangan cantik sekali tampak pulau2
besar kecil bertebaran dilaut lepas pantai kota Labuan Bajo itu.

Terbang lagi ke Ende 45 menit, jam 10 mendarat dengan mulus,
didalam terminal kedatangan yg kecil saja itu bertemu pak Ardi -
guide kami. City-tour Ende diawali mengunjungi Pasar Ikan.
Lalu ke Taman Renungan Bung Karno, disitu dulu ada pohon
Sukun dimana saat diasingkan (1934-1938) Bung Karno suka
duduk merenung dibawah pohon itu dan menghasilkan pemikiran
tentang Panca Sila.  Pohonnya kini hanya ada duplikatnya dan
ada patung Bung Karno dalam posisi duduk merenung.

Saat makan siang tidak disangka bertemu bu Lisa Hendrawan
yang baru saja turun dari puncak Kelimutu.
Mendengar rencana kami besok pagi start naik ke Kelimutu
jam 6, bu Lisa bilang kalau mereka tadi start dari hotel di desa
Moni dikaki Kelimutu itu pada jam 4 pagi. Selain bisa lihat
sunrise yang indah dari puncak Kelimutu juga karena kalau
siang suka turun kabut yang menghalangi pemandangan.
Dengar itu kami berunding dan akhirnya sepakat jam 4 pula,
berarti besok harus bangun jam 3.30 WITA alias 2.30 WIB! 
Padahal sudah dua hari bangun pagi terus, tapi kepalang deh,
daripada udah datang jauh2 hasilnya cuma ngelihat kabut tebal
mending nekat dah tiga hari ber-turut2 bangun pagi buta.

Dalam perjalanan sejauh 52 Km dari Ende menuju hotel di desa
Moni yang berada dikaki Kelimutu, kami sempatkan belok dulu
mampir ke Kampung Adat Saga.
Kampung tradisional itu rumah kayunya unik, beratap alang2
dan dibangun diatas bukit yang cukup curam. Awalnya dari
tempat parkir jalannya masih mudah, tapi kemudian sebagian
teman mandeg karena harus menaiki stepping-stone berupa batu
pipih seukuran telapak kaki yang ditanam ke dinding tebing.
Sebagian nekat lanjut, setiba diatas memang pemandangan cantik,
kebawah nampak banyak rumah2 yang beratapkan alang2 dan
dikejauhan terlihat ada air terjun yang tinggi langsing.
Tapi kiri kanan tempat kami berdiri bukan saja ada rumah2 unik
itu tapi juga bertebaran makam para leluhur. Cilakanya makam
ada yang nggak jelas, kayak lantai disemen saja, sehingga saya
yang asyik motret2 sempat berdiri lama diatasnya, aiyaaa!.
(lihat foto)

Perjalanan memang lancar, aspal mulus, tapi banyak belok2,
sehingga saat tiba dihotel Kelimutu Crater Lakes Eco Lodge istri
saya mual, jadi cepat2 minta kunci kamar untuk bisa beristirahat.
Ternyata saya dikasih kamar terdekat yang berupa villa, disana
rupanya hanya ada lima villa, jadi tidak semua teman dapat villa -
tapi kamar biasa yang terletak dilantai dua dari gedung dua lantai
yang bawahnya dipakai untuk restoran hotel.

Villa-nya keren, dengan bagian depan menjulang bertumpu
diatas tonggak, dan belakangnya seakan nyender ke lereng bukit,
maka posisinya tinggi bisa memandang ke kejauhan.
Saat masuk kamarnya saya terkejut karena langsung diserbu
banyak nyamuk Aedes yang gede2, pantesan ranjangnya pakai
kelambu, rupanya disitu dekat hutan maka banyak nyamuk.
Daripada saya yang di-kejar2, mending saya dah yang ngejar2
nyamuk itu, maka terjadilah pembunuhan massal sore itu.

Selesai beberes, masuk kamar mandi dan kaget lagi, rupanya
villa itu konsepnya alami, jadi kamar mandinya tanpa atap!
Mending kalau yang kelihatan langit biru diatas (kayak villa
di Lor Inn Belitung) - ini mah lihatnya pepohonan lebat di
tebing bukit yg nempel dibelakang villa.
Kebayang dah kalau ntar malam perlu ke kamar mandi -
begitu buka pintu maka yang terlihat diatas tembok kamar
mandi adalah hitam pekatnya lereng bukit berhutan itu.

Kejutan berikut saat mandi sore, rupanya nyamuk2 itu bukan
cuma kelaparan, tapi kalap-aran, masa lagi shower-an penuh
air itu masih dikerubutin, ampun deh.
Saat lapor ke orang hotel sekalian nanya apakah ada Baygon
semprot, dikasih tahu  "ntar kalo gelap aman pak nyamuknya
bakal hilang sendiri, sementara pasang aja Baygon elektrik
yang disediakan dikamar".

Tapi memang pemandangan dari kamar hotel kedepan asyik,
selain ada sungai berbatu melintas, tampak hamparan sawah
yang menguning dan dikejauhan tampak puncak Kelimutu
yang esok pagi akan kami daki.

Malam itu tentu diusahakan cepat2 tidur, kebetulan dikamar
tidak ada TV, kartu Simpati sih jalan, tapi Matrix sudah tewas
dari tadi2 berarti aman deh nggak ada goda-an untuk bbm-an.

Dikabari karena tidak ada telpon antar kamar, maka wake-up
call besok pagi berupa gedoran di pintu kamar, mantap deh.

bersambung part 3  : 
mendaki Kelimutu





Thursday, June 5, 2014

Tour Flores 25-30 Mei 2014, part 1.






"Ah , begitu dong. Sekali-sekali ditengok juga kandang sendiri."
Itu bbm pak Bondan, waktu saya "lapor" mau ke Flores, memang
sih jam terbang domestik saya minim banget, hanya pernah ke
Lampung-Palembang-Padang-Medan-Pontianak-Manado-Bangka-
Belitung dan Bali.

Berawal ajakan Dr.Freddy Wilmana, inisiator sekaligus komandan,
kalau provokatornya sih Christina Wibisono yang pernah kesana
dan merekomen kami menghubungi Flores Exotic Tours.
Maka setelah Dr. Freddy kontak2 email dengan pak Leonard owner
tour itu yang berkantor di Ruteng, sepakat kami ber-8 pasang tour
di Flores 25 - 30 Mei 2014.
Rencananya kami akan terbang ke Ende yang berada ditengah pulau,
baru overland mengarah kebarat sampai ke Labuan Bajo.
Highlight-nya adalah mengunjungi Kelimutu dan lihat Komodo.

Sejak kecil saya pernah baca dan sangat tertarik dengan Kelimutu,
gunung setinggi hampir 1700 meter dipuncaknya ada 3 crater lakes
(kawah yang berbentuk danau) yang airnya bukan saja warnanya 
beda2, juga bisa ber-ganti2 warna.
Kalau komodo sih tentu ada di kebun binatang, tapi ini tentu beda
karena harus mencari/menemukan langsung di habitat liarnya.

Persiapan tour tidak ribet, pak Leonard mudah dikontak via email,
katanya supaya duduk lega kami ber-8 pasang itu akan memakai
4 Kijang Innova, ditambah satu lagi mobil spesial angkut koper.
Waktu ditanya kenapa nggak pakai bus kecil saja, ternyata Flores
walau jalan aspalnya bagus (nyaris nggak nemu jalan rusak) tapi
konturnya bergunung, banyak sekali jalan berkelok dan turun-naik
sehingga jauh lebih nyaman pakai mobil kecil.
Selain didampingi guide, ternyata pak Leonard sendiri akan terus
mendampingi kami dari awal sampai di airport Labuan Bajo, wah
mantap dah, bos-nya sampai turun tangan langsung nih.

Karena pesawat ke Ende terbang dari airport Denpasar jam 7 pagi,
maka Dr. Freddy atur kami terbang ke Bali dulu tanggal 24 pagi,
untuk menginap semalam dan sekalian jalan2 di Denpasar.
Booking hotel Harris Tuban yang dekat airport, biar esoknya cepat
nyampe ke airport karena pesawat take-off pagi2 sekali jam 07.
Berkat Dr. Freddy yang pesankan tiket Garuda, saya baru tahu kalau
Garuda kasih diskon 25% untuk penumpang usia diatas 60 tahun.
Lumayan tentunya, dan ternyata counter penjualan tiket Garuda
bertebaran di Mall2, termasuk di TangcityMall dekat rumah saya,
booking nomer seat dan ambil boarding pas juga bisa disitu.

Sabtu 24 Mei, jam 5.30 sudah meluncur ke bandara, jadi bangun
tidurnya jam 4.30 (nggak nyangka kalau besoknya bakal dua kali
lagi bangun pagi2 buta gitu). Perjalanan ke bandara lancar, hanya
20 menit sudah nyampe, tapi delay sejam lebih (dikasih masuk
lounge sih tapi acara makan siang di Denpasar jadi terlambat -
restoran yang dituju sudah habis makanannya sehingga buang
waktu nyari2 restoran lain, jam 15 WITA baru makan siang).

Sore itu kami ke Potatoes Head cafe, niatnya mau duduk2 di tepi
pantai menikmati sunset, ternyata harus antri karena sudah penuh
turis dalam dan luar negeri. Akhirnya dapat meja juga, tapi sayang
saat masuk ke peraduannya si matahari ngumpet dibelakang awan.

Siang itu tahu saya ada di Bali, pak Sofyan pemilik jaringan restoran
Dapur Sedap, bbm dari Jakarta:
"Saya undang dinner ya di Dapur Sedap Bali, jalan Kediri 45, free."
(temen saya ini memang punya hobby unik : ngundang makan!)
Saya bilang lho kami ber-16 orang nih. "Silahkan aja, ajak semua!" 
Teman2 yang saya kasih tahu, tentu bingung, kenal aja kagak, tapi
tentu ajakan menikmati Kerapu Tim Asam Pedas unggulan Dapur
Sedap dll,  sungguh menggoda iman.
Ada temen bilang, malu atuh -  jangan free dah, kasih diskon aja.
Waktu saya sampaikan ke pak Sofyan, dijawab :
" Iya, dikasih diskon seratus persen".
Malam itu kami sungguh menikmati acara dinner-nya, makanan
yang disajikan enak2, dalam ruangan restoran yg ditata apik pula.

Di hotel, kami cepat-cepat beberes tidur, karena esok pagi akan
take-off jam 07, jadi paling tidak jam 06 harus sudah check-in,
maka harus sudah siap di lobby hotel jam 05.45, jadi wake-up
call jam 5.15 WITA alias 04.15 WIB!.
Diperkirakan perjalanan dari hotel ke airport paling lima menit,
karena lokasi hotel itu persis samping bandara, Dr. Freddy sudah
dari jauh2 hari order ke hotel untuk disediakan service antar kami
ke bandara, diiyakan - ternyata esoknya lain cerita.











bersambung:

Thursday, December 12, 2013

China Hokian Tongshan Tour: part 1 menuju Fuzhou


China Hokian Tongshan Tour:

Tur kami ke China 15-25 Nopember 2013 ini sebenarnya
dadakan, tadinya sudah siap ke Myanmar (3-11 Nop 2013),
tapi hanya dua minggu sebelum keberangkatan ada berita
bom berledakan di Myanmar sampai sekian hari.
Kabarnya bom-nya sih kecil saja, sehingga sebagian teman
nekat ingin tetap pergi. Ternyata bom juga diledakkan di
dalam kamar dari hotel yang akan kami inapi di Yangoon,
maka nyerah dah - diputuskan batal saja.

Kepalang udah niat jalan maka sepakat dialihkan ke China,
tapi mau jalan kemana susah juga milihnya karena lumayan
banyak tempat yang sudah pernah dikunjungi.
Akhirnya kami sepakat mau kukurilingan saja di propinsi
Fujian, disana ada 3 situs Unesco World Heritage.
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_World_Heritage_Sites_in_China
China dengan 45 situs berada di ranking dua, dibawah Italy
(49), nomer 3 Spain (44), kalau Indonesia hanya ada 8 situs.
Saya pernah lihat 18 dari 45 situs itu, ke Fujian ini nambah 3 :
Wuyishan, Fujian Tulou, dan Danxia Taining.

Propinsi Fujian ditepi Laut China Selatan, dengan pulau Taiwan
berada dilepas pantainya - terpisah oleh selat Taiwan. Kalau lihat
dipeta, posisi ibukotanya Fuzhou: dalam arah barat timur sejajar/
sedikit diatas Taipei atau sedikit dibawah Kathmandu-NewDelhi,
kalau dalam arah utara selatan persis diatas Makasar/Sumba.

Awalnya direncanakan terbang dengan Xiamen Airline:
Jakarta-Xiamen-Wuyishan, tapi ternyata  penerbangan Xiamen -
Wuyishan penuh, sampai seminggu kedepanpun udah pol.
Tidak mau menunda (takut keburu dingin di Wuyishan yang
pegunungan itu), maka terbangnya diganti saja ke Fuzhou.
Xiamen Airline tiap hari terbang bergantian antara Jakarta ke
Fuzhou atau Xiamen (300 km selatan Fuzhou).
Masalahnya, tidak ada penerbangan Fuzhou-Wuyishan, tapi
ini teratasi karena ada highway antara kedua kota itu, dengan
bus jarak sekitar 330 km bisa ditempuh dalam 4 jam, jadi beda
tipis lah dg naik pesawat, kan masuk keluar airport juga ribet.
Bus itu nanti akan terus mengantar kami selama perjalanan
11 hari keliling Fujian dan dua kota di propinsi Guangdong.

B737-800 Xiamen Airlines on-time 8.10 WIB lepas landas
dari CGK, dengan hanya sepertiga kursi terisi, jadi duduk
bisa leluasa, malah ada yang bisa tiduran diatas 3 kursi.
Nggak soal dah walau dalam penerbangan 5 jam itu cuma
dibagikan-nya nasi kotak doang, yang penting duduk lega
dan ke toilet jadi nggak rebutan.
Setiba di tujuan, waktu keluar pesawat dan akan masuk
gedung bandara aneh banget semua penumpang harus
tunjukkan bekas boarding pass, untung saja semua teman
masih menyimpannya. 
Eh pas mau keluar gedung bukan cuma harus kasih liat
baggage claim koper, tapi juga semua koper harus di x-ray!
Ketat banget, alhasil ada koper teman yang dibongkar -
buah jeruknya disita.

Kami dijemput guide China, yang memperkenalkan dirinya
Thomas, pria 50 tahun ini fasih bahasa Indonesia, dia asal
Xiamen dan akan menemani kami sampai tur selesai.
Dalam bus 37 seat yang besar, terasa nyaman karena kami
hanya ber-8 pasang. Diperjalanan menuju Fuzhou, Thomas
cerita2 bahwa Fuzhou jaraknya 45 km dari airport, dialiri
sungai Min dan hijau sekali diapit tiga buah gunung.
Fuzhou memang sekian kilometer dari pantai, tapi ini kota
pelabuhan kuno, Marco Polo saja pernah kesana dan konon
armada Laksamana ChengHo yang mengunjungi Indonesia
berasal dari sekitar pelabuhan Fuzhou ini.

Menjelang sore itu kami langsung city tour, diawali jalan
kaki dipertokoan yang ramai asri dan memasuki Lin ZeXu
memorial hall. Gedung kuno itu luasnya sampai 3.000 m2,
ada taman ditengahnya, dan diperuntukan untuk mengenang
Lin ZeXu (1785-1850), pejabat inilah yang memerintahkan
membakar 1,2 juta kilogram candu. Inilah kejadian yang
memicu Perang Candu I, saat itu fihak China kalah perang
dan Lin ZeXu sempat diasingkan ke XinJiang, tapi kini ia
dianggap national hero. Kami sempat melihat patungnya
serta berbagai benda antik didalam memorial hall itu.

Dalam bus yang menuju ke hotel, kami terkesan banget
akan kebersihan kota yang banyak pohon beringinnya itu.
Saya tanya ke Thomas, bagaimana soal keamanan disana.
Dijawab sangat aman, ada yang berantem aja kalo telpon
110 maka dalam 3 menit Polisi sudah tiba katanya.
Trus saya tanya kelihatannya kamar2 apartment sampai
sekian lantai keatas koq pake tralis yang mengesankan
kurang aman.
Dia jawab flat dia di lantai 10 juga begitu, karena istrinya
merasa nggak aman -  bukan kuatir kemasukan maling
tapi takut ada yang jatuh dari jendela.
Saya jadi mikir, kebayang kalau apartment2 di Jakarta
yang cakep2 juga berhiaskan teralis kayak gitu hehe.

bersambung - menuju Wuyishan