Saturday, March 31, 2007

Ki Amuk yang kini tidak mengamuk lagi .




Dari catatan sejarah diketahui bahwa kerajaan Pajajaran,
yang ibukotanya sekitar Bogor, sekitar abad XVI mempunyai
dua buah pelabuhan yaitu Sunda Kelapa dan Banten.
Jalur darat dari ibukota menuju Banten, melewati Jasinga lalu
membelok diutara Rangkasbitung menuju Banten Girang yang
lokasinya sekitar 3 kilometer selatan kota Serang atau sekitar
13 kilometer selatan Banten Lama.

Tahun 1513 Banten Lama sudah menjadi pelabuhan kedua
setelah Sunda Kelapa itu, dimana diekspor beras dan lada.
Belakangan berdiri kerajaan Banten dengan ibukota di Banten
Lama yang dekat pantai itu yaitu Kota Surosowan.
Kota ini berdiri atas perintah Sunan Gunung Jati kepada
putranya yaitu Hasanudin yang menjadi raja Banten pertama.
Selain membuat keraton Surosowan, Hasanudin juga
membangun Mesjid Agung Kerajaan. Penggantinya,
Maulana Yusuf - membuat benteng sekitar keraton.

Banten dimasa keemasannya, pernah menerima kedatangan
kapal Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman, JP Coen dll.
Di pelabuhan Karangantu, banyak terdapat pedagang pedagang
dari Portugis, Arab, Cina, Turki, Keling, Gujarat, Benggali dll.

Belakangan Daendels manghancurkan total istana Surosowan,
bukan saja gedung2 dihancurkan, ubin-nya pun dibongkar
dan dipindahkan ke gedung pemerintahan Belanda di Serang.

Semasa kecil saya pernah ikut orang tua mengunjungi bekas
kota Banten Lama itu, dan melihat sebuah meriam kuno besar
yaitu Meriam Ki Amuk, yang konon adalah pasangan meriam
Si Jagur yang ada di Musium Pusat Jakarta.
Seingat saya meriam itu dulu adanya di pelabuhan Karangantu.

Sabtu, 31 Maret 2007 sekitar jam 11.30 saya dan istri
berangkat dari Tangerang, dengan tujuan selain ingin melihat
lagi Ki Amuk, juga ingin memasuki Speelwijk -
benteng Belanda kuno yang dulu hanya bisa saya lihat bagian
luarnya saja.
Seingat saya benteng itu dekat sekali dengan kelenteng dan
dulu reruntuhan benteng itu terlihat angker/serem sekali.
Tentu sekalian ingin melihat juga Mesjid Agung Banten dan
kalau bisa naik ke Menara-nya.
Masih teringat juga bahwa didekat situ juga ada Tasikardi,
yaitu sebuah tasik/telaga dimana ditengahnya ada pulau kecil
tempat raja Banten bercengkerama bersama keluarganya.

Sebenarnya menuju Banten Lama paling mudah lewat Kramat
Watu, jadi keluar tol Serang Barat, karena kami mau makan
didalam kota Serang maka keluar di pintu tol Serang Timur.
Didalam kota Serang, persis dibawah petunjuk jalan menuju
Banten Lama, tampak Cafe Pisang Mas, kami tertarik karena
cafe itu menawarkan menu bebek goreng.
Tempatnya sih "mengerikan", meja kursinya bukan cuma
disamping trotoar tapi diatas got !, tapi biar begitu pengunjung-
nya ramai.
Maka jadilah kami pesan bebek goreng dan sop bebek,
sayang sate bebek nya belum siap.
Ternyata bebek gorengnya lumayan enak, walau sedikit alot
melawan tidak mau lepas dari tulangnya, dan saat membayar
istri saya jadi bengong karena cuma Rp.27.000,- saja.

Berkendara menuju Banten Lama, berjarak sekitar 10
kilometer dan melalui jalan desa, beraspal tapi dibanyak
tempat lapisan aspalnya bopeng-bopeng.

Disatu tempat dikanan jalan terlihat ada gapura dan petunjuk :
Penembahan Maulana Yusuf, Sultan Banten Kedua.
Dan tampak ditengah sawah ada bangunan agak besar
dikelilingi pepohonan rimbun.
Saya tanya kepada seseorang : Pak, itu tempat apa yah ?.
Dijawab : Itu tempat Penjarahan !
Oh - rupanya maksudnya tempat pe-ziarah-an.
Kami mampir sebentar, tidak memasuki komplek karena
terlihat banyak sekali anak kecil yang minta2 uang.

Tak lama kemudian, sampailah di pelabuhan Karangantu,
tampak sungai kecil yang dipenuhi perahu kayu, terbayang
sekian ratus tahun lalu dipelabuhan ini lalu lalang orang dari
berbagai negara.

Kami tidak mampir, dan kini mengarah ke barat dan
sampailah di benteng Speelwijk, yang rupanya letaknya
persis bersebelahan dengan Vihara Avalokitesvara.

Benteng Speelwijk yang dibangun Belanda tahun 1585,
sudah hancur, berbentuk segi empat sekitar 200 kali 200
meter dan tinggi benteng sekitar 3 - 5 meter.
Diluar benteng terlihat Kerkhof - makam orang Belanda.
Dibagian dalam hanya berupa lapangan, ada bangunan
bawah tanah, dengan ditemani dua orang anak kecil saya
memasuki lorong2 bawah tanah itu.
Siang hari sih tentu tidak serem, walaupun sempat melihat
ruang tahanan dan berbagai ruang lainnya yang mempunyai
ventilasi berupa lubang keatas tanah, kalau malam sih
siapa berani.

Didalam Vihara Avalokitesvara yang luas ini, ada papan yang
bercerita bahwa saat terjadi letusan Gunung Krakatau pada
tanggal 27 Agustus 1883, terjadi tsunami tapi walau seluruh
pantai Banten disapu habis - vihara yang juga letaknya tidak
berapa jauh dari pantai itu dimasuki air lautpun tidak.
Vihara ini konon dibangun pada masa awal kerajaan Banten.
Didepan vihara, istri saya girang sekali karena banyak yang
jualan aneka makanan laut yang dikeringkan, mulai dari
cumi lontar telur, telur ikan, ikan japu sampai terasi udang
asli yang berbentuk unik seperti bola kasti.
Diudara panas itu segar dan asyik sekali menikmati kelapa
muda yang airnya manis dan dagingnya legit.

Kini kami menuju komplek bekas kota Surosowan, ibukota
Banten yang ternyata masih ada dinding bentengnya.
Pintu utaranya menghadap ke Musium Purbakala Banten,
dan Mesjid Agung Banten terlihat tidak jauh dari situ.
Saat itu banyak peziarah, dan dimana-mana tenda pedagang.
Bekas benteng Surosowan, juga bagian dalamnya sudah
kosong, tinggal fondasi gedungnya saja.

Karena istri saya tidak mau, maka saya sendiri yang
mencoba naik keatas menara mesjid setinggi 35 meter itu.
Di pintu menara, ada penjaga yang minta uang, saya pikir
hanya sekali saja diminta uang maka saya kasih 5.000,-
ternyata didalam menara akan ada penjaga2 lainnya yang
juga minta uang.

Menaiki tangga sebanyak 88 buah dari menara yang
dibangun tahun 1559 itu tidak terasa berat, hanya
sempitnya lorong tangga membuat agak was-was,
khawatir bertemu orang yang turun - tidak mungkin bisa
muat kalau berpapasan.
Tapi rupanya sudah diatur oleh penjaga, mereka saling
berteriak memberitahu apakah giliran turun atau naik.

Diatas menara ada dua tingkatan teras, dimana pengunjung
bisa keluar dan mengelilingi bagian luar menara.
Pemandangan dari atas memang menyenangkan, kalau
kearah utara bisa melihat sampai ke laut, keselatan terlihat
Gunung Karang yang berada didekat Pandeglang.
Mesjid Agung terlihat anggun dengan atap bersusun lima, ada
dua serambi dan pada bagian selatan tampak bangunan unik
yang berbentuk empat segi panjang dan bertingkat.
Itulah Bangunan Tiyamah yang mempunyai langgam arsitektur
Belanda kuno, dibangun oleh Hendrik Lucasz Cardeel yang
rupanya juga membangun Menara Mesjid.

Turun dari menara, untung sebelum kembali ke mobil kami
teringat belum memasuki Museum dimana Ki Amuk berada,
tapi karena terlihat agak jauh istri saya tidak mau ikut.
Lega sekali karena akhirnya ketemu lagi dengan Ki Amuk,
yang kali ini sudah bersemayam dihalaman Museum setelah
beberapa kali pindah tempat.
Meriam gagah berwarna gelap itu tentu sudah tidak akan
mengamuk lagi melontarkan peluru, kini tidur manis dibawah
cungkup yang khusus dibuat untuknya.



Thursday, March 29, 2007

jokes : The Pail and Saucer method.

 



Two city girls and one farm girl met with a counselor before getting married
to discuss birth control methods.
The counselor asked them if they planned on having a baby right away or
were they going to wait awhile.
They all agreed that they had discussed this with their future husbands and
all agreed to wait awhile.
The counselor asked the first girl what type of birth control she planned to use.


Her answer was, "the rhythm method"
"That will work as long as you keep really good records"  said the counselor.


He asked the second girl what method of birth control she planned on using.
"I plan on using birth control pills" she said.
The counselor replied,
"Yes, that will work, as long as you don't forget to take them.


He then asked the farm girl what system shewas planning on using.
The farm girl said, "The pail and saucer method."
After a short pause, the counselor, obviously miffed, said,
"Right. I guess that should work."


He asked them all to come back in one year on a specific date for a
follow up on how things were going.


They all met again one year later and the two city girls were pregnant.
Only the farm girl was slim and trim yet.


The counselor asked the first girl, "What birth control did you use,,,,,
and what went wrong???"
She replied, "I used the rhythm method,,, but somehow my notes got
mixed up and, well, here I am, preparing to have a baby in about 6 weeks!!!"


He asked the second city girl, "What birth control method did you use,
and what went wrong??" 
She replied, "The birth control pill, but we were camping one weekend
and I didn't have any pills with me. As you see, I too am going to have
a baby pretty soon!!!"


He then said to the farm girl,
"I vaguely remember that you were going to use the pail and saucer method.
Now I must admit that I don't have a clue what the pail and saucer method is.
Will you explain it to me??? It seems to have worked very well for you."


She replied, "Well, we always be sure to make love standing up.
Since I am quite a bit taller than my husband, he stands on a pail that is
turned upside down.
Now as we are making love, I watch his eyes.
When they get as big as saucers I kick the pail out from under him !!!"


 

Tuesday, March 20, 2007

Taj Mahal - Garden of Paradise yang tercipta di bumi karena Cinta .




Pagi hari, Sabtu - 31 Desember 2005, bus kami meninggalkan hotel
Mughal Sheraton dikota Agra, menuju Taj Mahal - salah satu dari
Tujuh Keajaiban Dunia versi Yono, tour leader suatu biro tour besar
di Jakarta, ( sebenarnya kini tinggal enam saja yaitu :
Menara Pisa - Grand Canyon - Niagara Falls - Pyramid - Great Wall -
Taj Mahal, karena Taman Gantung Babylon sudah punah).

Semua anggota rombongan merasa tegang, karena kemarin terjadi
masalah cukup serius, waktu itu sebenarnya sesuai jadwal kami
sudah tiba di Agra, tetapi ternyata tidak bisa memasuki Taj Mahal.
Rupanya tiap hari Jumat Taj Mahal ditutup untuk umum, tentu kami
semua kecewa berat dan tidak habis pikir mengapa fihak tour India
ini bisa salah mengatur jadwal, koq bisa2-nya mereka tidak tahu
kalau Taj Mahal tutup setiap hari Jumat.

Maka hari Sabtu pagi itu kami mencoba lagi memasuki Taj Mahal,
padahal menurut jadwal seharusnya mengarah balik ke New Delhi.
Tentu saja semua was-was sekali, kalau sudah datang jauh-jauh
ternyata gagal masuk ke situs yang masuk Unesco's World -
Heritage itu tentu sungguh sayang sekali.
Apalagi dari ke Tujuh Keajaiban Dunia, tinggal Taj Mahal ini saja
yang belum saya kunjungi.

Ternyata perjalanan singkat saja, hanya limabelas menit saja
berkendara sampailah di sebuah stasiun bus, dan kini harus
berganti naik bus khusus yang memakai tenaga baterai.
Kami dipesan untuk meninggalkan semua tas di bus kami, segala
macam barang dari handphone sampai lipstick tidak boleh dibawa.
Tentu hal ini makin menambah ketegangan, sudah waktunya
pas2an ternyata juga ribet tidak boleh bawa ini itu.
Rupanya polusi dari knalpot mobil dikhawatirkan merusak marmer
Taj Mahal, kalau lipstik dikhawatirkan dipakai mencorat-coret.
Perjalanan naik bus khusus itupun ternyata singkat saja hanya
sekitar satu kilometer, kami diturunkan didekat gerbang masuk,
ditepi jalan berdebu yang hiruk pikuk orang lalu lalang.

Setelah mendapat tiket masuk, sebotol Aqua dan alas sepatu
dari bahan kain maka kini ikut antrian pengunjung menuju
tempat pemeriksaan di gerbang masuk.
Semua digeledah dengan teliti oleh tentara, seluruh tubuh dirabai,
untung kami patuh tidak membawa handphone dan lain-lain.

Setelah itu barulah bisa bernafas lega, kami berjalan memasuki
halaman dan didepan tampak gerbang lain yang merupakan
gerbang masuk menuju komplek Taman dan Makam Taj Mahal.
Begitu melewati gerbang cantik yang terbuat dari batu bata merah
itu, semua langsung terpana.
Tampak dikejauhan sebuah bangunan berwarna putih yang cantik
sekali, tampil mungil tapi begitu megah serta anggun, dengan
kolam dan taman yang indah sekali dilatar depannya.
Itulah bangunan makam Mumtaz Mahal setinggi 44 meter yang
keseluruhannya terbuat dari marmer putih Jaipur.

Bangunan makam itu tampak dikawal oleh empat buat Minaret
setinggi 40 meter yang tidak saja tampak seakan membingkai
bangunan itu tapi juga menyebabkan begitu tampilnya simetri
bangunan yang luar biasa perfek itu.
Dibelakangnya tidak terlihat bangunan atau pohon apapun, jadi
bangunan makam itu benar-benar terlihat begitu tampil menonjol.
Agak jauh disamping kiri dan kanan, barulah ada bangunan lain
yaitu sebuah Mesjid dan Guest House.

Kami kemudian mencari posisi untuk dapat melihat Taj Mahal
dari tengah, tampaklah Charbagh, kolam yang dibangun lurus
mulai dari gerbang masuk sampai kedepan bangunan makam.
Sistim irigasi airnya diambil dari sungai Yamuna yang melintas
dibelakang bangunan makam.
Dikiri kanan kolam dipasang batu bata merah, maka warna
merah bata, hijau rumput dan pohon cemara yang memagari
kolam memperlihatkan paduan warna yang sangat cantik dan
menambah keanggunan bangunan Taj Mahal itu.

Dulu saya tidak mengerti mengapa bangunan makam dari
marmer putih saja koq bisa masuk keajaiban dunia, ternyata
kini keraguan itu pupus.
Bangunan makam yang dibangun Shah Jahan, raja dari dynasty
Moghul untuk Mumtaz Mahal - sang istri tercinta, begitu indah
dan sempurna komposisinya hingga dijuluki :
One of the most elegant and harmonious buildings in the world.
Dibangun dengan proporsi yang begitu perfek oleh kecakapan
para tukang yang begitu sempurna/elok kini disanjung sebagai :
a prayer, a vision, a dream, a poem, a wonder.
Ada pemeo bahwa Taj Mahal di design seakan versi dunia dari
salah satu rumah yang ada di Paradise.

Kami lalu berjalan pelan-pelan menuju bangunan makam,
sepanjang tepi kolam sambil mengagumi keindahan taman.
Di Lotus Pool seperti banyak orang lain kami berfoto dikolam
yang air mancurnya membentuk bunga teratai, bayangan
Taj Mahal di kolam terlihat indah sekali.

Makin mendekati bangunan utama, makin nampak kecantikan
bangunan setinggi 44 meter yang dibangun dengan begitu perfek.
Minaret sengaja dibangun dengan posisi sedikit miring menjauhi
bangunan makam, tujuannya agar kalau terjadi gempa dan roboh
maka tidak menimpa bangunan cantik itu.

Kini saatnya naik memasuki bangunan makam, alas sepatu dari
kain kini harus dipakai agar tidak merusak lantai marmer.
Diawali antri naik tangga menuju pelataran luas yang lantainya
juga terbuat dari marmer, lalu penuh anthusias kini semua ikut
antrian memasuki pintu utama Taj Mahal.

Bagitu masuk kami mendapati berada didalam ruang berbentuk
oktagonal dengan atap cukup tinggi, hanya ada penerangan
dari sebuah lampu gantung yang sinarnya temaram.
Persis ditengah ruangan tampak cenotaph yaitu replika makam
Mumtaz Mahal yang dibangun diatas sebuah platform marmer.
Makam sesungguhnya ada didalam ruang bawah tanah dibawah
cenotaph itu, ruang gelap itu tidak boleh dikunjungi.
Tampak sebuah makam lain disisi makam Mumtaz Mahal, itulah
makam Shah Jahan, sayang sekali adanya makam tambahan ini
justru jadi mengganggu harmoni disitu.
Kalau tadinya posisi makam Mumtaz Mahal sendirian ditengah
sehingga tampak simetri sekali, maka kini dengan adanya
makam kedua yang seakan dipaksakan ditaruh disisinya maka
letak makam jadi tidak simetri lagi, ternyata memang sebenarnya
Shah Jahan tidak berencana dimakamkan disitu.
Posisi Mumtaz Mahal berbaring didalam gedung itu dibuat persis
menghadap pintu, sehingga didapatkan pandangan keluar yang
mengarah ke taman dan kolam yang indah sekali itu.

Kami berjalan dengan perlahan mengelilingi makam yang dibatasi
oleh tabir yang sungguh luar biasa karena terbuat dari lembaran
marmer yang diukir rumit sekali sampai tembus, sehingga dari
luar tabir kami tetap bisa melihat kearah makam didalam.
Yang luar biasa adalah bukan cuma kecantikan dari ukiran itu,
marmer itu juga dihiasi oleh bebatuan warna warni bermotif bunga
yang luar biasa indahnya.
Cara pembuatannya sungguh unik, permukaan marmer ditatah
dengan motif bunga dan daun lalu beraneka lembaran tipis batu
mulia warna warni ditempelkan disitu, sehingga dinding marmer
teraba kembali rata seperti semula.
Konon untuk membuat satu bunga Lotus merah saja yang terdiri
dari 65 lembaran tipis batu mulia itu perlu waktu enam bulan!.

Tour leader mengeluarkan senter kecil dan menyinari lempeng
marmer dari belakang maka tampaklah menyala terang berbagai
tangkai bunga aneka warna merah hijau yang sungguh memukau.
Florentine tehnik dalam membuat Pietra Dura ini di import oleh
raja pendahulu Shah Jahan yaitu Jahangir, dan tehnik itu kini
dikembangkan di Agra, dan dikenal sebagai : Pachikari.

Didalam bangunan makam dilarang keras mengambil foto, tapi
kalau diluar bebas.
Kami kemudian berjalan mengelilingi dinding luar bangunan
oktagonal itu sambil mengagumi berbagai Pietra Dura, pahatan
cantik pada dinding marmer maupun aneka kaligrafi diatas pintu.
Tiang marmer Taj Mahal unik sekali, sepintas tampak bersegi
delapan padahal setelah diraba hanya segi empat.

Dibelakang bangunan tampaklah sungai Yamuna, disebrang
sungai tampak lahan kosong yang luas sekali.
Di lahan itulah Shah Jahan pernah berniat membuat satu lagi
bangunan yang persis sama dengan Taj Mahal, tapi terbuat
dari marmer berwarna hitam. Kembaran Taj Mahal itu akan
dipergunakan untuk makam dirinya sendiri!
Tentu biayanya akan luar biasa besar, Taj Mahal saja yang
selesai pada tahun 1653, dan dikerjakan selama 22 tahun
oleh 20.000 pekerja itu menghabiskan dana 41 juta rupee
serta 500 kilogram emas.

Rupanya Aurangzeb - putra Shah Jahan marah akan rencana
pemborosan itu, maka Shah Jahan diturunkannya dari tahta,
lalu di kenakan tahanan rumah di Agra Fort - sebuah istana
berbentuk benteng yang letaknya tidak jauh dari Taj Mahal,
sama2 terletak ditepi sungai Yamuna.
Disanalah Shah Jahan menghabiskan sisa hidupnya dalam
kesepian, terpenjara dalam istana benteng itu, dengan tetap
bisa mengenang istri kesayangannya dengan memandang
Taj Mahal yang tampak dikejauhan.

Setelah meninggal barulah Shah Jahan bisa berkumpul lagi
dengan sang istri tercinta, dimakamkan berdampingan
didalam Taj Mahal - komplek makam-taman yang luar biasa
cantik yang konon dibuat meniru Garden of Paradise.

Cinta Shah Jahan untuk Mumtaz Mahal memang sungguh
luar biasa, tapi rupanya waktu untuk menyatakan cintanya
dirasanya tidak cukup saat hidup didunia ini.
Kini cintanya bisa berlanjut, dengan berdampingan abadi di
Taj Mahal - Garden of Paradise yang diciptakannya.




Monday, March 19, 2007

Air terjun bersusun Tujuh - Curug Cilember.




Walau pernah melihat berbagai Air Terjun/Curug, yang beraneka
bentuk dan ukuran, tapi saat membaca ada Curug unik -
bersusun sampai tujuh buah di :
http://www.pbase.com/archiaston/curug_cilember ,
tentu timbul rasa penasaran - ingin bisa kesana melihatnya.

Apalagi setelah mendapat informasi lisan dari bung Indrawan
Chandra, anggota Jalansutra yang pernah mengunjungi curug itu,
maka makin semangat jadinya.
Bung Chandra memberikan ancar-ancar bahwa lokasinya di Cisarua.
Kalau dari arah Cipayung menuju Cibulan, sebelum Wisma TNI AL
ada jalan kecil di sebelah kiri - masuk kesana katanya.
Curug itu betul ada tujuh tingkat katanya, tingkat ke tujuh/terbawah
mudah dijangkau, tapi curug berikutnya harus dicapai dengan jalan
kaki lewat jalan setapak naik bukit sekitar 30 menit -
sekian puluh menit itu ukuran anak muda katanya!

Waduh, kalau untuk ukuran se-umuran saya berapa lama nih ?

Beberapa teman yang saya ajak, malah bilang :
Nggak salah nih!, musim hujan angin gini koq naik gunung!, atau
Itu namanya sih cari penyakit!, dimana mana kan sedang longsor!.
Yah sudah berangkat sendiri saja dah Minggu pagi 18 Maret 2007,
memang liburan panjang gini biasanya macet, tapi karena dalam
3 bulan terakhir saya sempat empat kali ke Puncak, maka jadi
kebal juga - saraf sudah tahan banting.


Minggu pagi itu jam 07 kami sudah sampai di traffic-light Ciawi,
didepan kami hanya 10 kendaraan menunggu lampu hijau,
lalu lintas memang ramai sekali tapi lancar.

Melewati Cipayung dan Mega Mendung, kini terlihat pal kilometer
dipinggir jalan menunjukkan 40 kilometer sebelum Cianjur, mulailah
saya dan istri melototi mencari petunjuk arah Curug Cilember.

Dikanan jalan terlihat merek besar Hotel Lembah Nyiur, dan tidak
jauh dari situ tampak disebelah kiri papan Wisma Loka Wiratama
yang terpasang di mulut jalan kecil, ternyata betul itu jalan masuk
ke Curug Cilember.
Belokan itu persis sebelum Hotel Puncak Raya.

Setelah belok kekiri memasuki jalan itu, kini berkendara harus
hati-hati, selain jalan agak kecil juga banyak pejalan kaki yang
tampaknya juga mengarah ke Curug Cilember yang jaraknya
tiga kilometer dari pertigaan jalan tadi.

Terasa lega sekali sudah menemukan jalan yang benar, dan
pemandangan kiri kanan jalan kini asyik, terlihat suasana desa
dan menyebrangi sungai dangkal berbatu, airnya yang jernih
mengalir deras.
Sawah terasering khas pegunungan tampak subur menghijau,
dan dibeberapa tempat tampak villa-villa yang cantik.

Setelah parkir kendaraan dan mempersiapkan diri , pakai sepatu
kets, ransel berisi air minum dan roti, dan berjalan sedikit menuju
gerbang bertuliskan :
Selamat datang di Wana Wisata Curug Cilember.

Membayar tiket masuk 4500,-/orang dan lewat jalan setapak
sepanjang sungai kecil yang dinaungi pepohonan.
Perjalanan santai dan ringan saja karena tidak terlalu menanjak,
dan sekitar 15 menit sampailah kami di Curug ke Tujuh.
Dari kejauhan sudah terlihat curug yang cantik itu, tinggi dan
lumayan besar karena terbelah dua, dibawah curug tampak
banyak pengunjung sedang menikmati pemandangan indah itu.
Lokasi ini banyak dipakai penganten membuat foto pre-wedding.
Tepat menghadap ke air terjun ada beberapa villa besar2, yang
disewakan untuk umum dengan biaya 800 ribu/malam.

Tampak papan petunjuk bertuliskan :
Jalur menuju Curug 5-4-3-2, Hindarilah Bahaya Banjir Longsor!
Busyet deh!, belum apa sudah di-takut2in longsor segala nih.

Kami mulai menapaki jalan kecil yang beralaskan batu kali,
jalan mendaki belok belok entah mengarah kemana di hutan itu.
Terasa seram juga karena kami hanya berdua, hanya sesekali
berpapasan dengan rombongan anak muda.
Sempat beberapa kali nafas hampir putus karena jalan cukup
menanjak tinggi, dan rasanya tidak habis2nya.
Akhirnya setelah berjalan 30 menit terlihat aliran sungai kecil,
dan tidak jauh tampak air terjun yang ke Lima.

Air terjun yang ke Enam rupanya memang tidak dibuatkan jalan
setapak, tidak boleh didatangi, medannya sulit dan berbahaya.

Diseberang sungai tampak banyak tenda dan anak2 muda,
kalau kesana kami harus menyebrangi sungai itu, yang tampak
cukup mendebarkan karena airnya deras dan licin berbatu.
Untunglah ada seorang anak muda baik hati membantu saya
memegangi istri agar bisa menyebrang dengan aman.

Curug ke Lima itu indah sekali, tinggi dan ber-susun2, gemuruh
menjatuhkan airnya yang jernih mengalir deras diatas bebatuan.
Pemandangan ke sekeliling juga asri sekali, banyak pepohonan
tinggi, sungguh menyegarkan dan kami beristirahat sambil
ngobrol2 dengan mereka yang rupanya berkemah sejak kemarin.

Mereka juga menjelaskan bahwa tidak jauh diatas, ada curug ke
Empat, hanya medannya cukup berat katanya - jalannya selain
menanjak sekali juga banyak batu2 besar.
Kebetulan ada sekelompok pemuda juga mau kesana, maka
kami mulai mendaki lagi, ternyata memang jalannya lebih sulit.
Kami berdua tertinggal karena selain memang umur, juga tentu
tidak terbiasa naik bebatuan yang besar2 itu.
Disatu tempat istri saya sampai harus "dikerek" untuk bisa naik
melewati batu yang lumayan besar dan tinggi.
Sungguh riskan memang, kalau terjatuh sih jidat bisa bocor.

Akhirnya setelah berkutat sekitar lima belas menit, sampailah
juga kami di Curug ke Empat itu, dan mendapatkan tepuk tangan
dari anak2 muda tadi yang rupanya tidak menyangka kami bisa
sampai juga kesitu.

Curug ke Empat tidak terlalu tinggi tapi lumayan besar, terasa
agak seram disitu karena berupa hutan lebat/banyak pepohonan,
juga karena terasa sudah berada jauh dan tinggi diatas gunung.

Saat itu baju saya sudah basah kuyup, bukan oleh air terjun
tapi oleh keringat. Sebenarnya kalau mandi dibawah air terjun
akan segar sekali, tapi tidak ada tempat untuk ganti pakaian.

Puas menikmati pemandangan dan suasana, saya berunding
dengan istri apakah masih mau meneruskan naik lagi ke curug
yang ke Tiga, kemungkinan sudah dekat.
Kalau curug ke Dua sangat jauh, bisa satu jam perjalanan lagi,
sedangkan kalau ke curug ke Satu yang terletak paling atas
tidak diperbolehkan karena sangat berbahaya.

Tapi sayang cuaca kelihatan mulai mendung, dan awal jalan
setapak kesana juga tampak sangguh "mengerikan" -
curam sekali dan berantakan.
Kalau sampai ditimpa hujan, entah bagaimana melewatinya,
pasti licin sekali, maka kami berdua kembali ke curug ke Lima.

Ternyata jalan setapak untuk naik turun ada dua jalur, karena
lembah dimana terletak air terjun ini diapit oleh dinding
pegunungan selatan dan utara.
Jadi selain jalur Selatan yang saya lewati sewaktu naik, ada
pula jalur Utara, maka untuk kembali bawah/ke Curug Tujuh
kami pilih jalur Utara ini.
Untunglah tadi sewaktu naik kami ambil jalur selatan, rupanya
jalur utara ini lebih berat medannya karena menanjak berat dan
jalannya tidak rata kurang terawat.

Persis kami tiba di dekat warung2 yang menjual makanan dan
minuman di kaki bukit, turun hujan lebat !
Wah, sungguh terasa lega dan gembira sudah selamat sampai
kembali dibawah dan telah bisa menyaksikan keunikan alam
yang begitu cantik dan asri.


Wana Wisata Curug Cilember.
Desa Jogjogan - Cisarua.
Cilember Adventure Camp :
Bpk.Idang - Event Organizer & Out-bound Training.
Telpon: 0251-258890
HP: 0818922615.



Thursday, March 8, 2007

jokes : The Pharmacist

 


 A calm, respectable lady went into the pharmacy and
walked up to the pharmacist, looked straight into his eyes,
and said, "I would like to buy some cyanide."


The pharmacist asked, "Why in the world do you need cyanide?"


The lady replied, "I need it to poison my husband."


The pharmacist's eyes got big, and he exclaimed,
"Lord, have mercy!
I can't give you cyanide to kill your husband!
That's against the law! I would lose my license!
They'll throw both of us in jail!
All kinds of bad things will happen!
Absolutely not!   You CANNOT have any cyanide!"


The lady reached into her purse and pulled out a picture of
her husband in bed with the pharmacist's wife.


The pharmacist looked at the picture and replied,
"Well, now. That's Different.
You didn't tell me you had a prescription.

Monday, March 5, 2007

jokes : THE LOVE DRESS

A woman stopped by unannounced at her son's house.
She knocked on the door then immediately walked in.
She was shocked to see her daughter-in-law lying on
the couch, totally naked.
Soft music was playing, and the aroma of perfume
filled the room.
 
"What are you doing?" she asked.
 
"I'm waiting for John to come home from work,"
the daughter-in-law answered.
 
"But you're naked!" The mother-in-law exclaimed.
 
"This is my love dress." The daughter-in-law explained.
 
"Love dress? But you're naked!"
 
"John loves me to wear this dress." She explained.
"It excites him to no end. Every time he sees me in
this dress, he instantly becomes romantic and
ravages me for hours.
He can't get enough of me".
 
The mother-in-law left.
When she got home she undressed, showered,
put on her best perfume, dimmed the lights,
put on a romantic CD, and laid on the couch
waiting for her husband to arrive.


Finally, her husband came Home.
He walked in and saw her lying there so provocatively.
 
"What are you doing?" He asked.
 
"This is my love dress," she whispered, sensually.
 
"Needs ironing" he said - "What's for dinner?"
 

Sunday, March 4, 2007

Wisata Agro yang Mendidik dan Menghibur : Kebun Wisata PasirMukti




Wisata Agro yang Mendidik dan Menghibur :
Kebun Wisata PasirMukti.


Minggu pagi 4 Maret 2007, sambil nyetir di jalan tol Bintaro,
saya SMS bung Marchell memberi tahu bahwa saya dan istri
jadi berangkat ke Bogor, untuk menonton atraksi pemecahan
rekor pembuatan Lontong Capgome terpanjang.
Acara itu dilaksanakan dihalaman parkir dari Botani Square,
sekaligus ada dijual berbagai makanan jajanan unik2.

Saat saya memasuki tol Jagorawi, ada SMS balasan dari
Marchell, memberitahu bahwa belum semua pedagang makanan
datang menempati lokasi yang disediakan di Botani Garden itu.

Kalau gitu ke Pasir Mukti dulu saja dah, tempat wisata agro
yang pernah saya saksikan di TV belum lama berselang.
Saat itu saya menyaksikan sekelompok anak yang datang
ke lokasi untuk memetik buah, main disawah dan juga main
di sungai dangkal berbatu yang airnya deras.
Tempat di Citeureup itu juga menjadi lokasi Outbound Training
yang asyik dan menantang.
Selain ada penginapan, juga ruang pertemuan dan restoran
masakan Minahasa yang halal.

Kebetulan tak lama kemudian terlihat exit Citeureup, maka
keluar dari jalan tol, dan sekitar dua kilometer sudah memasuki
kawasan Pasar Citeureup yang muacet banget penuh angkot.
Sempat saat bermacet ria itu saya tanya keseorang pedagang
asongan yang sedang berdiri ditengah jalan :
Bang, belokan ke Pasir Mukti yang mana yah?.
Dijawab : Maju dikit lagi, nanti belok kiri, kalau ketemu lampu
lalulintas berarti sudah kelewat pak!.

Repot sekali nyetir disitu, jalan satu arah yang sempit itu
dipenuhi orang lalu lalang dan juga penuh kendaraan yang
rada main serobot semau gue.
Karena kerepotan itu maka tau-tau belokannya terlewat!,
dan tak mungkin mundur lagi.
Istri saya langsung ngambek, sorry yah kalo muter balik lagi
ke tempat macet bikin stress kayak gitu katanya.

Tapi seperti biasa, semangatsutra tidak terbendung,
mobil kembali diarahkan menuju jalan Pasar yang macet tadi,
lumayan jauh kena muter lagi itu.
Setiba di awal tempat macet lagi, kali ini saya bertekad akan
cerewet nanya2, agar tidak terulang lagi kebablasan.
Terlihat beberapa pedagang asongan, saya turunkan kaca
jendela lagi dan teriak ke seorang penjaja rokok yang
berdiri ditengah jalan :
Bang, belokan ke Pasir Mukti yang mana yah?
Si abang nengok, eh mendadak dia nyengir :
Yaaah bapooaak!!, emang tadi kemana??
Astaga, rupanya dia orang yang sama - yang tadi saya tanyai!!

Hokkie amat si abang nih, ditanya sampai dua kali.

Kali ini tentu ketemu belokannya, rupanya memang papan
petunjuknya tidak begitu jelas.
Jalan kini lancar, dan sekitar empat kilometer tampak diatas
jalan - melintang conveyor belt IndoCement, dan langsung
ketemu pintu masuk kawasan Kebun Wisata Pasir Mukti.

Di pos penjagaan kami beli karcis 12 ribu rupiah/orang, dan
terus bermobil memasuki kawasan yang luas sekali itu.
Sebelah kiri terlihat beberapa villa yang berdiri diatas bukit,
dan disebelah kanan tampak lembah dengan latar belakang
pebukitan.

Kami mampir-mampir keberbagai tempat, ada tempat
tanaman anggrek, kebun buah2an dan juga sawah yang
menghijau.
Anggrek dan buah2an itu dijual dan bisa petik sendiri.
Kami terus berkendara dan akhirnya sampai ketepi sungai
yang dangkal berbatu besar2, airnya tampak cukup deras.
Pemandangan terbuka sekali ke sungai dan juga pebukitan
yang melatarbelakangi, asri sekali.

Tak jauh terlihat Combat Battle Field, kalau datang rame-an
bisa menyewa peralatan tempur yaitu seragam, goggles,
senapan dan paintball-nya untuk main perang2an.
Terdapat juga medan untuk pertempuran, atau kalau kita
mau beraksi seakan pasukan SWAT.

Akhirnya sampailah kami ke kolam ikan, terlihat banyak juga
pengunjung yang sedang mancing, kabarnya ikan guramenya
besar-besar.
Kami tidak ber-lama2 disana karena ingin juga melihat acara
yang menarik di Bogor, maka kembali menuju Pasar Citeureup.
Setelah berjuang melewati kemacetan, maka dengan lega
kami memasuki lagi jalan tol Jagorawi mengarah ke selatan.

Botani Square yang letaknya disebrang terminal Baranangsiang
ramai sekali, tapi untunglah masih dapat tempat parkir dan
sempat melihat Lontong Capgome yang sedang dimasak.


Kebun Wisata PasirMukti

Lokasi: Jl. Raya Tajur Pasirmukti Km.4 Citeureup-Bogor.
Telpon: (021) 87943864/65
Fax : (021) 87943866.
Kantor Pemasaran:
Jl.S.Iskandarmuda 2 A, Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Telpon: (021) 7398808
Fax : (021) 7398886.
email : pasirmukti@cbn.net.id
http://www.pasirmukti.co.id