Wednesday, March 2, 2011

Wisata Kuliner Benteng Heritage Minggu 20 Pebruari 2011




Berawal tawaran pak Udaya untuk teman2 Jalansutra boleh mengunjungi Museum
Benteng Heritage, awalnya saya tolak karena terfikir waktu persiapannya mepet,
tapi Arie Parikesit dan juga Lisa Virgiano mendesak untuk menerimanya.
Anggap ini bukan Tangerangsutra beneran, semacam pemanasan dulu dah gitu.

OK deh kalau ini semacam survey oleh Moderator cs dulu, kebetulan pak Udaya
bilang tawaran nya masih terbuka maka dipilihlah hari Minggu 20 Pebruari 2011.

Ternyata pak Udaya anthusias mendengar Mods mau full team datang, bukan saja
akan menerima sendiri kedatangan tamu juga mau menyiapkan makan siang yang
merupakan masakan2 khas Benteng, sampai juga akan mengundang grup musik
NanFeng - untuk mengiringi makan siang dengan lagu2 Gambang Keromong.
Dari awal rencana hanya Mods saja yang datang, ternyata pak Udaya bilang boleh
datang sampai 30 orang, dan belakangan jumlah ini ditambah lagi.

Setelah dirundingkan dengan Mods, diumumkan di Milis Jalansutra pendaftaran
anggota yang ingin mendampingi Mods ke Tangerang itu, dibuka kesempatan
untuk 11 orang - ternyata langsung yang mendaftar sampai dua kali lipat.
Setelah bongkar pasang akhirnya juru kunci di waiting list yaitu pak Jimmy bisa
ikutan juga, dengan total peserta hampir 40 orang.

Kemudian dapat kabar bahwa TransTV bersama pak Bondan dan Olga Lydia,
akan ikut jalan bareng dan shooting untuk Wisata Kuliner TransTV.
Udaya yang diberitahu akan ada TV segala, seperti biasa bukan jadi groggy tapi
makin bersemangat, dan bilang kalau gitu akan mengundang ibu Myra Sidharta,
ibu Mely G Tan, Prof.Harymurti dan juga David Kwa.

Malam hari H, masuk SMS dari pak Andy F Noya yang menanyakan arah,
memang sejak awal saya undang untuk melihat Museum Benteng Heritage, tapi
ternyata mau ikut dari awal yaitu dari meeting point rumah makan Encim Sukaria.
Surprise sekali pak Andy mau begini, karena kan bukan anggota Jalansutra yang
memang sudah terbiasa kukurilingan cari makanan enak.

Di Hari H, setengah jam sebelum waktunya saya sudah menuju Encim Sukaria,
ternyata beberapa teman sudah ada disana, dan tidak lama penuh sesaklah
rumah makan itu oleh teman2 Jalansutra yang menikmati Ketupat Sayur,
nasi Uduk/Ulam sampai membeli kue Bola dll yang enak2.

Perjalanan berlanjut ke Pasar Lama Tangerang, selama satu jam menyebar
mencari aneka kue/jajanan seperti Opak Bakar Karamel, Es Podeng, Asinan-
Lanjin dan Otak-otak encim Amoy, kue Doko dll.

Setelah kumpul lagi didalam kelenteng kuno BoenTekBio, maka bareng menuju
highlight perjalanan hari itu yaitu Museum Benteng Heritage, yang sebenarnya
baru akan buka tanggal 11-11-11.
Rombongan disambut owner Museum yaitu pak Udaya, yang mengajak kami
keliling bangunan kuno berlantai dua itu sambil memberikan penjelasan yang
menarik sekali.

Makan siang berlangsung didalam Museum, sambil diiringi musik gambang-
keromong yang dimainkan grup NanFeng, rombongan menikmati berbagai
masakan halal khas Benteng, sampai waktunya jam 15 untuk berpisah.

Setelah menyaksikan atraksi Naga Nusantara, dan berfoto bersama kami
pamit, sebagian teman masih lanjut ke Kawasan Kuliner Laksa Tangerang,
ditambah lagi ke komplek perumahan Modernland untuk menikmati
Es Selendang Mayang bang Sapri dan Toge Goreng Bang Aming.

Tuntaslah hari itu seluruh rencana wiskul, tapi diam2 ternyata masih ada yang
nyelonong sore menjelang malam nyambung lagi ke Bubur Koh Iyo di jalan
KiSamaun, bukan main - JS memang ga ada matinye.

Note : Sabtu 5 Maret 2011 jam 07.30 akan ditayangkan TransTV acara
Wisata Kuliner Benteng Heritage yang diikuti anggota2 Jalansutra ini.

Sunday, February 13, 2011

Bentang Alam paling memukau diatas muka bumi.




Cerita Perjalanan ini telah dimuat majalah Intisari Januari 2011.


Bentang Alam paling memukau diatas muka bumi.

Tepat di jantung Asia Selatan sebuah wilayah kecil seukuran pulau Jawa
terhimpit dua raksasa, China di utara dan India pada tiga sisi lainnya.
Tapi dalam rentang lebar wilayah yang hanya 150 Km, permukaan bumi
disitu begitu drastis bertumbuh dari hanya 60 meter menjadi 8848 meter
dari permukaan laut.
Beda ketinggian yang begitu kontras membuat alam-nya menjadi sangat
bervariasi, mulai dari hutan tropis dimana bisa dijumpai Badak Bercula Satu
sampai hamparan pegunungan tinggi berselimutkan salju abadi.
Itulah Nepal - The Most Dramatic Landscapes on Earth !

Hanya sedikit tempat di dunia yang bisa menyamai-nya dalam menawarkan
beraneka kegiatan tingkat dunia seperti :
mountaineering, trekking, mountain biking, nature tours, cultural tours,
pilgrim tours, whitewater rafting, canyoning, kayaking-canoeing, mountain
flights, pony trekking, jungle safaris, bird-watching, fishing, paragliding,
ultralight aircraft ride, bungy jumping. Belum lagi tour interest khusus :
orchid tours, honey hunting, meditation courses.

Setelah terbang sekitar 5 jam dari Singapore, Silk Air yang kami tumpangi
mendarat di Tribhuvan Airport, Kathmandu - ibukota Nepal yang berada di
Kathmandu Valley pada ketinggian sekitar 1350 meter.
Didalam Kathmandu Valley yang ditetapkan sebagai salah satu dari empat
Unesco's World Heritage di Nepal, terdapat tujuh situs bersejarah.
Salah satunya adalah Swayambhunath Pagoda yang berada dipuncak bukit
ditepi kota Kathmandu.
Dari kuil Buddhist Tibet kuno itu, pemandangan kebawah arah kota
Kathmandu mempesona, tampak lembah luas seakan mangkuk raksasa yang
begitu disesaki bangunan, tapi tanpa ada satupun gedung pencakar langit.
Menurut legenda Kathmandu Valley ini awalnya adalah danau, sampai
Manjushri seorang murid Sang Buddha membelah bukit yang memagari
danau, maka air susut dan didasar danau itu tumbuhlah kota Kathmandu.

Memang kota itu dipenuhi rumah yang kebanyakan berupa deretan ruko dua
lantai keatas, memagari jalan kecil berdebu yang dilewati kendaraan roda
empat mayoritas usia tua.
Hiruk pikuk orang banyak lalu lalang ditingkah klakson mobil membuat kami
yang baru sehari sebelumnya masih berada di Singapore yang begitu rapih
bersih berkilau merasakan sekali perbedaan yang begitu kontras.

Mount Everest memang berada di Nepal, tapi tentu kami tidak mungkin bisa
melihatnya dengan cara mountaineering , maka dipilihlah Mountain Flight
dengan Buddha Air, yang mengaku The Best Mountain Flights in the World.
Memasuki airport domestik Kathmandu, kami semua digeledah petugas dengan
tangan, sampai tiga kali pula, sebelum bisa naik kepesawat Beechcraft 1900 D
yang kapasitasnya 19 seats.
Pesawat dengan dua pilot dan satu pramugari itu terasa lega karena penumpang
dapat berjalan didalam kabin tanpa merunduk, setiap penumpang dapat window
seat karena sebaris cuma dua kursi.

Pesawat mengudara dengan mulus, tidak lama kami sudah berada diatas
Himalaya, dibawah terlihat hamparan begitu banyaknya puncak2 runcing yang
terasa dekat sekali dengan perut pesawat, tidak terasa kalau berada di ketinggian
diatas 8000-an meter, ditempat yang dijuluki Clouds of The Earth atau
The Location Where The Earth Meets The Sky
Kemudian pramugari mempersilahkan kami bergantian masuk cockpit, disitu
pandangan terbuka sekali dan tampaklah pemandangan yang menakjubkan.
Persis didepan jelas sekali terlihat puncak Everest/Sagarmatha (8848 meter),
yang bentuknya khas, didampingi puncak Lhotse (8518 meter) .
Pesawat makin mendekat ke puncak tertinggi didunia itu, untuk kemudian
memutarinya dalam jarak yang begitu dekatnya sampai kami bisa melihat
lekuk-lekuk puncaknya yang coklat kehitaman berselimut salju.
Sempat terbayang betapa hebatnya Sir Edmund Hillary dan Sherpa Tenzing
Norgay, orang pertama yang bisa menjejakkan kaki disana.
Saat pesawat mendarat lagi, pilot Buddha Air membagikan sertifikat yang
bertuliskan:
I did not climb Mt Everest but touched it with my Heart.

Esok harinya kami meninggalkan Kathmandu yang sesak berdebu itu
menuju Pokhara, kawasan sejuk hijau nyaman di sentral Nepal.
Bus kami bertuliskan Tourist Only, tapi kayaknya itu truk yang dimodifikasi,
karena knalpotnya ada dua, satu untuk mesin mobil dan yang satunya lagi
untuk mesin AC yang mungkin dipasang belakangan.
Hanya kabin penumpang yang sejuk ber-AC, untuk kabin sopir yang terpisah
oleh sekat kaca pak sopirnya cukup pakai AC alam saja.

Awalnya kami ter-heran2 karena perjalanan sejauh 200 Km ke Pokhara yang
lewat highway dibilang akan makan waktu enam jam, padahal untuk jarak
yang sama Jakarta - Bandung paling dua jam.
Ternyata highway itu tidak bedanya jalan raya biasa, segala macam bisa
lewat disana termasuk sapi juga yang melenggok dengan tenangnya.
Sekian kali bus harus berhenti untuk bayar tol, malah ada gardu tol yang
memasang portal yang diturun-naikkan seperti portal Satpam perumahan.
Walau demikian separuh perjalanan pemandangan menyejukkan mata,
bus menelusuri lereng pegunungan yang asri menghijau, dengan sungai
deras setia menemani sepanjang perjalanan.

Kota Pokhara yang berada diketinggian 800 meter diukir habis2-an oleh
sungai Seti yang melewatinya, hingga terbentuklah berbagai celah disana,
mulai dari sungai deras yang lebarnya hanya dua meter tapi dalamnya tak
terduga yaitu 20 meter, ada pula ngarai selebar kawah gunung.
Akibatnya pula, banyak terdapat danau, air terjun dan berbagai gua yang
yang spektakuler.

Air terjun yang kami kunjungi bernama Pattale Chango, tapi lebih populer
disebut Devi's Fall karena disitulah Mrs.Devi seorang wanita Swiss tewas
dengan cara sangat mengerikan.
Menuju kesana mudah saja, hanya berjalan 100 meter dari jalan raya,
sudah sampailah kami ditepi sebuah lubang seakan sumur raksasa yang
menyeramkan, dindingnya curam sekali dengan dalam sekitar 30 meter,
tampak sungai kecil yang aliran airnya deras terjun kedalam lubang itu.
Selintas seperti air terjun biasa, tapi aliran air yang terjun itu tidak berlanjut
mengalir menjadi sungai seperti lazimnya, disini malah menghilang karena
masuk kedalam rekahan dinding sumur itu.
Ditempat inilah, Mrs Devi yang sedang mandi2 bersama suaminya tersapu
air bah sehingga terjatuh kedasar air terjun untuk kemudian terbawa masuk
kedalam rekahan bukit itu, jasadnya tidak pernah ditemukan.

Kemudian kami kembali kejalan raya, menyebranginya dan tidak jauh
sampailah di pintu Gupteswor Cave.
Ternyata lorong gua itu bukan hanya sempit, juga lantainya licin karena
banyak air menetes dari atap gua.
Lorong gua juga tidak datar tapi mengarah kebawah, setelah berjalan
sekitar 300 meter, gua makin membesar dan atap gua kini belasan meter
diatas kepala kami.
Mendadak langkah kami terhenti karena didepan tampak ada air, sejenak
kami kebingungan, rupanya itu sungai bawah tanah yang mengalir deras
sekali menghampiri kami, dan dalam keremangan gua tampak aliran sungai
itu menghilang masuk kedalam lantai gua dibawah tempat kami berdiri.
Dan dikejauhan didepan tampak rekahan dinding gua, sempit saja tapi
dari bawah keatas sekitar 20 meter, dari rekahan itulah berasal aliran
sungai yang menghampiri kami dan terdengar suara gemuruh air terjun
Astaga, itulah Devi's Fall, jadi kami kini berada didalam perut bukit, dan
aliran sungai yang dibawah kaki kami itulah yang membawa Mrs. Devi
masuk kedalam perut bumi.
Konon aliran bawah tanah itu sejauh 500 meter, dan nantinya akan
muncul dan bergabung dengan Seti River.

Mungkin dianggap belum cukup seram, berikutnya kami diajak keatas
sebuah jembatan dipusat kota,dibawahnya tampak jurang sempit yang
dalam sekali sekitar 50 meter, dialiri sungai Seti yang deras mengalir.
Rupanya inilah tempat yang populer untuk bunuh diri di Pokhara dengan
cara meloncat dari atas jembatan itu.
Akhirnya kami menuju Phewa Lake, kini terobatilah rasa tegang saat
berperahu kecil mengelilingi danau dengan pemandangan indah puncak
bersalju pegunungan Annapurna dikejauhan.

Esoknya pagi buta jam 4.30 kami sudah berangkat menuju Sarangkot
yang ketinggiannya sekitar 1600 meter untuk menyaksikan sunrise yang
istimewa karena kabarnya semburat sinar matahari yang muncul dari balik
pegunungan Himalaya yang bersalju akan tampak sangat indah.
Turun dari bus, perjalanan diteruskan berjalan kaki sampai ke puncak sebuah
bukit, disitulah masih dalam keremangan pagi kami semua terpana.
Menengok keselatan tampak jauh dibawah kami kerlip cantik lampu kota
Pokhara, berdampingan dengan danau Phewa yang indah sekali.
Kalau pandangan dialihkan ke utara tampak nun jauh dibawah lembah yang
dialiri sungai Seti yang ber-kelok2, dengan latar belakang deretan puncak-
puncak bersalju Annapurna, pegunungan bagian barat dari Himalaya.
Itulah satu2nya tempat didunia dimana hanya dalam jarak 30 Km, muka
bumi bisa mendadak naik dari 1000 meter menjadi lebih dari 7500 meter.
Tampak pula Puncak Machhapuchre atau Mount Fishtail setinggi 7000 meter,
yang sangat menarik perhatian karena bentuknya unik mirip ekor ikan,
inilah gunung suci yang tidak boleh didaki.
Bersama puluhan turis manca negara, kami sungguh betah berlama-lama
menikmati pemandangan alam yang begitu unik dan indah yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata.

Nepal dikaruniai bentang alam yang begitu memukau, sungguh tepat pilihan
motto Nepal Tourism Year 2011 yaitu Naturally Nepal – Once is not Enough.

Foto lain bisa dilihat di :
http://smulya.multiply.com/photos/album/312
http://smulya.multiply.com/photos/album/313

Saturday, January 8, 2011

Intisari, edisi Januari 2011 : Terpukau Bentangan Alam Nepal.

Dalam majalah Intisari Januari 2011, bisa dibaca
cerita perjalanan saya ke Nepal, berjudul :
 Terpukau Bentangan Alam Nepal.

Tiga cerita lainnya yang pernah dimuat di Intisari :

Santorini : Puisi Alam nan Romantis
http://smulya.multiply.com/photos/album/156
 
Dubrovnik - Mutiara Cantik Ditepi Adriatic
http://smulya.multiply.com/photos/album/192
 
Sarajevo – Kota yang dalam seabad tiga kali memukau dunia.
http://smulya.multiply.com/photos/album/277/