Tuesday, December 11, 2007

Terdampar ke abad pertengahan didalam Labyrinth Medina, Fez.




Mendengar nama Fez atau Fes, mungkin tidak banyak orang
yang tahu dimana letaknya, padahal kota ketiga terbesar di
Maroko ini (setelah Casablanca dan Rabat) konon pada kurun
waktu tahun 1170 - 1180 adalah kota terbesar didunia, saat itu
menjadi ibukota Kerajaan Fez.

Kota kuno ini dibangun oleh Raja Idris I pada tahun 789, dan
diteruskan oleh putranya - Idris II pada 810, kini merupakan
salah satu dari empat "imperial cities" di Maroko, selain
Marrakesh, Meknes dan Rabat.

Kota kuno ini terdiri tiga bagian, Fes el Bali (The Old, Walled City),
Fes-Jdid (New Fes, Home of the Mellah)-bagian orang Yahudi, dan
The Ville Nouvelle (the French-created, Newest Section of Fes).

Fes kabarnya kota kerajaan yang paling menarik dan paling indah
di Maroko, dimana walaupun sebagian besar terlihat tradisional,
tapi juga ada bagian modern-nya yaitu Ville Nouvelle or "New City",
yang menjadi commercial center.

Yang paling menarik bagi para turis adalah Medina di Fes al Bali,
ini adalah wilayah pemukiman bebas kendaraan bermotor terbesar
didunia, dan masuk list Unesco's World Heritage sejak tahun 1981
karena 13,380 historic buildings didalamnya masih utuh sekali.


Pagi hari, 16 Nopember 2004, kami meninggalkan Sheraton Hotel
yang berada di wilayah Ville Nouvelle, langsung memasuki jalan
utama kota Fez yang anggun.
Jalan itu lebar, kiri kanan-nya dipagari pepohonan, dan gedung-
gedung megah/antik berderet sepanjang jalan yang nantinya akan
mentok ke halaman depan yang luas dari Royal Palace.
Inilah Champ Elysee-nya kota Fez kata Ahmed, Local Guide kami.

Dijaman lampau pernah orang Yahudi yang terancam jiwanya
minta perlindungan kepada raja Maroko, dikabulkan dan diberikan
tempat bermukim tidak jauh dari istana Raja, sekarang masih ada
dan disebut Fes-Jdid atau Jewish Section itu.
Lokasinya memang berdekatan sekali dengan Royal Palace.
Setelah mengunjungi istana itu - tepatnya sih mengunjungi
gerbang istana karena tidak ada istana di Maroko yang boleh
dimasuki turis - kami cuma bisa motret2 didepan gerbang,
maka dengan menyebrang jalan saja kami sudah berada
di Jewish Section itu.

Diawali mengunjungi Gate dari sepenggal sisa benteng kuno,
kemudian berjalan kaki memasuki kota tua dimana terdapat
banyak rumah kuno milik orang Yahudi itu.
Waktu seakan mundur ke abad 14, gedung-gedung tua yang
masih terawat baik berdesakan sepanjang lorong-lorong kecil
yang bersimpangan satu sama lain.
Keturunan orang Yahudi tentu banyak didaerah itu, cuma
kami tidak bisa membedakan mana orang Yahudi dan mana
orang Maroko asli.

Sempat juga kami tanyakan ke Ahmed, kenapa selama di
Maroko yang berada di benua Afrika ini kami tidak melihat
satupun orang berkulit hitam, dijawab bahwa orang kulit
hitam adanya di beberapa wilayah gurun yang terletak jauh
di bagian selatan Maroko.
Sampai nantinya kami meninggalkan Maroko, hanya orang
yang seperti Ahmed itu yang kami lihat - berkulit agak putih
bersih, berhidung agak mancung, perawakan sedang dan
berambut hitam.

Berikutnya adalah tujuan utama hari itu yaitu memasuki
Labyrinth yang legendaris, yang terletak didalam Medina/
Old City dari Fez. Kota perdagangan kuno dari abad 9 itu
telah berkembang menjadi kawasan yang bukan saja luas
juga super padat.
Jalan-jalan kecil didalamnya, begitu banyak dan begitu
simpang siur, sehingga bisa menyesatkan orang yang
tak terbiasa memasukinya. Karena rumitnya itulah maka
kawasan ini dijuluki Labyrinth.

Sebelum memasukinya, kami diajak keatas sebuah bukit
dimana bisa mendapatkan pemandangan lepas kearah
keseluruhan Medina. Tampak dikejauhan lembah yang
dikelilingi pebukitan terisi begitu banyak rumah berlantai
dua-tiga yang mempunyai banyak jendela.
Dinding rumah berwarna seragam putih kecoklatan
dengan antena parabola bertengger diatasnya.
Kabarnya ukuran Medina sekitar 2400 kali 1600 meter,
luasnya 300 hektar.

Rumah-rumah yang berjejalan penuh sesak itu menjadi
sebuah kota tanpa ada satupun jalan raya didalamnya.
Memang memasuki Labirynth Medina, harus berjalan kaki.
Sejak abad 9 sampai kini, kendaraan yang boleh masuk
hanyalah unta/keledai, jalannya sempit sekali selebar
hanya satu sampai tiga meter saja, malah ada yang
hanya selebar 60 sentimeter.

Kebetulan sekali, persis saat kami memasuki gerbang
Labyrinth, ada seekor keledai sedang dituntun keluar
dari jalan kecil tapi ramai itu, langsung saja kami serasa
tersedot mesin waktu mundur ke abad 9.

Holden, Tour Leader dari Jade Tour "mengancam" kami :
Awas!, jangan mata keranjang ya!, jangan belanja sendirian!.
Pokoknya jangan sekali-kali sampai terpisah dari rombongan!.

Jadi kami tidak boleh nyelonong sendirian mampir ke
toko-toko yang banyak terdapat sepanjang jalan kecil/
lorong-lorong itu.
Sepanjang jalan kuno yang sempit beralas bebatuan itu
banyak sekali toko kecil-kecil yang menjual begitu
beragamnya barang, baik makanan/minuman, pakaian,
souvenir yang memang membuat kami jadi ngiler banget
pengen mampir sebentar.
Kabarnya terdapat sampai 10,539 buah toko2 kecil disitu.

Berjalan dijalan sempit beriringan dan berpapasan dengan
begitu banyak orang cukup mendebarkan hati.
Kami melihat begitu banyaknya persimpangan jalan,
apalagi perjalanan kami tidak lurus saja tapi belok-belok
menyimpang kesana kemari.
Pokoknya betul-betul kami kehilangan orientasi arah,
tidak tahu lagi dimana arah awal perjalanan kami tadi.
Kalau sampai terpisah, rasanya jadilah mesti cari pak
Lurah setempat untuk bikin KTP baru disitu.

Didalam kawasan yang sungguh luas itu, walaupun tampak
sudah begitu tua dan kusam tapi gedung-gedungnya masih
utuh sekali seperti keadaannya sekian abad yang lalu itu.
Kami melihat gedung kuno bekas tempat menginap para
pedagang dari Mali, Senegal, Sudan dan lain-lain.
Dijaman itu mereka menginap dilantai dua dari gedung yang
dipakai sebagai pasar kuno. Kendaraannya, yaitu unta atau
keledai dahulu ditambat dihalaman tengah rumah itu.

Bangunan kuno/bersejarah semua masih bagus kondisinya,
antara lain Mesjid Najjerine yang tempat ambil air wudhunya
cantik dan antik sekali.
Mesjid Qaraquiyine yang kelihatan kuno sekali, dibangun
pada tahun 859 yaitu pada masa pemerintahan Yahya ibn
Muhammad. Mesjid ini adalah salah satu mesjid tertua
dan terbesar di Africa.

Sungguh meninggalkan kesan yang unik dan mendalam,
berada disitu kita merasa terdampar muncul bergabung
dikeramaian tengah kota masa lampau.


36 comments:

  1. dok, ini perjalanan th 2004 ya, tapi catatannya msh sangat details. luar biasa! ada nama Holden juga disebut-sebut disini...ntar sy sms dia supaya juga baca dan..."jangan suka ngancam2 ya..!" hahaha. salam

    ReplyDelete
  2. bung Tonny,

    iya bilang sama dia, memang tukang ngancam gitu hehehe,
    kemarin baru ngancam lagi nyuruh ikut ke Iran awal tahun dpn,
    tapi kayaknya ganti ke Jepang lihat sakura & alpine road.

    minggu 16 Des nggak ikutan jalan bareng dan nonton wayang potehi
    di kelenteng TanjungKait ?

    ReplyDelete
  3. kenapa gak ke Iran...khan sangat menarik dan "misterius"? Tp ya...winter di Jepang juga tentunya sangat2 indah, apalagi mau ke Alpine Road??? rute baru? sy sdh sangat lama ke jepang dan gak tau nih rute ini.
    Weekend ini cukup padat, jadi gak bisa ke Tg.Kait. Sabtu ikut acaranya YH di Gourmet Garage dan minggu ketemu MP Yohanes (sydney) dan mungkin juga dgn mbak Elok (kompas).

    ReplyDelete

  4. Saya maunya nggak Iran doang, Holden rancang 10 hari
    semuanya Iran dan kayaknya masih musim dingin kalo
    bulan Februari -saya kan takut dingin.
    Saya naksirnya ke Iran+Suriah+Jordan, sekalian jalan kesana.

    Sakura kayaknya akhir Maret - maka udah nggak terlalu dingin,
    bisa nyoba Alpine Road itu, si Holden lumayan bisa ngomong
    Jepang dikit2.


    OK, met wik-en, salam2 buat Elok dll juga

    salam
    sm

    ReplyDelete
  5. duuuuh... kapan ya bisa jalan-2 kesini??

    ReplyDelete
  6. Kapan ya bisa jalan-jalan kaya Dokter Sindi dan Ibu..., wah iri nih Dok.
    Oh ya saya menunggu tulisan lang-langnya di Intisari lo Dok.....

    ReplyDelete
  7. hallo,

    iya tuh belum jadi2 juga nulis lagi
    buat di Langlang nya Intisari itu,
    konsep ada sih cuma belum sempat2 nih

    ReplyDelete
  8. Wah bagus Dok kisahnya. Saya rencananya mo ngajak ortu ke Marakesh, di posting dong Dok kalo' ada cerita jalan² ke Marakesh (biar bisa di tiru..:-)

    ReplyDelete
  9. Dua jempol banget dech buat tulisan2 Pak Sindhi neh...(kalau perlu jempol kaki saya juga ikutan dech!) Tulisan yang menarik, padat dan enak dibaca! Salut!

    ReplyDelete
  10. tq,
    wah saya nggak ke Marrakesh tuh,
    hanya ke Casablanca-Rabat-Fez-Tangier,
    cerita tiga kota pertama sudah saya muat,
    tinggal Tangier yang belum.
    Kabarnya Marrakesh bagus, sayang kami
    tidak sempat kesana, karena perjalanan
    panjang ke Spain dan Portugal juga.

    ReplyDelete
  11. tq,
    jempol kaki mah jangan diangkat, nanti
    jatoh celentang hehehe

    kapan nulis lagi buat Reader Digest Indonesia,
    kalo udah dimuat di edisi Desember itu kan
    jadi ketagihan, ditunggu tulisan berikutnya

    salam
    sm

    ReplyDelete
  12. Jadi inget movie Labyrinth. Ke Iraq donk banyak sejarahnya

    ReplyDelete
  13. Pengen banget jalan-jalan ke Maroko, apa daya misua kagak tertarik. Kira-kira aman ngga Dok pergi tanpa guide? Blusukan gitu deh....

    ReplyDelete
  14. Iya Dok, di gabon sini jg banyak org Maroko (ada juga Tunisia), dan mereka semua emang "bule", sampe susah ngebedain dg org perancis. Malah ada temen dr Tunisia yg matanya biruuuu banget, padahal ga pake contact lens loh, jadi asli.. Emang ternyata ga smua org Africa berkulit hitam yah...:-))

    ReplyDelete
  15. movie Labyrinth - apa itu ?
    Iraq ? - iya banyak sejarahnya tapi bom juga banyak he3

    ReplyDelete
  16. kesan saya disana aman,
    suasana nya nyantai, di pertokoan
    ada restoran2 yang pasang meja di trotoar,
    orang duduk2 minum 2 nyantai kayak di Paris gitu

    ReplyDelete
  17. Africa utara mungkin karena dapat pengaruh cuaca
    dingin dari utara dan tidak persis di katulistiwa,
    sehingga kulit orang di utara itu tidak hitam seperti
    yang di Africa tengah/barat/timur/selatan

    gimana kabarnya di Gabon, ayo dong bagi2 cerita
    kita butek banget soal Gabon

    ReplyDelete
  18. sebenernya lebih ke arah penyebaran genetis dari orang orang ras kaukasian, dibandingkan dengan ras afrika hitam.


    dan pengamatan sekilas, penyebaran kaukasian ini, relatif karena pada awal masa peradaban, lautan mediterania menjadi jembatan penyebaran dari eropa daratan, sampai dengan afrika utara.

    sedangkan afrika hitam, penyebarannya lebih ke selatan, dibatasi dengan gurun sahara, yang pada saat itu memang susah ditembus, sehingga mereka tidak (banyak) sampai ke afrika utara.

    ReplyDelete
  19. weleh Pak Sindhi, masih berjiwa muda dan bersemangat baja dalam hal travelling dan menulis artikel :) Salut pak, sayangnya untuk taun ini, saya belon kebagian 'jatah' buat ke Marokko, maybe next year, who knows!

    ReplyDelete
  20. dear Vergie,

    makanya yg muda2 ayo jalan sebelum
    dengkul goyah, tapi jalan ke Maroko sih santai,
    yang repot kalau ke China karena disana kita
    wisata alam yang naik turun gunung,
    keluar masuk gua, pokoknya banyak jalan kaki,
    makanya kalau wisata ke China jangan nunggu tua,
    bisa percuma nungguin bus trus.

    ReplyDelete
  21. Pak Mulya gak mungkinlah dengkulya goyah..wong dia dokter koq, yang goyah cuma matanya untuk melihat dan memotret dan tangannya untuk mencatat.....kapan tulisan ini dimuat dalam Intisari pak?.....selamat yach pak sudah ganti profesi jadi traveler dan writer, kalo dulu cuma pasien yang dapat merasakan uluran tangan bapak, sekarang setiap orang bisa menikmati kisah perjalanan bapak, tanpa bayar lagi..he..he..he.
    Salam buat ibu dirumah.
    Umbas

    ReplyDelete
  22. wah pak Sindhi catatannya detail sekali. kalau sy traveling kadang2 udah terkesima duluan jadi gak nyatet2. padahal saya pelupa.
    Maroko... dan Vietnam..... dua tempat itu yang ingin sekali saya kunjungi. eh udah terdampar di AS, mudah2an masih sempat. bagus sekali foto2nya Pak....
    salam,
    mochtar

    ReplyDelete
  23. pak Umbas yth,
    iya betul dengkul udah mesti di-hemat2 nih,he3.

    wah kalo tulisan ini sih nggak masuk ke Intisari,
    kurang geregetnya, bisa2 masuk antrian daftar tunggu doang.

    saya tadinya mau ajak pak Umabs dan nyonya ke TanjungKait,
    tapi mikir2 nggak dah soalnya bakalan makan disana tempatnya
    Amigos (agak minggir got sedikit).

    salam
    sm

    ReplyDelete
  24. pak Mochtar,

    memang selalu saya nyatat di oret2an saat
    perjalanan, kalo nggak pasti lupa, tapi tentu
    yang penting2 saja.
    nantinya ditambah data2/angka2 dari mbah Google.

    duh fotonya itu saya sebenarnya kurang puas karena
    jaman masih pake film biasa - jadi motretnya di hemat2
    dan hasil cetakannya jadi berwarna kurang natural,
    kalo pake digital kayak sekarang kan bisa semau gue
    banyaknya dan bisa pilih2 nantinya, dan warnanya juga
    cakep- nggak tergantung hasil cetakannya Fuji Film.


    salam
    sm

    ReplyDelete
  25. Tulisan Pak Sind mengenai Fes2 dg labirynth2 nya di Maroko,membuat mata jalang dan kaki gatal,sayang Bapak nggak ajak2 kami..........hahaha......

    ReplyDelete
  26. pak Omar,

    memang agak jarang tour kesana,
    bolehlah kapan2 kesana kalau
    belum pernah, melihat sisi Africa yang
    ternyata "tidak hitam".

    salam
    sm

    ReplyDelete
  27. thank's dah kasih info tentang site ini ke aq,
    kyknya bakal sering sering buka nih aq ke site ini banyak hal menarik yang memang cuma ada dikawasan lain dan keunikan daerah daerah tersebut. cuma yang patut disayangkan apa semua itu bisa bertahan untuk bisa dinikmati oleh generasi2 anak cucu kita nantinya yah.....! moga aja global warming gak tambah galak....
    thx a lot..........
    arif.

    ReplyDelete
  28. Lihat fotonya Pak Sindhi jadi pengen juga ke Maroko, ke Medina sudah pasti wajib didatangi.

    Object lainnya yg menarik apa lagi pak? Siapa tahu saya kesampaian juga kesana.. :)

    ReplyDelete
  29. Lihat fotonya Pak Sindhi jadi pengen juga ke Maroko, ke Medina sudah pasti wajib didatangi.

    Object lainnya yg menarik apa lagi pak? Siapa tahu saya kesampaian juga kesana.. :)

    ReplyDelete
  30. dear Riza,

    ada dua cerita sebelumnya yaitu :
    Menuju Casablanca - Rumah Putih di Africa.
    http://smulya.multiply.com/photos/album/170
    Rabat - ibukota antik ditepi Atlantik.
    http://smulya.multiply.com/photos/album/171

    ReplyDelete
  31. Wah, seru sekali perjalanannya. Kapan ya bisa ke sana?

    ReplyDelete
  32. Bapak, ke Maroko WNI ga perlu visa kan yah?? :)

    terus gimana orang²nya pak? suka hassle gitu gak pak seperti layaknya egyptian & indian......pls advice y pak :)

    ReplyDelete
  33. Waktu itu seingat saya nggak pakai visa.
    Waktu berada disana, terkesan suasana mirip2\
    Eropa gitu yaitu jalan2 rapih, lumayan bersih,
    orang2 duduk2 ngopi di trotoar seperti gayanya
    orang Perancis di trotoar Champs Ellysee gt.
    Orang2nya cuek2 aja, nggak agresif misalnya
    ngejar2 nawarin jualannya dll, sehingga selama
    berada disana nyaman2 aja.

    ReplyDelete
  34. thanks pak share nya......saya rencana ke Marrakech and Ouarzazate next 3 weeks , tp masih ragu dengan tabiat local people nya, secara baru pulang dari Mesir 3 minggu lalu dan agak lelah kalo harus berhadapan dengan hassle people lagi.....Have a blessed weekend pak:)

    ReplyDelete