Sunday, December 16, 2007

Jalan-bareng ke Kelenteng Tanjung Kait.




Minggu 16 Desember 2007, sejak pagi buta hujan turun -
memang tidak terlalu lebat, tapi "melit" nggak stop-stop.
Pusing juga jadinya, karena rencananya pagi itu akan
jalan bareng ke Tanjung Kait bersama teman2 - baik itu
teman lama, Jalansutra maupun teman Multiply.

Rencananya mulai jam 8 pagi sudah mulai ketemuan,
parkir di jalan pinggir kali dekat Pasar Lama Tangerang,
untuk cari makan pagi atau beli aneka kue-kue khas
Tangerang, dan jam 9.30 meluncur ke Mauk.

Akhirnya jam 6.30 saya SMS ke semua teman bahwa
agar dipertimbangkan dalam cuaca seperti ini akan
sulit jalan didaerah Pasar Lama, sebaiknya cari makan
pagi di tempat lain, kalau start ke Mauk tetap jam 9.30.

SMS balasan berdatangan, ada yang batal karena anak
sakit, ada yang karena perumahan nya ada genangan air,
tapi ada juga yang "ngotot" tetap mau selusupan nyari
makan pagi di Pasar Lama yang tentunya becek sekali.

Malah ada yang jam 7.30 sudah nilpon bahwa sedang
memasuki kota Tangerang, sehingga saya gelagapan
juga buru-buru menuju Pasar Lama untuk menyambut
dan memberikan peta lokasi aneka makanan di Pasar
Lama, sekaligus peta perjalanan menuju TanjungKait.

Ternyata hujan mereda, sehingga teman2 yang mulai
berdatangan bisa dengan santai berjalan kaki menuju
Pasar Lama, belanja aneka makanan sampai jam 9.30.

Tepat waktu iring2an 14 buah mobil bergerak mengarah
ke Mauk, perjalanan cukup lancar hanya tersendat
saat melewati pasar Sepatan yang pagi itu ternyata
belum bebas sepenuhnya dari kemacetan rutin.
Perjalanan sepanjang jalan menyegarkan mata karena
hampir sepanjang jalan terlihat hamparan sawah yang
luas menghijau asri sekali.

Persis jam 10.30, kami memasuki kota kecil Mauk
dan mampir dirumah Bapak Halim yang besar.
Jadi ceritanya, minggu lalu saya menilpon beliau untuk
menanyakan situasi jalan kesana, eh malah "dipaksa"
mampir untuk menikmati es kelapa puan/kopyor.
Tentu saya "menolak" antara lain bilang bahwa saya
nanti perginya berombongan - mungkin 30-an orang,
eh malah ditantang - mau 50 orang juga boleh katanya.

Ternyata memang kami berjumlah 50 orang, setelah
parkir dihalaman, disambut beliau dengan ramah dan
dipersilahkan memasuki rumahnya untuk beristirahat.

Setelah menikmati es kelapa puan itu, ternyata diberi
kejutan yaitu munculnya Kelapa Lilin berupa kolak,
tentu makanan unik dan langka ini setelah ramai2
dipotreti langsung tandas diserbu ramai-ramai.
Rupanya bu Halim kurang puas dalam "ngerjain" kami,
keluarlah minuman yang bikin semua jadi terpesona :
Es buah Kawista, yang terasa segar dan eksotis.

Hebatnya semua buah2an itu dipetik dari kebun pribadi,
khusus Kelapa Lilin kami dapat pencerahan dari beliau
bahwa kelapa ini pohonnya tidak beda dengan pohon
kelapa yang biasa, tapi buahnya sesekali saja ada
yang "nyeleneh" berubah menjadi Kelapa Lilin yang
dagingnya legit gurih itu.

Perjalanan berikut tinggal 6 kilometer lagi dan kini
di kiri jalan mulai terlihat tambak ikan dan laut.
Ternyata Radar TNI AU di pantai TanjungKait masih
berfungsi, dari kejauhan terlihat radar yang bertengger
diatas sebuah bangunan itu masih berputar-putar.

Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kait masih bagus
kondisinya seperti saya lihat belasan tahun yang lalu,
pengunjung ramai tapi tidak sampai membludak.
Karena acara puncak ulang tahunnya adalah pada
malam Minggu kemarin, kabarnya semalam itu
pengunjung sudah berjejal antri mulai pagar komplek.

Kami sepakat bahwa pulangnya masing-masing,
karena terserah apakah ada yang mau nonton lomba
barongsay, main ke pantai atau belanja2 aneka
makanan hasil laut yang diasinkan dll.

Sendirian saya menuju pantai yang hanya sekitar
250 meter, melewati rumah penduduk yang sangat
sederhana dengan dinding gedek dan atap rumbia.
Banyak terdapat perahu nelayan di pantai laut yang
airnya bukan biru tapi coklat keruh, dan banyak
juga perahu yang sudah dalam kondisi rusak.
Sempat saya tanyakan ke seorang nelayan tentang
air pasang, ternyata fenomena itu tidak terjadi disitu,
aneh sekali padahal tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Saya teruskan berjalan selusup-selusup diantara
rumah penduduk mengarah ke barat dan sampai
di bekas dermaga yang dulu digunakan perahu wisata
menuju Pulau Laki dilepas pantai Tanjung Kait.
Dermaga sudah rusak, dan sekeliling nya kini malah
dipenuhi rumah makan sea food yang menjorok kelaut.

Sedianya saya mau mencoba mengunjungi komplek
Radar TNI AU, yang sudah ada sejak jaman Dwikora.
Dulu terlarang memasuki komplek militer itu, kabarnya
sekarang ada kemungkinan diperbolehkan masuk.
Sayang sudah terlalu siang, maka saya putuskan
kembali saja ke komplek kelenteng.

Perjalanan pulang juga lancar, kebetulan saya kali
ini tidak nyetir maka bisa menikmati pemandangan
persawahan kiri kanan jalan yang hijau menyegarkan
mata - jadi terkenang puluhan tahun lalu pemandangan
juga masih sama seperti itu, nostalgik sekali dan
mudah2an pemandangan cantik ini bisa masih tetap
bisa dilihat di masa mendatang.

34 comments:

  1. wah, masuk pantainya dari sisi yang mana ya pak? saya masuk lewat jalan kecil lurusan tukang jual makanan ketemunya cuma perahu sempit doang he he. kelapa lilinnya pak halim memang asyik, saya masih sempet kebagian bibit pohonnya kawista malah :)

    ReplyDelete
  2. sayang banget tadi ga keburu 'nguber' ke Tanjung Kait. Pas kelar ketemuan temen udah jam 1, pasti udah pada pulang & acara udah bubar. Jadi ga kebagian kolak kelapa lilin yg unik itu, hehe

    ReplyDelete
  3. baru denger nama kolak kelapa lilin. ini dari kelapa ? perjalanannya seru ya mas.

    ReplyDelete
  4. Grace,

    jalan ke pantai itu bisa dari depan panggung wayang
    Potehi itu - trus keutara melewati rumah2 penduduk,
    memang sekarang udah banyak sekali rumahnya,
    kalo dulu sih masih kosong sehingga laut kelihatan.

    bu Halim bikin kolaknya pas manisnya tuh, saya
    cuma kebagian sepotong kecil ajah - he3,

    kalau Kawista nya malah nggak kebagian, jadi cuma
    bisa mengenang rasanya yg entah udah berapa belas
    tahun yg lalu nyobainnya.

    ReplyDelete
  5. hallo,

    iya sih kalo jam 13 saya juga pas balik dari sana,
    pulangnya lebih cepat hanya 50 menit sudah sampai,
    karena Sepatan sudah lancar dan saya ambil jalan
    pintas yang lewat dekat Mesjid Pintu Seribu.
    berangkatnya dari Tangerang sampai Mauk saja 1 jam.

    Kelapa Lilin memang sangat jarang dapat, mengolah
    jadi kolaknya juga mesti yang ngerti

    ReplyDelete
  6. betul- pohon kelapa biasa, cuma entah kenapa
    ada yang dagingnya jadi liat garing gitu,
    jadi setelah dipetik - dikocok, nah kalo yang
    ngerti bisa tahu itu kelapa lilin atau bukan dari
    suara kocakan air didalam kelapa itu.

    ReplyDelete

  7. buah jaman sy kecil neh dok..
    mami sy doyan bgt es kawista ini ^_^

    ReplyDelete
  8. Dok, jadi tertarik sama buah kawista, apa ada yang jual ya, pengen tau banget rasanya kayak apa, enaknya bisa jalan - jalan, mungkin nanti kalau anakku sudah besar bisa traveling ya dok,

    ReplyDelete
  9. wah, es kawista dan kelapa lilin? unik banget. belom pernah nyobain. sayangnya kmaren gak bisa ikutan karena dah janji jalan sama anak2.

    selamat ya Oom, acaranya sukses. sapa dulu tour leadernya... :D

    ReplyDelete
  10. duh sayang kemarin gak ikutan nih :(
    btw itu pantainya kok kotor sekali ya ? sayang :((

    ReplyDelete
  11. hallo,

    Kawista sangat2 jarang ada yang jual,
    rasanya asam2 segar, saya juga sudah lama
    sekali nggak nemu tuh, eh kemarin lihat lagi
    tapi nggak kebagian,he3.

    ReplyDelete


  12. pantai ini sebenarnya belasan Km barat dari pantai Dadap,
    tapi pulau2 dilepas pantainya masih masuk Kepulauan Seribu.
    jadi seperti halnya di Dadap, air lautnya coklat keruh begitu.

    ReplyDelete
  13. P.Dokter saya jadi teringat saat pertama kali kenal mancing Laut di Tjg Kait, kira2 th 1995an....waktu itu sih belum seramai sekarang, warung juga baru 1-2. cuma air lautnya keruh banget. Sayang sekali.....

    ReplyDelete
  14. belum pernah liat, denger, apalagi makan buah ini. Jadi pengen ikutan nyicipin he5
    Salam kenal buat pak dokter n istri ^_^

    ReplyDelete
  15. wah gak sempet moto yang ini Pak...tapi untung sempet ngerasain...enak banget

    ReplyDelete
  16. oh ya,
    saya sempat nanya ke seorang nelayan disitu,
    dia lebih banyak nyari rajungan katanya,
    mungkin karena airnya keruh itu.

    ReplyDelete
  17. dear Selly,

    salam kenal juga,
    kata istri saya belum lama dia lihat ada
    yang jual Kawista itu di Pasar Lama-
    didekat Lippo Bank katanya.

    ReplyDelete
  18. atuh moto sama nyicipin mah pentingan nyicipin,he3
    kelapa lilin susah dapat, kalo Kawista sih sesekali
    ada yang jual di Pasar Lama,
    oh ya Dewi - ada permintaan dari pengurus kelenteng
    utk kasih saran dan kritik ttg pelaksanaan acara ultah
    yang kita saksikan kemarin

    ReplyDelete
  19. hahaha...setuju..ok pak nanti saya submit..kmrn blm sempat buka2 e-mail lagi

    ReplyDelete
  20. Pak. Sindhi.. melihat kelenteng disana tanahnya besar, tapi terkesan kurang ter urus ya.
    Disini ada klenteng Budhis (Budhism Temple) namanya Fo Guang Shan (dari Taiwan) bagus sekali tata ruangnya..
    Namun sayang bagian dalamnya tidak boleh di foto.

    ReplyDelete
  21. bung Kiky van Auckland,

    kelenteng itu pernah ngetop disekutar tahun 1970,
    kemudian meredup dan baru sekarang mau dirapi-in
    lagi, mudah2an upaya nya bisa sukses, jalan kesana
    saya lihat kemarin bagus, banyak yang sudah di beton.
    komplek kelentengnya sudah lumayan rapih.

    ReplyDelete
  22. pak Sindhi dan teman2,
    aduh enaknya deket pak Sindhi ya .... tau tempat2 yang unik untuk dikunjungi. saya masih ingat waktu pramuka (tahun 1964 - 1970) pernah camping di pantai Tanjung Kait. waktu itu tempat campingnya masih dikelilingi hutan bakau dan banyak ularnya. kalau gak salah nggak jau dari kelenteng itu. wooow... 40 tahun yang lalu ... waktu cepat sekali berlalu.
    terima kasih pak Sindhi atas cerita dan fotonya..

    ReplyDelete
  23. pak Mochtar,

    sejauh mata memandang dipantai -
    nggak kelihatan lagi tuh hutan bakau, dan
    rasanya ular juga sudah nggak ada,
    wong pantainya udah rumah melulu hehehe.

    ReplyDelete
  24. Khas banget semboyan panggung wayang potehi. Excellent!

    ReplyDelete
  25. wah yang ini blm pernah ngeliat apalagi makan dok...

    ReplyDelete
  26. saya juga sangat2 jarang nemu ini,
    barangkali terakhir di masa kecil saya dulu

    ReplyDelete
  27. hai ya,oweh mo konyan sama lu orang.imlek,yangan bikin dosa.

    ReplyDelete
  28. klenteng dan pantainya kira2 untuk wisata keluarga rekomended ga ?

    ReplyDelete
  29. Bung Haris, pantainya tidak bagus dan tidak bisa ada aktivitas di pantai spt renang dll krn airnya ga bersih. Biasanya org ke Tj Kait utk wisata religi ke Kelenteng saja. Bukan utk wisata pantai. Disana jg tdk ada penginapan yg memadai.

    ReplyDelete