Sunday, September 17, 2006

Dalam sehari bolak balik nyebrang Selat Sunda.




.

Menerima berita mendadak, mengharuskan saya segera pergi
ke Tanjung Karang/Bandar Lampung, Sabtu 18 September 2006.
Sempat terfikir pakai pesawat, tapi ada teman bilang bawa mobil
saja, paling 6 - 7 jam sudah sampai katanya.
Ke Merak sekitar 1,5 jam, nyebrang pakai ferry 2,5 jam, tambah
dua jam lagi perjalanan ke Bandar Lampung .
Jadi kalau berangkat jam 5 pagi, tiba sekitar jam 11 - 12.
Kalau urusan sudah selesai dan berangkat lagi jam 15 maka
jam 17 sudah bisa masuk kapal di Bakauheni.
Urusan tibanya sudah gelap di Merak tidak masalah, karena
berikutnya aman - tinggal masuk tol Merak menuju Tangerang.

Sempat ragu, karena walau sudah pernah tiga kali ke Lampung -
itu sudah lama sekali, dan ketemu Mr.Tsunami kagak yah ?
Tapi pikir-pikir mending pakai mobil juga, soalnya pakai pesawat
juga ribet mesti ke Bandara segala.

Berempat dengan adik-adik saya, jam 6 masuk tol Tangerang,
perjalanan lancar, bisa ngebut dan jam 6.45 sudah tiba di pintu
tol Merak , bayar 15.000,- dan lanjut menuju Pelabuhan Merak.
Memasuki pelabuhan, di loket karcis tanpa perlu turun dari mobil
kami bayar biaya kendaraan 146.000,- dan 2000,-/orang.
Petunjuk jelas serta banyak petugas yang mengarahkan kami
menuju dermaga nomer Dua dari empat dermaga disana, dan
mobil langsung mendaki memasuki dek kendaraan dari kapal
ferry bernama KMF Mitra Nusantara.
Rupanya kami datang awal, dek parkir masih lengang, tapi
akibatnya harus menunggu 40 menit barulah ferry berangkat.

Ferry yang kelihatan lumayan tua itu ( liferaft-nya buatan tahun
1976), terdiri empat deck, deck paling bawah untuk truk dan bus,
deck kedua untuk kendaraan kecil, deck ketiga ada kursi2 empuk
untuk penumpang dan ada ruangan khusus ber-AC ( harus bayar
6000,- lagi ).
Kami menuju deck paling atas/ke empat, disana juga ada bangku
kayu dan atap plastik - kami pilih disana agar bisa menikmati
pemandangan.

Saat menunggu, ada seorang anak muda menaiki cerobong asap
kapal yang lumayan tinggi, saya pikir dia petugas kapal ferry itu.
Eh, setiba diatas dia petantang-petenteng jalan kesana kemari.
Saat saya foto, dia teriak : Ayo kasih 1000,- saya loncat kelaut !
Astaga !, ternyata dia serius, seorang penumpang didekat saya
bilang memang pemuda itu biasa loncat begitu.
Yaah, tentu bukan soal seribu peraknya, kalo dia loncat trus
celaka kan saya bisa ketempuhan - nanti dibilang saya yang
nyuruh, maka saya diam saja.
Eh, ada lagi pemuda lain menaiki pagar tepian kapal, rupanya
sama juga, meminta uang untuk petunjukan terjun bebas.

Tak lama kemudian mereka benar benar loncat - asyiiik !
Sayang foto saat loncat dari atap cerobong asap agak terpotong.

Pelabuhan terlihat sepi, kapal pun tidak penuh, suasana cukup
menyenangkan - jauh dari kesan tidak aman yang semula
dirasakan kalau memasuki pelabuhan.
Kapal lumayan bersih, toilet juga masih bisa dipakai, memang
setengah parah-lah, maklum saja namanya juga kapal ferry -
bukan kapal pesiar.
Kios makanan/minuman banyak, tersedia Indomie, Aqua
maupun Teh Botol yang dijual 5000,-/botol - maklum juga lah
sewa kios juga mahal koq.

Jam 7.40 kapal berangkat, sayang sekali, walau laut tidak
berombak besar tapi kabut tipis menutupi pemandangan,
sehingga hanya pulau Tempurung yang bisa terlihat jelas -
sedangkan Krakatau tidak nampak.
Sempat teringat cerita tentang letusan Krakatau tahun 1883,
saat itu terjadi tsunami yang tingginya fantastis - 30 meter,
akibatnya pantai Lampung tersapu habis.

Memasuki kolam pelabuhan Bakauheni yang terlihat aman
terlindung oleh sederetan pulau2 kecil, tampak dilatar belakangi
bangunan cantik diatas gunung berwarna kuning, berbentuk
hiasan mahkota yang dipakai pengantin wanita Lampung.

Jam 9.40 kami turun dari kapal, dan memasuki jalan menuju
BandarLampung, aspal jalan yang lumayan lebar itu cukup baik,
hanya dibeberapa tempat saja masih berlubang/sedang perbaikan.
Tapi tentu berkendara disitu harus sangat hari-hati, karena kita
yang terbiasa dijalan antar kota yang satu arah/jalan tol, akan
agak kagok berkendara dijalan antar kota yang dipakai dua arah,
apalagi banyak sepeda motor lalu lalang - harus extra hati-hati.

Kami berjalan non-stop, hanya sekali berhenti untuk mengambil
foto pemandangan cantik dari ketinggian kearah laut dekat
Pasir Putih, sehingga sekitar jam 11.20 sudah memasuki
TanjungKarang. Saya lihat trip meter menunjuk angka 90
kilometer terhitung dari Bakauheni.

Sudah waktunya makan siang, kami mampir di Restoran
HongKong, yang menu masakannya sangat beragam, mulai dari
kwetiauw, haisom, ayam masak arak, sampai kerang pasific cah.
Akhirnya kami pesan Ayam Madu ( dibandrol 40 ribu ),
Sop Ikan Salju ( 40 ribu ),dan Kepiting Saos Padang ( 80 ribu ),
dan Es Lobi-Lobi Pala ( 6500,- ).

Awalnya datang Sop Ikan Salju, potongan ikan Gurame goreng
tampak dalam kuah putih ( rupanya pakai susu ), ada potongan
tahu putih dan sayur asin, terasa segar - asem dan gurih.
Berikut datang Ayam Madu - potongan daging ayam kecil2
digoreng, tampak bercampur dengan potongan apel, paprika
hijau dan ditaburi biji jambu mete bercampur madu -
enak terasa manis sedikit pedas.
Ternyata memang Kepiting Saos Padang yang jadi juaranya,
bukan saja daging kepitingnya gemuk dan gurih, juga saos
pedasnya unik - pakai tauco sehingga terasa benar gurihnya.

Setelah menyelesaikan urusan di Tanjung Karang, sekitar
jam 14 kami sudah meluncur balik kearah Bakauheni.
Seperti di Wisata Kuliner-nya pak Bondan Winarno, tidak
lupa setelah jalan-jalan dan makan-makan, kini beli oleh-oleh.
Di pinggir jalan selepas kota Panjang ada sederetan warung
penjual oleh2, dan adik saya membeli keripik pisang.
Eh tak jauh dari situ terlihat pedagang duren yang memajang
durennya atraktif sekali seperti gunungan kecil.
Duren disepakati 10.000,-/buah, ternyata duren Bengkulu itu
walau tidak setebal Monthong tapi rasanya manis/enak sekali.
Dari rencana asal nyobain doang, akhirnya sampai lima buah.

Tiba di Bakauheni waktu sudah menunjukkan jam 16.20, dan
di gerbang masuk kawasan pelabuhan diperiksa pak Polisi :
KTP pak ! dari mana mau kemana ?
Herannya cuma saya yang ditanya, dan berikutnya gantian
pak Polisi yang heran melihat KTP saya masih model lama,
lha emang mesti udah pake KTP model baru ?

Prosedur berikut sama, beli tiket kapal tidak perlu turun mobil,
langsung diarahkan naik ke kapal Jatra 2 yang juga tidak
kalah tuanya - diresmikan pemakaiannya tahun 1981, dan
asyik - soalnya 10 menit kemudian kapal berangkat.

Kali ini kapal agak penuh, dan saat kami ke lantai teratas,
ternyata tidak ada bangku - kayaknya kelas Lesehan kali,
soalnya tersedia penyewaan tikar segala.

Badan sudah lelah, maklum udara panas maka menuju ke
lantai dua, bayar 8000,-/orang dan masuk ruang Executive.
Ruangan berukuran 12 kali 12 meter, sejuk ber-AC, lengkap
dengan bar dan toilet, kursi/sofa empuk tersedia.
Tidak banyak orang disana, sehingga sofa bisa dipakai
untuk tiduran,

Didepan tampak seperangkat alat band, dan baru saja kami
duduk band itu main.
Anak muda pemain band itu langsung menggebrak dengan
lagu Manis dan Sayang-nya Koes Plus.
Astaga ! diruangan tertutup dengan atap hanya setinggi tiga
meter, loudspeaker-nya distel keras-keras, busyet deh
tuh musik serasa menembus ulu hati.
Lagu silih berganti, dari KoesPlus - Panbers - BeeGees,
sampai Samson, beberapa penumpang juga sumbang suara.
Lumayan, lama-lama kuping kebal juga dan bisa menikmati
tidur-tidur ayam sambil selonjoran di sofa.

Pelayaran malam itu agak terhambat, karena melawan arus
Selat Sunda yang sedang deras, di kegelapan malam terlihat
arus kencang yang menyeramkan sekali.
Seorang anak kapal bilang dulu pernah ada penumpang yang
jatuh disaat seperti itu - langsung hanyut hilang entah kemana.

Mendekati pantai barat pulau Jawa, terlihat deretan titik lampu
yang indah sekali, mulai dari ujung utara -
Pelabuhan Indah Kiat - Merak - Cilegon - sampai Chandra Asri
di Anyer dengan lidah api dari cerobong pembakaran gas-nya.

Akhirnya jam 19 kapal mendarat, dan kami dengan aman bisa
meninggalkan areal pelabuhan dan memasuki jalan tol.
Sekitar jam 20.15 kami tiba di Tangerang, dan hitung2 saya
hari itu nyetir sendiri sekitar dua kali 180 kilometer -
nggak kerasa sama dengan pulang pergi Jakarta - Bandung.

Ada yang mau nyoba juga ke Lampung p.p. ?



Rumah makan HongKong.
Chinese & Seafood ( 100% halal ).
Jl. P. Antasari No: 96 C.
TanjungKarang/BandarLampung.
Telp : (0721)-7476383 / 0811791189.




18 comments:

  1. Dr, kalau di Indonesia kayaknya nyawa orang itu murah yah.... *miris*

    ReplyDelete
  2. Om Sindhi,
    harusnya beli banyakan, terus jualin di Jakarta ... hahahahaha ..... :))
    Atau buat ratna, untuk bahan bikin creme brulle (ini saya pasti salah nulisnya), hihihi :)

    ReplyDelete
  3. kalo buat jalan2, sebetulnya layak engga sih ke Lampung naik ferry ini?

    ReplyDelete
  4. Makasih pak Sindhi, udah beri ide tuk diriku ke Lampung palagi ada tumpukan gunung berduri. Hmm nyam2

    ReplyDelete
  5. Dulu saat kapal masih di pelabuhan, ada anak2 yang
    berenang disisi kapal, mereka minta kita lempar coin lalu
    mereka selulup dan tunjukkan uang yang dilempar tadi.
    Kalau kemarin memang keterlaluan, loncatnya dari atap
    cerobong asap ! kalau dari pagar masih mending.

    Sempat mikir mau bawa pulang, tapi adik saya nggak mau,
    takut mabok bau duren di mobil,he3.

    Naik Ferry disana, harus saat tidak padat - saat ini masih belum, tapi mulai 2 minggu sebelum Lebaran akan padat,
    kalau pada peak2nya tentu mana tahan stagnasinya.
    Kapalnya lumayan deh, arus masuk keluar kendaraan sudah
    teratur rapi, dan terasa aman, soal kebersihan "lumayan".
    Cuma memang di Lampung tidak ada obyek wisata yang unik,
    kalau mau menginap di BandarLampung ada hotel2 bagus,
    tapi kalau mau p.p. seperti saya itu juga nggak susah.

    Ibu Jempol - kebayang tuh pak Jempol makan duren -
    sambil pencet hidung, he3.

    ReplyDelete
  6. betul Doc, dulu ada anak2 yang berebut uang logam yang kita lempar ke laut, kalo berhasil mereka nyengir sambil nunjukin uang logamnya lalu disimpan di mulut.......^_^

    ReplyDelete
  7. dok...jadi ingat ritual pulang kampung ke palembang kalo lewat darat.....terakhir lewat selat sunda ini 2taon yl....

    ReplyDelete
  8. Aduh, cerita dan foto2nya jd kangen pulang...alesan saya jarang pulang sih karena males naik ferry-nya, sih...

    ReplyDelete
  9. Doi doyan kok, Pak. Bule aneh niy, terasi juga gak papa.

    ReplyDelete
  10. Sindhi, kamu ke Lampung past lewat Cilegon kan? Sudah tahu/nyobain Mie Kangkung Cilegon yang enak belum?

    ReplyDelete

  11. bu Jempol,

    hebaaat pak Jempol, berani nyoba segala macam yang
    dari Indonesia, termasuk berani nyoba ngomong Indonesia
    yang dulu hampir bikin heboh itu,hahaha




    bung Tjokro,

    kalau ke Lampung pasti lewat Cilegon -
    tapi lewat pinggirannya doang, soalnya lewat tol,he3.
    Mie kangkung ? - belum tuh, nanti saya tanya ke teman yg tinggal disana.

    ReplyDelete
  12. Mulai agak mahal ya Om? Agustus kmrn saya ke Padang, rata-rata harga duren sekitar Rp. 6000-8000/buah. Dagingnya tebal dan legit, mantap! Saya mendingan kekenyangan duren daripada kekenyangan nasi, hihihihihi....

    ReplyDelete

  13. mahal ? , kirain udah murah tuh,
    maklum saya jarang banget beli duren.
    waktu beli duren disana itu, sebenarnya yang
    dibuka sampai tujuh butir, yang dua kaga enak,
    eh nggak usah bayar (memang kami engga makan sih).

    ReplyDelete
  14. aku ada rencana mau ke lampung pp dlm 1 hari
    setelah baca ceritanya dr sindhi, jadi makin semangat :-)

    ReplyDelete
  15. setelah 3 tahun, saya yg kasih komentar. makasih infonya pak. lagi pikir2 kapan bisa nyebrang ke sumatera.

    ReplyDelete