Sunday, March 12, 2006

Lotus Temple - one of Delhi's most innovative modern structures.


foto diambil dari depan toilet umum didalam halaman Lotus Temple

Lotus Temple - one of Delhi's most innovative modern structures.


Bangunan spektakuler milik Baha'i Faith ini dikenal sebagai
Lotus Temple karena terlihat seakan sebuah bunga teratai putih
yang sedang mekar.
Bagian daun bunga teratai yang menjadi atap gedung terbuat dari
beton putih, diluarnya dilapisi panel dari marmer putih Yunani.

Baha'i House of Worship yang berada di Indian subcontinent ini,
merupakan Baha'i House of Worship terbaru dari sekian temple
yang ada diberbagai belahan dunia yaitu di :
Apia -Western Samoa, Sydney-Australia, Kampala-Uganda,
Panama City-Panama, Frankfurt-Germany, Wilmette-USA.
Diarsiteki Mr. Fariburz Sahba, orang Iran, gedung ini mulai dibangun
pada 21 April 1980, dan pertama kali digunakan tanggal 24 Des 1986.

Senin pagi 26 Desember 2005 didalam bus yang sedang meluncur
menuju Lotus Temple, Mukesh pemuda India yang menjadi guide
kami menerangkan bahwa kami nanti akan boleh masuk kedalam
temple tersebut, ini membuat kami makin penasaran dan jadi
ingin cepat sampai
Saat bus tiba di pintu gerbang, terlihat gerbang masih tertutup dan
suasana sepi-sepi saja, kami berfikir rupanya datang kepagian nih.

Dari dalam bus dapat terlihat ditengah komplek yang luas ada
bangunan putih besar yang cantik sekali - persis bunga teratai putih
raksasa yang sedang mekar, menyembul dari permukaan tanah.
Bangunan terlihat seakan tiga susun daun bunga teratai yang setiap
susun-nya terdiri dari sembilan lembar daun bunga, sehingga total
terdapat 27 petals.
Sekeliling gedung ada sembilan buah kolam, yang tidak saja
menambah kecantikan gedung, tapi juga berperan besar sebagai
pendingin alami bagi prayer hall-nya yang bisa menampung
1300 orang.
Angka sembilan dipilih karena selain merupakan angka tertinggi,
juga melambangkan kebersamaan dan persatuan.

Mukesh turun duluan menghampiri penjaga, dan kami semua
bersiap untuk juga turun dari bus.
Tapi terlihat Mukesh balik lagi dan naik kedalam bus.
" Hari Senin rupanya tutup ", katanya sambil pasang muka innocent.
Astaga !!
Semua rekan menggerutu, ini local guide bonafid kaga sih, masa
bisa engga tahu kalau temple ini tutup setiap hari Senin.

Mukesh berjanji nanti kami akan tetap mengunjungi Lotus Temple,
yaitu diakhir tour India ini , jadi setelah kami mengunjungi Jaipur,
Agra dan balik lagi ke Delhi seminggu kemudian.

Pagi hari tanggal 1 Januari 2006, dihari terakhir kami di India,
kami kembali berkendara menuju Lotus Temple.
Jalanan terlihat sepi, saat mendekati lokasi tujuan kami terkejut
melihat dijalanan ada antrian orang yang panjang sekali.
Mereka antri berdiri dipinggir jalan dalam antrian satu-satu,
saya perkirakan lebih dari satu kilometer panjangnya.
Untunglah - kami semua lega, ternyata itu antrian para peziarah
yang akan memasuki Kalkaji Temple, sebuah kuil Syiwa kuno
yang letaknya nyaris bersebrangan dengan Lotus Temple.

Kami turun dari bus, dan terlihat sudah ada puluhan orang yang
berkerumun didepan gerbang pagar komplek, tapi belum bisa
masuk karena masih terlalu pagi.
Sambil berdiri didepan gerbang kami menyaksikan antrian
peziarah Kalkaji Temple disebrang jalan itu dengan cepat makin
panjang mengular dan hebatnya mereka bukan saja antri satu -
satu itu dengan tertib tapi juga tanpa alas kaki !!

Akhirnya gerbang dibuka dan kami menapaki jalan yang membelah
taman seluas 26,6 acres ( 92 Ha ) yang ditata dengan apik sekali.
Dihadapan kami tampak megah berdiri bangunan cantik berbentuk
bunga teratai putih setinggi 34,27 meter, dan makin dekat makin
nyata besar dan megahnya bangunan berdiameter 70 meter itu.

Sesaat sebelum naik tangga yang menuju platform/dasar gedung,
rombongan kami disodorkan karung plastik.
Oh, rupanya kami harus buka sepatu !, dan dikumpulkan dalam
karung tersebut.
Wuah, kontan pada mengeluh karena dipagi itu ubin dingin sekali,
terasa menyengat telapak kaki yang telanjang.

Tentu kami sibuk berfoto, kearah taman sekeliling gedung ,
kearah kolam membiru maupun kearah atap marmer gedung
yang terlihat keren mengagumkan.

Dipintu masuk auditorium berdiri beberapa anak muda yang
menyapa kami dengan santun, mereka menjelaskan bahwa kami
boleh memasuki auditorium/prayer hall dan boleh berdoa atau
ber-meditasi, tapi diminta tidak membuat kegaduhan maupun
ambil foto/video.

Kami dengan pelan-pelan memasuki ruangan luas dengan dinding
sekeliling terbuat dari kaca, dan tampak ada sembilan buah pintu.
Atap gedung tinggi mengerucut mengikuti bentuk lembaran daun
bunga teratai atap gedung yang mengecil keatas itu..
Bangku kayu beralas marmer tampak diatur rapih melengkung
mengarah kearah depan dimana ada podium yang tidak terlalu tinggi.
Disepanjang dinding maupun podium tidak ada pajangan apapun,
terlihat polos semata.
Didalam prayer hall itu, yang terbuka bagi siapapun maupun dari
agama apapun, pengunjung hanya boleh berdoa atau meditasi.
Tidak boleh ada ceramah/pidato, atau ritual keagamaan apapun.
Hanya Kitab Suci dari Bahai Faith yang boleh dibacakan,
kegiatan ini terjadwal beberapa kali sehari.

Kami duduk dibangku dan mencoba hening seperti pengunjung
lainnya yang pagi itu tidak terlalu banyak.
Sambil duduk itu saya "mundur-maju" ingin memotret, tapi akhirnya
tidak berani juga karena khawatir kena tegur.
Tapi saat keluar pintu tidak tahan lagi untuk tidak motret -
sambil jalan saya shoot beberapa kali kearah dalam gedung.
Saking terburu-buru fotonya jadi agak buram karena goyang.

Sayang sekali kami tidak bisa datang lagi saat malam hari,
karena kuil itu kabarnya tampak menakjubkan dimalam hari .
Ketika cahaya lampu menerangi atap gedung berbentuk daun
bunga dari batu pualam itu maka tampaklah bunga teratai putih
cantik berkilauan lembut mempesona.



Baha'i House Of Worship
Bahapur, Kalkaji, New Delhi.
website : www.bahaindia.org.

visiting hours :
1 April - 30 September : 9.00 a.m. - 7.00 p.m.
1 October - 31 March : 9.30 a.m. - 5.30 p.m.

prayer service timings :
10.00 hrs - 12.00 hrs - 15.00 hrs - 17.00 hrs.
(closed on Mondays).



Friday, March 10, 2006

Blow Horn - Horn Please !




Blow Horn - Horn Please !

Saat mengunjungi Golden Triangle-nya India yaitu :
Delhi - Jaipur - Agra, perjalanan selama tujuh hari disana
dengan mempergunakan bus turis, membuat kami terhanyut
dalam hiruk-pikuk lalu-lintas, baik saat berada didalam kota
maupun dalam perjalanan antar kota.

Didalam kota Delhi, mobil pribadi kebanyakan kecil saja
seukuran KIA Visto, termasuk mobil patroli polisi yang
mengundang tawa kami karena lampu merah-biru diatap-nya
pakai kerangkeng besi ! - nggak aman ni yee !!.

Warna mobil juga tidak ngejreng seperti warna mobil
di Jakarta, terlihat sebagian besar bercat hitam atau putih saja.

Dibagian kota yang disebut New Delhi memang lalu lintasnya
rapih karena jalannya besar2, tapi dibagian kota Old Delhi
yang jalannya sempit2 - lalu lintas disana-sini crowded .
Bus kota kebanyakan merk Tata dan terlihat sudah pada butut.
Bajaj-nya justru lebih menarik, terkesan kokoh dicat hijau kuning,
katanya sih pakai argometer segala.

Diluar kota Delhi, saat bus kami mengisi bensin, saya melihat
bajaj mengangkut penumpang yang jumlahnya engga kira2 :
paling depan tentu pengemudi yang duduk dikursi panjang,
dia duduknya didampingi tiga orang penumpang.
Dibelakang kursi pengemudi ada bangku lagi diisi dua orang
yang duduk menghadap kebelakang.
Didalam kabin penumpang itu tentu ada bangku penumpang
yang duduk menghadap kedepan - disitu juga duduk 4 orang.
Nah di jendela belakang bajaj yang tidak berpenutup ada lagi
seorang yang duduk di alas jendela menghadap kebelakang-
jadi total ada 11 orang diangkut - bujugbuneng !!

Yang asyik tentu saat perjalanan antar kota, memang keren
dibilangnya akan lewat jalan tol - tapi jalan tol itu tidak dipagar
seperti jalan tol disini, dan segala macam kendaraan lewat disitu
termasuk gerobak yang ditarik onta !!.
Tapi itu jalan tol beneran, terbukti ada toll gate nya dan
harus bayar.

Saat bus kami antri mau bayar tol terlihat ada papan bertuliskan :
Do Not Horn, dan terlihat pula beberapa orang petugas polisi
yang berjaga sambil membawa senapan dan tongkat kayu.
Mereka berdirinya dipinggir lorong selepas pintu tol.
Karena heran koq ada polisi berjaga disitu, maka kami bertanya
ke pak sopir.
Ternyata sering ada yang menerobos tanpa mau bayar maka
disiagakan penjaga itu yang siap mentung siapa yang mencoba
menerobos, haiyaaa !!

Pengemudi India rupanya " trigger-happy ", saat jalanan sedang
tidak terlalu macet saja sudah ramai terdengar suara klakson,
apalagi saat macet.
Dan mencet klakson-nya juga engga kira2 - kayak orang kalap.
Jangankan siang hari, malam saja tetap rame suara klakson.

Bus kami ini klaksonnya juga bukan klakson biasa, tapi
klakson angin yang kalau dipencet bunyinya asyik :
telolet-telolet-telolet !!
Kereeen !!

Saat berjalan di jalan tol itu barulah kami ngeh bahwa semua
truk antar kota ada tulisan besar besar-besar dibagian bak
belakangnya. Tulisannya seragam - cuma dua macam, yaitu :

HORN PLEASE atau BLOW HORN.

Busyet deh !! - pantesan siang malam pada nglakson melulu.


India Golden Triangle Tour - part 1 : Menuju Delhi.


 


Setelah China, rupanya India menyusul menjadi tempat tujuan
investasi, konon ada perusahaan Microchip USA yang akan
invest senilai 3 milyar USD disana.
Pabrik yang akan dibangun itu memerlukan lahan ratusan Ha,
konon akan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,6 juta orang.


Tentu keikutsertaan saya dalam India Golden Triangle Tour,
bukanlah dalam rangka mencari kerja disana, tapi untuk melihat
Taj Mahal sekaligus menuntaskan kunjungan keseluruh situs
Tujuh Keajaiban Dunia ( sebenarnya tinggal enam karena
Taman Gantung Babylon sudah punah ).


Tapi ternyata tetap saja untuk mengurus Visa kami diharuskan
datang wawancara di Kedubes India - Kuningan Jakarta.
Sempat mangkel juga, urusan visa Schengen atau Jepang saja
nggak perlu pake datang2 segala, kan ribet tuh nyari2 lokasi
kedutaannya segala.


Setelah muter-muter nyari tempat parkir dan jalan kaki cukup jauh,
sampailah saya dan istri di pintu masuk Kedutaan India .
Masuknya sih mudah saja karena kebetulan tidak ada tamu lain
di pos Satpam itu. Setelah memperlihatkan paspor dan
menyerahkan KTP, kami boleh masuk.
Saat memasuki ruang permohonan Visa, wah girang banget karena
cuma ada beberapa orang saja didalam ruang tunggu yang tidak
terlalu besar, kebeneran banget nih pikir saya.
Terlihat ada sebuah loket kaca dengan seorang petugas pria ber-
kebangsaan India didalamnya.
Saatnya tiba giliran saya, maju ke loket, menyerahkan berkas
ke orang India disitu dan kemudian dia dengan entengnya bilang :
Kamu datang empatbelas hari sebelum tanggal keberangkatan,
disini permohonan visa dilayani paling cepat 10 hari sebelum
tanggal keberangkatan, balik lagi nanti !
Busyet deh !!??!!


Proses check-in di bandara Soekarno-Hatta pada hari Natal,
25 Desember 2005 lancar sekali karena bandara sepi sekali.
Jam 11.10 pesawat Airbus A330  Malaysia Airlines take-off
menuju Kuala Lumpur, dan dalam udara yang cerah itu untuk
pertama kalinya saya dapat melihat muara sungai Cisadane dan
ternyata didekat pantai itu ada pulau kecil yang tampak cantik
karena berbentuk seperti cincin/atol.


Makanan disajikan dalam kotak bertuliskan Bon Apetitte -
Selamat Menjamu Selera.
Saya memilih Beef yang ditemani Nasi Kuning,  sedangkan istri
saya memilih Ikan - Mie, dan dessert-nya kue coklat kelapa ,
enak sekali, benar-benar cocok selera.


Penerbangan menuju Delhi juga dengan Malaysia Airlines yang
rupanya cukup banyak terbang ke India yaitu 33 penerbangan
seminggu - ke tujuh destination, ke Delhi saja 7 kali/minggu.


Setelah terbang selama 5 jam, pada jam 19.30 waktu setempat
pesawat mendarat di Indira Gandhi International Airport.
Kami harus mengundurkan waktu 2,5 jam, ribet pake setengah-
setengah segala itu dan rasanya baru kali ini nemu kayak gini.


Keluar pesawat memasuki lantai dua airport memang sih lewat
Aerobridge, tapi begitu sampai didalam nyatalah kalau airport
international itu walau besar tapi sudah tua.
Udara terasa agak pengap, entah karena AC sengaja dimatikan
(suhu diluar 15 derajat) ataukah memang karena AC nya sudah
engga baik kerjanya.


Saat berjalan di lantai dua itu, kami terkejut melihat dilantai
bawah orang yang antri imigrasi sudah berjubel kayak cendol.
Untunglah kami dialihkan ke ruangan lain yang walaupun
antrian juga panjang tapi engga berjubel seperti ditempat tadi.
Akhirnya sampai juga giliran saya, pemeriksaan paspor cepat
dan petugas pria setengah umur itu menyetempel paspor saya
sambil ngasih bonus yaitu bersendawa dengan kerasnya,
Busyet deh - abis makan martabak ni yee ?.


Urusan berikutnya tentu nunggu koper di conveyor belt, tapi
tunggu punya tunggu sekian lama koper kami engga keluar2,
terlihat para penumpang yang sudah lelah, menunggu dengan
muka muram.
Kesal menunggu saya sempatkan jalan kesana kemari,
antara lain masuk ke toilet-nya yang ternyata lumayan kotor,
urinoarnya juga dipasang engga kira-kira tingginya,
saya perkirakan pria dibawah 170 cm harus extra hati-hati
kalau engga mau itunya nyangkut disitu.



Didalam airport juga ada keran bertuliskan Drinking Water -
Whoaa, siapa berani !!??.


Ada sekitar 1,5 jam kami tertahan didalam airport, setelah
koper kami sudah lengkap barulah rombongan kami yang
ber-18 orang beriringan keluar gedung airport menuju tempat
parkir bus sambil mendorong trolley.
Saat keluar gedung kami harus menembus kerumunan orang,
dan ada pria yang menyapa saya : Welcome to India,
dan langsung memegang/mendorong trolley saya.
Semula saya pikir ini orang dari biro tour lokal yang menyambut
rombongan kami, tapi saya lihat semua teman rombongan juga
tau-tau sudah didampingi seseorang yang ikutan memegang trolley.
Wah saya ngeh deh, mereka ini bukan penjemput kami.
Tapi walau sudah dibilang saya nggak perlu bantuan,
tetap saja orang itu ikut2an memegang tangkai trolley .
Wah bakalan ribet nih, mana tempat parkir bus cukup jauh
dan agak gelap lagi.
Setiba di bus, cepat2 kami naikkan koper kedalam bagasi bus
dan segera naik kedalam bus.
Mereka mengikuti kami sampai ke pintu bus, meminta uang
atas jasa yang tidak kami perlukan tadi, sempat terasa tegang
juga - dimalam hari dan ditempat agak gelap dikerumuni orang
yang tidak kami kenal itu.
Semua bernafas lega setelah bus mulai bergerak meninggalkan
lapangan parkir airport dan memasuki jalan menuju kota Delhi.


Bus turis yang kami naiki bentuknya rada unik, disetiap jendela
ada kipas angin kecil, aneh juga karena bus itu kan ber-AC.
Kabin pengemudi dipisahkan dengan ruang penumpang oleh
sekat dari kaca, kami jadi senyum2 geli karena serasa bukan
naik bus tapi naik gerbong kereta api.


Jalan menuju kota mestinya jalan utama, tapi ternyata aspalnya
kurang mulus dan terlihat suram karena kurang penerangan -
jarak antar tiang lampu terlalu jauh.


Saya sempat merasa aneh, koq pak sopir malam-malam gini
sebentar-sebentar bunyikan klakson, eh ternyata bukan cuma
dia saja, sopir mobil lain juga begitu .
Rupanya orang Delhi senang mencet klakson, sedikit2 klakson,
dan mencetnya juga engga kira2 - persis kayak orang disini lagi
marah.


Untunglah tak lama kami sudah tiba di Taj Palace,
hotel bintang lima yang nyaman, sehingga kami bisa melepas
rasa lelah dan ketegangan selama perjalanan tadi itu. (foto)


 


Esok paginya, koran memberitakan bahwa pada hari kedatangan
saya itu telah terjadi kekacauan di airport akibat kabut tebal
menutupi landasan.
Sebenarnya pesawat modern tentu mempunyai ILS yang
memungkinkan pilot tetap bisa mendarat walau visibility rendah.
Tapi pilot privat airline di India ternyata banyak yang belum di
training mempergunakan peralatan tersebut.
Hanya pilot dari national carrier seperti Air India atau Indian
Airlines yang sudah terlatih mempergunakannya.
Akibatnya 25 domestik arriving dan 30 domestik departure
cancelled, juga 11 international depart flight dialihkan.
Suasana airport menjadi kacau balau, penumpang ada yang
lebih dari 12 jam menunggu disana tanpa mendapatkan informasi
yang memadai.
Konon ribuan penumpang memenuhi waiting area, sambil jongkok
sampai tiduran dilantai airport.
Suasana disitu katanya mirip railway platform saja,sampai-sampai
polisi dikerahkan untuk mencegah kekacauan lebih lanjut.


Akhirnya fog yang menyelubungi landasan sejak hari Sabtu
jam 21.00 itu menghilang dan bandara terbuka lagi mulai hari
Minggu pagi jam 9.00.
Untunglah kami mendarat-nya Minggu malam, dimana kekacauan
tersebut sudah teratasi.
 


 


 


 

Wednesday, March 1, 2006

Zhouzhuang is just like Water Lily in between.


bentuk setengah lingkaran menjadi sempurna kalau airnya tenang

The Heavens have their Paradise while the Earth is proud of
having Suzhou and Hangzhou.
Zhouzhuang is just like Water Lily in between.

Saat bus kami memasuki kota Suzhou dari Hangzhou, local guide
kami - Lily seorang wanita 40-an tahun, sambil berdiri didalam bus
bercerita bahwa memang begitulah pemeo yang ada, yaitu :
Kalau dilangit ada surga maka dibumi ada Hangzhou dan Suzhou.

Konon saking indahnya kota Hangzhou dengan West Lake-nya,
sampai-sampai orang di Hangzhou banyak yang jadi pemalas katanya.
Ketimbang bekerja, mereka lebih suka bersantai menikmati keindahan
kota, dengan ramai2 minum teh sambil main maciok dibawah pohon
Kwei Hwa yang cantik.

Orang Suzhou punya keunikan kata Lily, perempuan-nya mulutnya
kecil-kecil, maka mangkok /gelas mereka mungil, mereka juga tidak
mau disebut Siao-Cie seperti didaerah lainnya, tapi Ku-Niang.
Orang Suzhou juga sangat halus dalam bertutur kata.
Lily bilang dia akan memperagakan bagaimana gaya orang Suzhou
kalau lagi ngomel.
Lily lalu sambil memandang kearah lain, dia bicara dengan suara
halus dan pelan - Nah gitu tuh kalau orang Suzhou ngomel katanya.
Tentu saja kami semua didalam bus jadi senyum2 geli.

Lily melanjutkan :
Sekarang saya peragakan gimana kalau orang Suzhou lagi marah..
Lalu kembali dia memandang kearah lain dan bicara pelan dengan
nada datar.
Tour leader kami lalu menterjemahkan, bahwa tadi Lily bilang :
"Kamu mau ditampar engga ? "
Keruan semua orang di bus tertawa geli.

Lily kemudian menjelaskan bahwa didalam kota tua Suzhou yang
sudah berusia 2620 tahun ini tinggi bangunan hanya diperbolehkan
paling banyak enam lantai.
Memang saat kami melewati hotel paling mewah disana yaitu
Sheraton Suzhou Hotel - five star, terlihat hotel yang bentuknya
unik seperti sebuah benteng itu hanya tiga tingkat tingginya
Hotel ini sangat mewah, didesain se-akan2 sebuah kota tua dari
dynasti Ming didalam taman yang luas,
dengan disana-sini terdapat lagoon dan kanal-kanal.
Saking luasnya hotel itu, tamu banyak yang nyasar didalamnya
Kamarnya 400 buah, type standard saja ratenya 300 USD semalam.

Penasaran mendengar cerita hebatnya hotel itu, esok harinya
sebelum menuju Zhouzhuang kami minta bus kami mampir
sebentar di Sheraton Suzhou Hotel itu.
Kami berpura-pura jadi tamu hotel, yang dengan pede nyelonong
masuk, lalu naik turun di bangunan utama berbentuk benteng kuno
berlantai tiga itu.
Lobby hotel dan restauran-nya sih terlihat tidak terlalu mewah,
tapi gedung2/kamar2 serta taman hotel itu memang cantik.

Setelah puas jadi tamu tak diundang disana, kami kembali ke bus
dan berangkat menuju kota Zhouzhuang yang berjarak hanya 38 km

Berlokasi diselatan sungai Yangtze, diantara Shanghai dan Suzhou,
disanalah letak Zhouzhuang - sebuah kota tua dari Kunshan City ,
Jiangsu Province yang berlimpah danau dan sungai.
Kota berusia 900 tahun ini, terlihat masih seperti sekian ratus tahun
yang lalu, karena bangunan dan way of life penghuninya tetap
lestari seperti dahulu.
Rumah-rumahnya dibangun rapat berdempetan sepanjang tepian
kanal, ber-hadap2an dan dipisahkan oleh jalan setapak dari batu.
Sungai-sungai kecil membelah kota dengan saling berpotongan
tegak lurus dan berbagai jembatan batu dari jaman dynasti Yuan,
Ming dan Qing, memudahkan penduduk beraktivitas.

Mendekati kota Zhouzhuang, terlihat satu lapangan parkir yang
sangat luas, sampai-sampai saya jadi teringat akan lapangan
parkir Disneyland di Anaheim yang begitu luas.
Ditempat itu bus kami berhenti untuk membeli tiket , sekaligus
menjemput local guide.
Untunglah bus kami tidak harus parkir disitu, karena kota tua
masih lumayan jauh.
Setelah bus berjalan lagi akhirnya diparkir dihalaman sebuah
hotel, yang jaraknya sudah tidak jauh lagi.

Setelah berjalan kaki melewati deretan pertokoan yang panjang
sekitar 10 menit sampailah digerbang pemeriksaan tiket, berarti
kami sudah sampai di pintu kawasan kota air kuno itu.

Dari situ sudah tampak rumah-rumah berarsitektur China kuno
yang khas sekali dengan gentengnya yang berwarna hitam.
Saat kami mendekati rumah2 itu terlihat sebuah kanal/sungai
kecil yang airnya berwarna hijau.
Turis banyak sekali disana sini, ada yang sedang kesana kemari
berjalan menapaki jalan batu, banyak pula sedang naik perahu.

Kami lalu berjalan pelan2 menelusuri jalan batu sempit sepanjang
sungai itu, melewati rumah2 tua yang dijadikan toko souvenir,
kedai teh, maupun restoran, dan sampailah di Twin Bridge.

Jembatan batu kembar ini dibangun di persimpangan dua buah
sungai sehingga membentuk huruf L.
Jembatan batu yang pertama dibangun tahun 1573 berbentuk
Persegi sehingga kelihatan biasa2 saja.
Sedangkan jembatan batu satunya lagi yang dibangun tahun 1619
tampak cantik sekali karena berbentuk lengkung setengah bulatan.
Saat air sungai sedang tenang tampak bayangan jembatan yang
terlihat membentuk lingkaran sempurna - cantik sekali !
Karena Twin Bridge ini juga terlihat mirip Old-style Chinese key,
maka dikenal juga sebagai Key Bridge.

Tahun 1984 seorang artis membuat lukisan Double Bridge ini,
yang kemudian dibeli seorang American oil tycoon, dan
dihadiahkan kepada Deng Xiao Ping.
Lukisan yang dinamai ""Memory of Hometown" inilah yang
kemudian terpilih menjadi The first-day cover of the United
Nations' postage stamp in 1985.
First Day Cover bergambar Twin Bridge inilah yang membuat
Zhouzhuang menjadi terkenal keseluruh dunia, setelah itu
berdatanganlah turis dari mana-mana.

Selepas jembatan ini kami kemudian memasuki Shen's House,
Sebuah rumah kuno besar yang dibangun tahun 1742.
Rumah seluas 2000 m2 ini panjangnya 100 meter, sungguh
Merupakan sebuah rumah berasitektur China kuno yang masih
lengkap sekali seperti awalnya.
Rumah dengan seratus kamar itu terdiri dari 3 section,
bagian depan yang berada ditepian sungai berfungsi sebagai
tempat menambat perahu atau mencuci pakaian.
Bagian tengah adalah Tea Hall dan Main Hall, berfungsi sebagai
tempat menerima tamu, upacara pernikahan maupun pemakaman.
Bagian belakang untuk rumah tinggal.
Seluruh rumah tampak banyak dihiasi ukiran antik yang indah.
Kami semua terpana dengan keantikan rumah itu, waktu seakan
mundur ke sekian ratus tahun yang lalu

Tak jauh dari rumah besar ini tampak Fuan Bridge, jembatan batu
model lengkung buatan tahun 1355 yang tak kalah uniknya.
Di keempat sudutnya ada rumah besar bertingkat se-akan2 tower
saja, dilantai dua dari rumah yang sekarang difungsikan menjadi
restoran para pengunjung bisa duduk menikmati local food,
sambil memandang keseluruh kota.

Akhirnya sampailah kami diacara utama yaitu naik gondola,
kami harus hati2 karena air yang tampak tenang itu sebenarnya
cukup dalam.
Si tukang perahu mendayung sambil berdiri dibagian belakang
perahu, sesekali dia menyanyi dan secara sengaja sesekali meng-
goyang2 perahu membuat suasana makin meriah.
Perahu kami menelusuri kanal yang membelah tengah kota,
beriringan maupun berpapasan dengan banyak perahu lainnya,
suasana ramai dan seru seakan sedang festival Peh-Tjun saja.
Sungguh sangat menyenangkan dan berkesan berada ditengah
kanal yang dipagari pohon yangliu yang ayu, dan sejauh mata
memandang tampak deretan rumah kuno yang terawat baik.

Pemeo "Zhouzhuang is just like Water Lily in between " hari
ini terbukti sudah kebenarannya.

Tuesday, February 21, 2006

Memasuki The Third Infiltration Tunnel - Incheon South Korea.






Perang Korea yang terhenti pada tahun 1953, sebetulnya sampai
sekarang secara resmi belumlah berakhir karena tidak pernah
ada dibuat kesepakatan damai.
Yang ada hanyalah kesepakatan membentuk Demiliterized Zone/DMZ,
yang membentang sejauh 248 kilometer membelah Korean Peninsula.
Lebarnya empat kilometer dengan masing-masing dua kilometer dari
truce line.

Karena resminya perang belum usai maka jadilah DMZ ini:
The most fortified border on earth that only Korea can offer !!

Tetapi walau sudah dijaga luarbiasa ketat oleh tentara Korea Selatan
bersama tentara Amerika, ternyata fihak Korea Utara tetap saja
diam-diam berupaya menerobos DMZ.
Selain upaya infiltrasi kecil2-an dengan mengirimkan mata-mata,
juga dengan membuat setidaknya empat terowongan bawah tanah.
Bisa dibayangkan betapa kuatnya niat Korut untuk menginvasi
Korsel saat itu.

Salah satunya yang dipergoki fihak Korsel pada 17 Oktober 1978,
ternyata adanya 73 meter dibawah permukaan tanah !!
Panjangnya 1635 meter, lebar 2 meter dan tinggi 2 meter, yang
cukup leluasa bagi 10.000 tentara Korut bersenjata lengkap
melewatinya hanya dalam waktu satu jam saja, dan melakukan
surprise attack terhadap Seoul yang hanya berjarak 52 kilometer
dari ujung tunnel tersebut.
Tunnel yang kini disebut The Third Infiltration Tunnel itu adalah
terowongan terbesar yang pernah ditemukan.

Kunjungan ke The Third Infiltration Tunnel dan DMZ itulah yang
selama ini saya idam2kan, dan kesempatan itu akhirnya datang
pada hari Jumat tanggal 11 Nopember 2005.

Malam Jumat sekitar jam 19.00 rombongan kami yang berempat-
belas orang check-in di Hotel Ellui Seoul.
Sebelum dipersilahkan masuk kamar hotel, pimpinan rombongan
wanti2 berpesan agar besok pagi tidak saja jangan lupa bawa paspor,
juga semua harus on time karena rombongan kami yang di-schedule
memasuki DMZ jam 10 pagi , tidak boleh telat sedikitpun.

Untuk itu Morning call ditentukan jam 6 pagi -
waduh, semua teman mengeluh - ini kan sama aja jam 4 pagi WIB.
Mulailah terasa tegang, maklum esok itu kan selain akan berkunjung
ke tempat yang begitu saya idam2kan juga tempat yang seram.
Kami tidak saja akan melihat wilayah Korea Utara dari kejauhan,
juga akan amblas bumi 73 meter kedalam Third Tunnel.


Bus kami meninggalkan hotel Ellui Seoul jam 8 pagi, dan langsung
ikutan "pamer" - padat merayap.
Suatu saat bus memasuki sebuah terowongan sepanjang 1600 meter
yang lebar - bisa 3 kendaraan berjejer, tapi bus jalannya seperti orang
jalan kaki saja, sehingga sempat teringat kejadian tragis kebakaran
didalam terowongan di Swiss yang menewaskan banyak orang.
Terasa lama sekali bus melewati terowongan itu, dan baru saja terasa
lega karena sudah keluar mulut terowongan , eh tidak jauh sudah
kelihatan awal terowongan berikutnya :
HongJimun Tunnel, tertulis panjangnya1890 meter - aiyaaa !

Setelah lepas dari kemacetan,
barulah bus ngebut dengan kecepatan 80-90 km/jam kearah Incheon.
Karena tiba di terminal bus-khusus 20 menit lebih awal dari waktu
yang ditentukan, maka masih ada waktu untuk mengunjungi sebuah
Memorial Altar, yang berbentuk tonggak granit yang dilatar belakangi
tujuh buah papan granit. (foto)
Tonggak itu melambangkan harapan bisa terciptanya re-unifikasi,
sedangkan tujuh papan itu melambangkan lima propinsi yang berada
di Korea Utara dan dua wilayah lain.
Memorial altar itu hanya beberapa meter saja dari dua lapis pagar
kawat berduri yang merupakan batas akhir dari orang sipil bisa
mendekat kearah DMZ.

Perang Korea membuat jutaan orang Korea terpisah dari tanah
kelahirannya, dimana antara lain ada makam keluarga -
mereka tentu sekarang tidak bisa saling mengunjungi lagi.
Maka saat Chusok Day, orang Korea bersembahyang didepan
Memorial Altar, untuk arwah keluarga yang makamnya nun jauh
terpisah disebrang DMZ sana.

Setelah habis2an mengosongkan "tanki bensin" di toilet yang bersih,
rombongan kami ber-empatbelas orang ini kemudian dipersilahkan
memasuki bus khusus dan bergabung dengan belasan turis Jepang,
dan tepat jam 10 bus berangkat menuju wilayah yang dijaga militer.

Tidak lama bus sudah mendekati pos penjagaan MP (Military Police)
Korean Army, bus di stop dan naiklah seorang MP yang masih muda
dan jangkung.
Semua penumpang tetap duduk didalam bus sambil memegang paspor,
dan tentara itu dengan sangat teliti mencocokkan satu persatu nama
dalam daftar peserta tour dengan paspor.
Selesai memeriksa semua paspor si MP turun bus, tapi tunggu punya
tunggu sekian lama bus tetap saja diam tidak bergerak.

Di depan pos MP itu banyak MP bersenjata, yang sibuk memeriksa
kendaraan2 militer yang lalu lalang.
Dikiri kanan terlihat dua lapis pagar berduri, di depan ada papan
bertuliskan : Tongil Bridge.
Saya berusaha keras menahan keinginan untuk memotret -
kami sudah di-wanti2 untuk jangan sekali2 memotret mereka,
sangat dilarang.

Ada sekitar 20 menit kami duduk menunggu dalam ketegangan,
dan akhirnya semua lega karena bus mulai bergerak lagi.
Sekarang kami memasuki jembatan sungai Imjin yang lebar sekali
sampai 6 lane, tapi penuh barikade yang membuat bus harus
berjalan zig-zag.

Selepas jembatan, bus mengarah kekiri memasuki jalan kecil dan
mulai mendaki Dora Mountain yang dikiri kanan jalan dipasangi
petunjuk bahwa kawasan disitu adalah lapangan ranjau.

Setiba di puncak kami semua turun, dan memasuki Dora Observatory -
sebuah gedung yang dicat belang-belang kamuflase militer.(foto)
Gedung itu seakan sebuah stadion mini yang satu sisinya terbuka
mengarah ke wilayah Korea Utara.
Disini merupakan titik paling utara dari wilayah Korsel dimana
penduduk sipil bisa melihat wilayah Korut dalam jarak begitu dekatnya.
Sekelompok turis tampak sedang duduk memandang ke dataran rendah
milik Korea Utara nun jauh dibawah yang dilatar belakangi pegunungan,
sambil mendengarkan penjelasan dari seorang MP yang berdiri didepan.

Saya mulai angkat kamera mau mengabadikan pemandangan indah itu,
tapi langsung diteriaki si MP .
Oh nggak boleh !!??
Wuah, gimana sih - tadi si guide bilang hanya handycam yang tidak
boleh dipergunakan, bikin kaget aja.
Diluar gedung pun tetap tidak boleh memotret kearah Korea Utara itu,
hanya memandang saja yang boleh, malah disediakan teleskop yang
bisa dipakai dengan memasukkan coin 500 Won
Terlihat ada dataran rendah yang hijau, dengan dua lapis pagar kawat
berduri yang mengular, dan gardu penjagaan terlihat disana sini.
Sejak tahun 1953, tanah di DMZ itu adalah tanah yang no man land -
fauna dan flora disana akan terjaga dari manusia entah sampai kapan,
seakan menjadi natural reserve bagi wild plant dan animal.
Propaganda village dan farmland Korut tampak dikejauhan, termasuk
patung bronze Kim Il Sung.
Tempat meneropong ini juga dijaga ketat MP yang masih muda2 itu,
saking penasaran saya ajak salah satunya untuk foto bersama -
eh engga disangka dia mau.(foto)


Perjalanan kemudian dilanjutkan, dan bus kembali menuruni gunung,
melewati wilayah penuh ranjau itu dan dalam lima menit sudah tiba
dilokasi highlight tour ini yaitu The Third Infiltration Tunnel.

Untuk bisa mencapai ujung tunnel yang berada 73 meter dibawah
permukaan tanah itu bisa dengan jalan kaki atau naik mini train.
Kebetulan waktu kedatangan kami pas dengan jadwal keberangkatan
mini train, kalau tidak harus jalan kaki lewat terowongan curam.

Di stasiun train, semua harus pakai helmet pelindung kepala, dan
semua tas harus dimasukkan locker di stasiun itu.
Kamera gimana ? Ternyata tidak boleh motret disana katanya,
Wuuah sayang amat nih.
Semula saya nekat mau kantongi saja kamera kecil saya itu,
siapa tahu ada kesempatan curi2,
tapi seorang teman bilang kalau ketahuan bawa kamera bisa
dipecahkan, yah sudah nyerah deh masukkan juga ke locker.

Kami segera naik train sebangku berdua, safety belt dipasang dan
mulailah train bergerak memasuki mulut terowongan yang kelihatan
sempit sekali - saya ukur atap terowongan paling sejengkal dari
kepala, dan sisi terowongan juga paling sejengkal dari ujung pundak.
Dan saya kembali sadar "kebiasaan" buruk saya, kembali terlupa
bawa senter kalau masuk kedalam gua.

Train jalannya pelan sekali, dan menurun dengan sudut kemiringan
yang aduhai, saya kira kemiringannya lebih dari 30 derajat.
Terowongan ini adalah bekas interception tunnel sepanjang 350
meter, yang dibuat fihak Korsel.
Setelah train berjalan sekitar 10 menit, sampailah kami diujung
jalur rel, rupanya awal dari Third Tunnel persis ada diujung rel -
berarti sekarang sudah berada dikedalaman 73 meter dibawah tanah.
Kami mulai berjalan kaki memasuki Tunnel yang asli, yang walaupun
cukup lebar dan tinggi tetap timbul perasaan tegang dan seram.
Dinding dan atap tunnel tidak rata, dan tampak basah meneteskan air.
Dindingnya berwarna hitam karena dilapisi serbuk batubara, rupanya
fihak Korut sempat mau menyamarkan bahwa itu terowongan dari
tambang batubara, padahal itu batu granit.

Terowongan ini dibuat dengan kemiringan kearah sisi Korea Utara
agar air yang terus keluar merembes, mengalirnya ke wilayah Korut.
Kami berjalan dengan hati- hati, menapaki lantai basah yang ditutupi
karpet agar tidak licin, setiap beberapa meter ada lampu penerangan.
Setelah berjalan sejauh 265 meter tampak didepan gulungan kawat
berduri menghadang dan dibelakangnya ada sebuah pintu besi,
rupanya pengunjung hanya boleh sampai dititik itu saja.
Maka kami balik menuju mini train yang menunggu untuk naik train
kembali ke stasiun dipermukaan tanah.

Setiba di ujung tunnel, teman-teman langsung naik mini train lagi,
tapi saya lihat ada mulut terowongan lainnya -
Whoaa rupanya inilah terowongan keluar lainnya yang hanya bisa
dilalui dengan berjalan kaki.
Ah udah kepalang masuk, masa engga dicobain.
Akhirnya bersama dua teman yang usianya jauh lebih muda kami
mulai menapaki tunnel ini.
Tunnel ini dibuat oleh fihak Korsel, yang mulai digali pada tanggal
30 Juni 2004.
Panjangnya 358 meter dan 3 meter lebar, ternyata berjalan mendaki
dengan kemiringan sekitar 35 derajat ini cukup membuat ngos2an,
setelah 15 menit barulah bisa keluar menghirup udara bebas.

Akhirnya bus membawa kami ke Dorasan Station,
station KA paling utara dari Gyeongui line railway.
Jaraknya hanya 700 meter dari garis DMZ, dan Pyongyang berada
205 km diutara.
Kabarnya sedang dilakukan perundingan untuk membuka jalur KA
ke utara, kalau perundingan berhasil maka akan railway itu akan
linked sampai ke Eropa oleh Siberian Railway.
Didalam station megah yang pernah dikunjungi Pres.George W.Bush,
tampak sebuah Gate bertuliskan : To Pyeongyang.

Mudah2an perundingan berhasil, dan mudah2an pula saya bisa datang
kembali ke Dorasan ini untuk ke Pyongyang lewat gate tersebut.