Tuesday, June 12, 2007

Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya Taman Sari Gunung Salak.




Tour Gunung Salak :

Bagian Pertama, mengunjungi :
Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya Taman Sari Gunung Salak.

Setelah berhasil menelusuri Curug Cilember - air terjun di Cisarua
yang cantik sekali bersusun tujuh, timbul keinginan untuk
mengunjungi curug2 lainnya, apalagi setelah dikompori rekan
anggauta Jalansutra : Robiyati dan Budi Tjoe yang menceritakan
pengalaman serunya mengunjungi beraneka curug Gunung Salak.

Robiyati masuk dari arah Ciapus dimana terdapat Curug Nangka-
Daun-Kawung dan Luhur, sedangkan Budi Tjoe yang dari arah
Darmaga IPB memasuki kawasan Gunung Salak Endah yang juga
menyimpan aneka curug : Cihurang-Ngumpet-Cigamea-Seribu.

Tentu dalam sehari tidak mungkin bisa mengunjungi semuanya,
dan sangat tergantung cuaca, kalau berada disana turun hujan
maka tidak akan bisa mendekati curug itu.
Tapi kalau datang dimusim kemarau sama saja bo-ong karena
curug akan tidak bagus dilihat - gerojogannya mini.

Minggu pagi 3 Juni 2007, kami meluncur di jalan tol Jagorawi
dengan bersemangat, karena ramalan cuaca bilang
bahwa dari pagi sampai siang akan bagus.
Keluar tol di Bogor, memasuki jalan Pajajaran - Siliwangi -
Batutulis - Pahlawan dan menyebrangi sungai Cisadane.
Istri saya memegang petunjuk perjalanan yang dibuat Robiyati,
yang ternyata akurat sekali, sesuai arahan di petunjuk itu kami
mengikuti rute angkot hijau 03 yang menuju Ciapus.

Perjalanan kini melalui jalan kecil beraspal mulus, jalan kelok-kelok
dan menanjak, tidak terlalu ramai tapi tidak bisa jalan cepat karena
agak sempit.
Membaca peta, kami berada di kaki timur Gunung Salak dan kini
mengarah ke kaki utara gunung itu.
Panorama belum menarik karena kami masih berada di bagian
bawah lereng gunung, tapi suasana ndeso sepanjang jalan tentu
menyegarkan mata dan hati.

Tidak lama berkendara tampak dikiri jalan papan petunjuk menuju
Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya Taman Sari Gunung Salak.
Komplek pura ini dibangun sejak 1995, kini luasnya sekitar 2,5 Ha,
lokasinya di Kampung Warung Loak, desa Taman Sari, Kelurahan
Ciapus. Dipercaya disitulah dulu lokasi kerajaan Pajajaran dan
disitulah pula tempat menghilangnya Prabu Siliwangi.

Begitu belok kekiri langsung istri saya protes, wah jalannya rusak!
Memang jalannya tinggal aspal yang bopeng2 berat, kalau pakai
kendaraan jenis sedan sih "ngerenteg" juga.
Tapi sudah kepalang jauh2 kesitu, masa sih nggak jadi, maka mobil
jalan terus pelan2, menanjak sambil dalam hati bertanya-tanya jauh
nggak nih ya?
Dibeberapa tempat sempat terhenti juga karena lubangnya dalam,
untungnya pakai kendaraan jenis SUV jadi masih bisa lewat, dan
akhirnya semua lega karena dikejauhan tampak pucuk menara Pura.

Komplek Pura dibangun diatas bukit membelakangi Gunung Salak,
jadi kami harus naik tangga dulu, persis diawal tangga ada papan
peringatan berisikan segerbong larangan.
Larangan pertama bertuliskan : Tidak diperkenankan masuk ke Pura
bagi Umat yang tidak bersembahyang dan tidak bertugas di Pura.
Nah lho, gimana nih?, tapi karena niat kami sudah bulat berkunjung
dengan niat baik dan berterang maka kami teruskan menaiki tangga.

Sehabis tangga tampak pelataran rumput yang luas, dikiri kanan
ada dua buah saung - inilah pelataran Madya Mandala yang sudah
termasuk kawasan terlarang itu, sebelumnya adalah kawasan yang
disebut Nista Mandala
Seorang bapak petugas menyambut, saya jelaskan niat kami ingin
mengunjungi Pura cantik itu.
Astaga, alih2 disuruh balik kanan, malah dengan ramah kami ber-
tujuh orang itu dipersilahkan masuk, asalkan tidak ada halangan
antara lain sedang cuntaka (kematian, melahirkan), haid dll.

Kami dipersilahkan mengambil selendang warna kuning untuk
dililitkan di pinggang, dan menuju candi bentar berwarna hitam
dengan tangga yang terlihat megah sekali.
Candi bentar itu ternyata merupakan gerbang masuk menuju
kawasan berikut yang lebih suci, yaitu Utama Mandala.

Kami mendaki tangga candi bentar itu, dan selepas pintu tampak
didepan pemandangan yang cantik sekali, berawal dari pelataran
rumput seperti mandala sebelumnya dan dikiri kanan ada beberapa
saung tempat petugas duduk berjaga, maka didepan dikejauhan
pagar tembok pendek dan dibelakangnya tampak beberapa
bangunan suci dari pura itu.
Antara lain dua buah candi berwarna hitam, salah satunya adalah
candi Prabu Siliwangi, yang dipercaya menghilang didaerah situ.

Seorang bapak memakai baju dan destar putih menghampiri kami,
ternyata pemangku/pelaksana upacara kecil. Beliau menjelaskan
bahwa kami tidak boleh memasuki kawasan dibelakang pagar tembok itu,
umat Hindu juga demikian, hanya pendeta dan petugas yang boleh kesana.
Jadi saat persembahyangan, umat duduk dipelataran situ saja,
tadinya saya kira mereka bisa masuk kedekat bangunan suci itu.

Bangunan berwarna hitam serupa candi disana melambangkan
Mahameru/Padmasana, kalau bangunan mirip saung besar
melambangkan semacam DPR.
Saat saya bertanya yang mana candi Prabu Siliwangi, dengan
penuh hormat beliau menunjuk dengan ibu jempol kearah salah
satu dari dua candi berwarna hitam yang persis berada dibelakang
pagar dari tembok pendek itu.

Memang pemandangan dari tempat itu kearah bangunan suci itu
sungguh indah, lereng gunung berwarna hijau melatarbelakangi
pura sehingga menambah kerennya pemandangan disitu.

Setelah puas berbincang dan mengabadikan pemandangan pura
cantik yang keren itu,kami melanjutkanperjalanan, mengarah ke
curug pertama yaitu Curug Daun.

24 comments:

  1. tahun lalu saya melintasi trek ini kebetulan pas musim hujan..tidak cukup sekedar suv, kudu di posisi 4wd dan low gear di tanjakan ekstrimnya..
    sekarang kelihatannya sudah jauh lebih rapi..jadi pengen kesana lagi..
    thx for sharing

    ReplyDelete
  2. bung Made,

    mudah2an istilah2 yang saya tulis itu benar,
    soalnya udah nanya sih sama pasien yang
    kebetulan sering sembahyang disana.

    iya jalannya sih rada jelek gitu, saya ketemu
    sedan juga yg sedang naik, kesian-he3.

    kapan ke Tangerang nih, bersebelahan dengan
    Vihara Nimmala yg punya 10 rekor MURI itu,
    ada Pura Hindu juga, tapi kecil saja.
    kalau ke Tangerang kabari saya, nanti saya antar.

    salam
    sm

    ReplyDelete
  3. TFS Pak Sind, mudah-mudahan kalo pulkam saya bisa mampir kesini:)

    ReplyDelete
  4. wah bener deh, harus ajak anak2 ke sana liburan ini. makasih ya oom, udah share pengalamannya di sini:D

    ReplyDelete
  5. Luas dan asri yah!
    Oleh-oehnya apa dokter ?

    ReplyDelete
  6. Saya rasa, jalan rusak itu memang sengaja dibiarkan demikian. Ini karena menurut falsafah Bali, sebelum masuk Pura, setiap manusia memang harus sabar dan bersih hatinya. Jadi jalan rusak itu bisa jadi wacana 'meditasi' selama perjalanan menuju tempat suci. Seperti misalnya kalau kita ke Pura Besakih. Kita harus jalan kaki cukup jauh dan menanjak ke Pura tsb. Lapangan Parkir sengaja di buat jauh di bawah.
    Seperti juga, mengapa kita harus melewati tiga pintu untuk memasuki Pura paling dalam. Yaitu tadi; Ada tiga 'fase' yang harus kita lewati, sehingga diri kita ini bersih luar dalam ketika kita menyerahkan diri kepada Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa.

    ReplyDelete
  7. oleh2 ?
    ga kepikir tuh,
    masa sih beli tales hehehe

    ReplyDelete
  8. terakhir kesini sma .. hahaha
    malahan kok gak kepikir buat motret tempat ini ya

    ReplyDelete
  9. Cel,

    sama - saya juga nggak pernah sekalipun inget
    motret PehTjun di kali Cisadane,
    jadi nih ke Tangerang nonton Pehtjun Selasa 19 Juni nanti ?

    ReplyDelete
  10. PAk Dokter, jika yang berkunjung beragama islam tentu tidak diperkenankan masuk ya? jadi hanya sampai gerbang luar sajakah?

    ReplyDelete
  11. Halo Om sindhi,
    Salam kenal sebelumnya,sy tahu anda krn sesama member JS ,pura di gunung salak ini,rasanya pernah di review di kompas,(thn kapan saya lupa),apa ada vihara juga sekitar sana?
    Bgmana kalau Om sindhi ngadain kumpulsutra di sana,saya blm pernah ikut acara JS,makasih.

    ReplyDelete
  12. bung Andri,

    kalo lihat larangan di papan itu, semua yang datang
    tidak niat sembahyang dilarang masuk,
    tapi nyatanya saya boleh tuh, saya bicara dg bapak
    petugas itu dan bilang terus terang bahwa kami dengar
    tentang Pura ini dan niat lihat2 saja - ternyata welcome,
    si bapak bilang silahkan masuk,
    kalau mau meditasi juga boleh - gitu katanya.

    sebelumnya bu Robiyati, juga boleh masuk tapi kayaknya
    sampai Candi Bentar itu saja, coba anda email beliau di :
    robiyati04@yahoo.com
    berdasarkan petunjuk Yati inilah saya kesana

    salam
    sm

    ReplyDelete

  13. hallo Yulu,

    betul sekitar 1- 2 kilometer sebelum belokan
    kearah Pura, dikanan jalan saya lihat petunjuk
    menuju Komplek Vihara NSI,
    saya sebenarnya tertarik juga mau lihat tapi karena
    schedule sudah padat maka tidak jadi belok kesitu.

    kumpulsutra di situ ? - lha itu kan wilayah kekuasaannya
    Marchellinus - Gubernur JS Bogor - he3 -
    dia yg mestinya gerakin.

    Kalau Tangerangsutra barulah gawean saya,
    apakah anda tidak tahu kalau baru saja diadakan yaitu
    tanggal 27 Mei dan 10 Juni yg lalu.
    Kalau mau ikut, nanti akan diadakan lagi bulan Agustus.

    ReplyDelete
  14. Pak Sindhi dan teman2, semoga Bapak dan teman2 semua sehat dan bahagia. Saya banyak dosa dan berhutang ke teman2 semua. Semenjak saya kembali dari Quebec (wah lama ya, jadi malu nih belum kasih oleh2... foto2 perjalanan paling tidak), saya habis waktunya dg proyek yg makan waktu, tenaga dan pikiran sehingga sampai rumah.... bleg tidur krn seharian lihat monitor.
    Wah baca jalan2nya Pak Sindhi jadi pengen buru2 ambil cuti nih...
    Salam buat Bapak dan keluarga serta teman2 semua.

    ReplyDelete
  15. kapan pulkam nih pak Mochtar,
    kayaknya udah lama sekali yah,
    mdh2an nanti bisa jumpa2

    ReplyDelete
  16. Numpang lewat yaaaa.... udah lama jugaa gak ke pure ini, yang enak di sini kalo malem2 itu udaranya duingiiinnn...banged sampe menusuk tulang, aku pernah ketemu amazing thing disini, waktu sembahyang di Mandala Utama tepat jam 00.00 dan pada saat bulan purnama, you know what?? saat meditasi diatas langit ada awan putih yang melingkar seperti cincin yang melingkari si bulan purnama...cantiiiikkkk...banget... pas kelar meditasi awan putih itu ilang, yg ada cuma bulan punama aja......

    ReplyDelete
  17. dear Desak,

    ada kenalan yg kerja di PaninBank Tangerang,
    namanya juga Desak - dia juga suka menginap
    di Pura Gunung Salak ini juga.

    ReplyDelete
  18. waw, bagus banget! Nanti saya datengin juga ya...

    ReplyDelete
  19. Wah pemandangan yg cantik, mudah2an bisa kami kunjungi kalau pulang nanti...

    ReplyDelete
  20. brangkat saya skrg pak ke lokasi ini ....

    ReplyDelete
  21. Iya setuju hehe..
    disitu kesabaran dan hati sedang diuji, klo dalam perjalanan masuk melihat jalanan rusak dan sambil ngomel2, berarti...!!

    Hayoo siapa yg kesitu tp ngomel2 yaaa...

    Salut sama falsafah Bali, kesabaran memang penting!!!

    ReplyDelete
  22. Menurut temen saya yang orang Bali/Hindu (tinggal di Jakarta), waktu dia ke Puri situ, sempat lihat pak Haji lagi sholat di dalam puri.
    Pak Haji ini memang penduduk situ.

    Mungkin menurut mereka, Puri adalah tempat orang untuk sembayang tanpa membedakan jenis agamanya, karena hakikatnya manusia di ciptakan oleh pencipta yang sama/Esa.

    ReplyDelete
  23. berkat petunjuk dari om Mulya,saya sampai juga ke Pura, tempat yang sangat indah.
    Saya juga ke Curug Nangka, tempat yang bagus.

    Ini oleh2 foto2nya : http://kesha.multiply.com/photos/album/322/Temple_Waterfall_and_Park_with_Siska

    ReplyDelete
  24. kisah perjalanan dan tempat-tempat yang indah... TFS ya..

    ReplyDelete