Thursday, June 2, 2005

Nuwara Elliya - kota sejuk peninggalan kolonial Inggris.


Perjalanan Srilanka - part 3 :

Nuwara Elliya : kota sejuk peninggalan kolonial Inggris.

Perjalanan berikut adalah dari Kandy ke kota Nuwara Elliya,
dipeta terlihat mengarah ke selatan dan tetap berjalan di-tengah2
pulau Srilanka yang konturnya pegunungan.

Candra (local guide) bilang kita akan mendaki dari ketinggian
Kandy yang sekitar 400 meter ke 2000-an meter, dan akan
melihat pemandangan seperti di Swiss katanya.

Seperti perjalanan sebelumnya, sekalipun  melalui jalan desa
yang lebarnya pas untuk dua mobil berpapasan tapi kondisi
jalan lumayan mulus, selain itu tidak terlalu banyak kendaraan
sehingga perjalanan lancar sekali.

Perjalanan memang terus mendaki, hanya sayang disisi jalan
terlalu banyak pepohonan yang membuat pemandangan ke
lembah agak terhalang.
Makin lama makin tinggi dan memasuki kawasan kebun teh.

Candra cerita bahwa dijaman penjajahan bangsa Inggris yang
suka minum teh itu, di import-lah orang2 Tamil dari daratan
India untuk dipekerjakan di kebun teh.
Memang sepanjang jalan mulai terlihat banyak temple Hindu. 

Saya tanya Candra, koq saya tidak bisa membedakan orang
Tamil dengan orang Sinhala, seperti sukarnya membedakan
mana orang India - Pakistan - Bangladesh.
(dalam hati saya : koq tampangnya sama seremnya).
Tadinya saya pikir bahwa kalau kulitnya lebih hitam mengkilat 
pastinya itu orang Tamil - ternyata bukan begitu.
Candra bilang, orang Sinhala Srilanka mirip sekali dengan
Tamil Srilanka, tidak bisa dilihat dari seberapa hitam kulitnya.

Kalau orang Tamil yang dulunya di-import dari India untuk
bekerja dikebun teh ini memang agak beda katanya -
kulitnya agak lebih hitam.
Yang pasti sih perempuan Tamil mudah dibedakan dari wanita
Sinhala karena perempuan Tamil pakai tempelan warna merah
atau hitam didahinya.

Perempuan Srilanka biasa memakai Sari, dan rata2 berambut
panjang, tapi tidak masalah kalau karena mengikuti mode ada
yang memotong pendek rambutnya.

Banyak terlihat pria Srilanka, khususnya dipedesaan memakai
sarung seperti di Indonesia.

Ada hal yang menarik yaitu banyaknya tempat2 ibadah sepanjang
jalan, memang sesuai dengan mayoritas penduduk yang beragama
Buddha maka kebanyakan terlihat temple dengan patung Buddha,
tapi kuil Hindu juga banyak, sesekali terlihat mesjid dan gereja.

Kami melihat juga sesekali ada restoran bertuliskan Chinese
Restaurant, tapi menurut Candra pengelolanya bukan orang Cina -
tak ada orang Cina di Srilangka katanya !
Saya heran mendengarnya, karena setahu saya orang Cina nyampe
kemana-mana, di Kairo juga ada koq yang buka restoran.
Tapi Candra menegaskan bahwa dia yakin tidak ada orang Cina
di Srilanka.

Menurut Candra, orang Tamil yang minoritas, justru banyak yang
lebih kaya dibanding Sinhala.
Hal ini karena orang Tamil biasanya memprioritaskan pendidikan
sehingga banyak yang bisa menjadi dokter atau pengacara yang
berpenghasilan sangat baik,
apalagi kalau pindah ke Inggris atau Singapore.

Akhirnya kami melewati tempat yang dibilang Candra seperti Swiss.
Tapi kalau saya pikir sih sama aja dengan melewati Puncak dengan
kebun tehnya, hanya memang sedikit lebih bagus karena banyak
terlihat air terjun.
Perkebunan teh itu memang sangat luas, dan terlihat dirawat dengan
seksama sekali.

Menjelang tengah hari  sampailah kami ke Ramboda -
didesa dengan ketinggian 3200 feet ini ada satu restoran dengan
view bagus kearah lembah dan air terjun.
Turun dari bus, lalu kami diangkut dengan mobil kecil menuruni
gunung menuju restoran yang dibangun dilereng yang lumayan curam.
Repot juga karena nantinya masih harus jalan kaki menuruni tangga
curam masuk ke restoran itu.
Tapi memang pemandangan dari restoran cukup bagus, sambil
duduk-duduk menunggu datangnya hidangan bisa menikmati view
cantik kearah dua buah air terjun di seberang lembah.
Salah satu yang lebih jauh berupa air terjun kembar -
yang lebih dekat tampak lebih besar dan tinggi ber-tingkat2.

Sayangnya, kembali makanan-nya lokal food yang nasinya "nyiksa"
karena "aneh" - bukan seperti nasi di Indonesia yang empuk agak
lengket satu sama lain, tapi berbentuk seperti butiran bulat2 kecil
yang tidak menempel satu sama lain.
Terpaksa dengan setengah hati nasi pera ini dimakan juga -
daripada perut masuk angin karena banyak ngomel.

Sebelum memasuki kota Nuwara Elliya, bus berbelok masuk
ke sebuah pabrik teh yang lumayan besar.
Kami ternyata diajak meninjau masuk ke pabrik dan sambil
jalan pelan2 dijelaskan proses  pengolahan daun teh itu yang
rupanya pakai fermentasi segala !!
Disana dijelaskan soal macam2 teh, kwalitasnya juga macam2
seperti BOP (Broken Orange Pekoe).
Teh yang baik adalah yang high grown (tumbuh diatas ketinggian
1200 meter dpl).

Kota Nuwara Elliya jaman dulu dibangun kolonial Inggris untuk
tempat peristirahatan - tempat sejuk setinggi 6181 feet itu memang
ideal bagi orang yang berasal dari daerah dingin.
Sebelum menuju hotel kami diajak keliling kota kecil kuno itu dulu,
bus berjalan pelan melalui lapangan Golf, dan berbagai bangunan
gaya Victoria yang antik2.
Rasanya seperti jalan didaerah Cipanas "tempo doeloe" -
udara sejuk, banyak pohon cemara dan rumah tua.

St.Andrew's Hotel tempat kami menginap ternyata hotel sudah
tua tapi cantik dengan lantai dari kayu, ada perapian, perabotan
dari kayu yang antik2.
Welcome drink-nya beda dengan di hotel yang lain : Teh !

Kamar kami dilantai dua juga sama antiknya, lantai-jendela-
lemari-pintu dari kayu yang tampak sudah tua.
Engsel pintu-nya  model "blo-on" karena kalau daun pintu terbuka
sedikit saja sudah ada celah cukup lebar antara daun pintu itu
dengan kusen-nya yang memungkinkan orang dari luar kamar
bisa melihat dengan leluasa kedalam kamar.
Ranjangnya mirip ranjang pasien rumah sakit model lama.
Dan kembali ada obat nyamuk, lilin + geretan, dan no TV !!,
haiyaaa !!

Mungkin orang Barat menyukai suasana nostalgik ini, tapi saya
sih justru merasa kurang nyaman dengan suasana serba kuno itu.

Dinner dan breakfast di ruang makan yang kuno sekali.
Ruangan tidak terlalu besar dan serba gelap, langit2nya terbuat
dari kayu warna merah coklat yang terkesan kuno sekali.
Perasaan saya sampai terasa sesak berada diruangan yang serba
muram itu.

Malam hari dingin sekali, dan terdengar diluar suara angin yang
bertiup keras menyapu pepohonan se-akan2 suara gemuruh
ombak di pantai - membuat perasaan makin terasa depresif.
Untungnya bisa tidur juga walaupun sesekali terbangun karena
dingin dan suara gemuruh angin diluar itu.

Untungnya lagi - kami cuma semalam disana, legaaa !!

3 comments:

  1. Pak, perginya dengan agent tour atau self guided tour?

    ReplyDelete


  2. package tour,
    jadi berangkat sendiri, di airport Srilanka dijemput local guide,
    dn diantarnya sepanjang tour beberapa hari itu, sampai saatnya
    dia drop kami diairport lagi.
    biaya tour sudah termasuk transportasi, hotel, makan

    ReplyDelete