Thursday, October 6, 2011

Puisi terakhir WS Rendra


Renungan Indah - W.S. Rendra (Alm)

Seringkali aku berkata,

Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-TUHAN
Bahwa rumahku hanyalah titipan-NYA
Bahwa hartaku hanyalah titipan-NYA
Bahwa putraku hanyalah titipan-NYA

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa TUHAN menitipkan padaku ?
Untuk apa DIA menitipkan ini padaku ?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-TUHAN itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-NYA ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku

Seolah keadilan dan kasih-TUHAN harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan TUHAN seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta DIA membalas "perlakuan baik ku",
Dan menolak keputusan-NYA yang tak sesuai keinginanku

GUSTI,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"


(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya di atas ranjang RS)

5 comments:

  1. Interesting maning! Benar dia gunakan huruf besar begitu?

    ReplyDelete
  2. Huruf besar ? saya nerusin copy paste aja dari bbm
    yang saya dapat dari teman, tidak diubah.

    ReplyDelete
  3. thanks for sharing...
    ijin copas ya, Pak...

    ReplyDelete
  4. sembahyang tiap ari, kita ucapin ini dgn bahasa arab. tapi banyak yg gak paham dan banyak yg lupa.

    ReplyDelete