Sunday, January 24, 2010

Selimut Debu.

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Agustinus Wibowo




Kalau umumnya traveler memilih mengunjungi tempat yang menarik, mudah
dijangkau dan pastinya aman, maka traveler satu ini sungguh berbeda.
Agustinus Wibowo, pemuda 28 tahun asal Lumajang ini kalau traveling bukan
saja backpacker-an ke lokasi2 yang eksotis/unik seperti Mongolia/Uzbekistan
tapi juga masuk kewilayah yang sulit dan sangat rawan seperti Afganistan.
Petualangan memasuki Afganistan itu bukan sekedar satu dua hari sampai
ke ibukota Kabul saja misalnya, tapi bulanan keberbagai pelosok negara.

Semua itu dijalani karena jiwa petualangan yang berpadu dengan semangat
jurnalisme yang menggebu, yang membawanya sampai ke Kandahar - kota
basis Taliban diselatan Afganistan yang tidak sembarang orang berani datang.
Dia juga ke Bamiyan untuk melihat puing patung kuno Buddha yang di dinamit
Taliban - disitu dia tidak menyangka kalau lahan yang dilaluinya adalah ladang
ranjau, untung saja dia selamat.

Perjalanan menarik lainnya adalah saat menelusuri Koridor Wakhan yang unik
sekali karena wilayah sempit yang menuju ke China itu berbatasan dengan
Tajikistan dan Pakistan disisi lainnya.
Perjalanan didaerah pegunungan dan menyebrangi sungai itu berat sekali,
jalan begitu rusak dan kendaraan yang digunakan sudah tua, malah dia sempat
tidak sengaja berjalan kaki sampai sekitar 9 jam karena penduduk yang ditemui
selalu bilang sudah dekat, padahal ternyata 40 kilometer jauhnya.
Disitu dia tidak berhasil memasuki Tajikistan, tapi berikutnya saat mengarah ke
barat dia berhasil memasuki wilayah Iran sampai ke Teheran.

Begitu lama berada di pedalaman Afganistan yang dihuni berbagai etnik seperti
Pashtun, Hazara, Uzbek dan lain-lain, Agustinus bisa menyerap silang pendapat
tentang politik, agama, pemakaian Burqa dan lain-lain, maklum saja wilayah
itu silih berganti penguasa/penjajah mulai dari Iskandar Agung, orang Mongol,
Komunis Soviet, Taliban sampai penguasa sekarang.

Keberaniannya ber-petualang itu bukan tanpa risiko, dia harus menginap di
tempat2 rawan dan sangat kotor, beberapa kali ditipu dan kecurian uang,
dipukuli polisi Kabul karena dicurigai teroris, sampai hampir disodomi pemuda
yang tadinya tampak baik hati memberikan tempat menginap.

Pengalaman yang direguknya di perjalanan itu telah ditulisnya dalam bentuk
laporan petualangan yang disampaikannya dengan unik sekali karena berupa
campuran sastra dan sejarah dengan jurnalisme.

Sebagian ceritanya itu pernah dimuat serial di kolom petualang kompas on-line,
dan bulan Januari 2010 telah dibukukan dengan judul Selimut Debu.

Saya telah membaca habis buku setebal 461 halaman yang dibandrol seharga
Rp. 69.000,- dan saya sungguh setuju dengan pendapat di kata pengantar yang
mengatakan bahwa Agustinus Wibowo bukanlah sekedar traveler yang datang
ke satu tempat, lihat2, motret2 dan pulang, tapi dia adalah seorang explorer.
Memang dengan membaca buku ini kita serasa ikut dibawa berkelana ke
berbagai sudut/ wilayah Afganistan yang begitu sulit medannya dan rawan sekali.
Sambil menyerap suasana kehidupan keseharian berbagai suku/etnik yang bisa
berbeda pandangan politik maupun pemahaman agama.

Sayangnya buku ini sampulnya kurang eye catching, dan saya lihat dibeberapa
toko buku Gramedia (Mall Taman Anggrek dan Summarecon Mall) tidak dipajang
di rak buku baru, sayang sekali - terbenam di rak buku grup Novel !

Saya sempat memberitahu tentang itu kepada Agustinus yang kini berada di
Beijing, dan dia sudah meneruskannya ke fihak Gramedia - yang mengontak
ke dua toko buku itu untuk menaruh di rak buku baru.

Mudah2an teman yang ke Gramedia lainnya bisa tolong juga melihat apakah
disitu buku Selimut Debu sudah diletakkan di rak buku baru, kalau belum
mohon bantuannya memberitahu saya via japri, nanti saya teruskan ke Agus.

25 comments:

  1. Lapor! Udah nitip beli buku ini... tapi belum nyampe ke tanganku... masih di Palembang soalnya... *Aah, jadi gak sabaran nih!*
    Thanks

    ReplyDelete
  2. wah, thank you atas infonya, dok. sepertinya buku ini menarik

    ReplyDelete
  3. waduhhhh daku baru tau klo dah dibukuken, padahal kemaren baru dr gramed , ke sana lg ahhh.... thanks 4 the info

    ReplyDelete
  4. halo Imelda,

    lama nggak kedengeran :)
    menarik gaya berceritanya,
    didukung kisah nyata di wilayah yang berbahaya itu,
    jadi seru sekali.

    ReplyDelete
  5. iya dah balik lagi,
    masih banyak bukunya he he

    ReplyDelete
  6. Bagi yang diluar Indonesia, cuma bisa bengong karena pasti tidak ada dalam versi e-book-nya,

    ReplyDelete
  7. bung Teddy,
    saudara sepupu istri mudah2an belum balik
    ke Sydney, ntar saya check,kalau belum balik
    saya usahakan bisa titip dia.

    ReplyDelete
  8. Bung Sindhiarta,
    Terima kasih banyak.
    I owe you again.

    ReplyDelete
  9. Aduuuh, Gunawan rupanya sudah berangkat ke Sydney,
    barusan adiknya bilang gitu.

    Adik istri yg dulu jumpa anda disana, belum tahu
    kapan ke Sydney lagi, kalau dia kesana akan
    saya titip via dia yah.

    ReplyDelete
  10. Kesan saya soal sampul buku Agus, justru SANGAT menarik perhatian. Walaupun saya hanya melihat dari photo saja. Saya percaya sekali, buku ini akan dicari orang.

    ReplyDelete
  11. bung Tigun,

    Agustinus juga cerita soal pemilihan foto itu,
    memang pilihan dari sekian foto yang bagus2.

    Cuma saat buku itu nampang di rak display
    ternyata tidak mudah membuat mata kita meliriknya,
    warnanya terlalu soft, tulisan hanya ada nama & judul,

    saya sampai malu hati nyari2 di rak buku baru nggak
    ketemu - sampai minta tolong petugas - ternyata
    memang ada disitu, eh ternyata satu rekan juga sama,
    dia juga nyari2 nggak ketemu - tepatnya nggak ngeliat he3.

    kemarin saya lihat di cover itu ada tambahan sticker kecil
    bulat warna merah mencolok bertuliskan TRUE STORY,
    ini mungkin untuk supaya lebih eye catchy.

    ReplyDelete
  12. bung Tigun,

    Agustinus juga cerita soal pemilihan foto itu,
    memang pilihan dari sekian foto yang bagus2.

    Cuma saat buku itu nampang di rak display
    ternyata tidak mudah membuat mata kita meliriknya,
    warnanya terlalu soft, tulisan hanya ada nama & judul,

    saya sampai malu hati nyari2 di rak buku baru nggak
    ketemu - sampai minta tolong petugas - ternyata
    memang ada disitu, eh ternyata satu rekan juga sama,
    dia juga nyari2 nggak ketemu - tepatnya nggak ngeliat he3.

    kemarin saya lihat di cover itu ada tambahan sticker kecil
    bulat warna merah mencolok bertuliskan TRUE STORY,
    ini mungkin untuk supaya lebih eye catchy.

    ReplyDelete
  13. Mungkin karna judulnya gak seperti buku traveller lain ya jadi salah rak hehe

    ReplyDelete
  14. wah jadi kepingin baca juga Pak Shindi, tapi saya udah titip teman saya yg di jkt , terima kasih infonya Pak,

    ReplyDelete
  15. Bung Sindhiarta,

    Terima kasih.
    Tidak masalah, kapan-kapan saja.
    Siapa tahu duluan kami ke Bandung.

    ReplyDelete
  16. Maka itulah fihak toko buku mengelompokkannya
    ke buku2 Novel, mestinya ke buku travel atau apa yah ?

    ReplyDelete
  17. inget2 judul dan gambar sampulnya, agar
    mudah menemukannya di Gramedia.

    ReplyDelete
  18. mudah2an cepet nyampe buku itu ke Holland :)

    ReplyDelete
  19. OK, nanti kita kontak2 lagi untuk itu.

    ReplyDelete
  20. saya sudah beli bukunya, tp blm sempat dibaca. hmmm...mungkin gara2 baca pengantar ini, sy tutup dulu buku yg sedang sy baca untuk kemudian membuka selimut debu. titip salam u mas Agus yach dari salah satu penggemar :-)

    ReplyDelete
  21. kontak dg Agus bisa di FB nya,
    search saja nama Agustinus Wibowo,
    ada dua FB - yg satunya bikinan fansnya,
    yang asli FB dia yg pake seragam tentara Mongol.

    FB dia bisa buka di China,
    kalau MP tidak bisa.

    ReplyDelete
  22. salah satu buku yg sayang banget buat ngabisin bacanya...takut cepet abis :)

    ReplyDelete
  23. travel journal yg manarik. Sy sdh punya bukunya dan baca dgn santai menjelang tidur... 1-2 halaman terus tertidur :-D

    ReplyDelete