Ini adalah lanjutan dari :
part 1 : Nengok kamar BungKarno - Gn.Menumbing.
http://smulya.multiply.com/photos/album/90
Tour Bangka part 2 : City tour Mentok dan Sungai Liat.
Acara dihari kedua adalah city tour dikota Mentok dan dilanjutkan
menuju kota Sungai Liat yang terletak dipantai timur pulau Bangka.
Karena perjalanan akan lumayan jauh maka setelah makan pagi di
restoran hotel Bukit Menumbing yang diliputi kabut , kami langsung
berangkat.
Obyek wisata pertama yang dikunjungi adalah Batu Balai, sebuah
batu besar yang tergolek tak jauh dari jalan , uniknya batu besar itu
bentuknya seperti buritan kapal sehingga menjadi bagian dari legenda
Dampu Awang, dan katanya siapa yang lewat dikolong batu besar
yang setengah tergantung itu akan enteng jodoh.
(foto)
Kota Mentok kabarnya dimasa lampau pernah ramai karena disana
ada pertambangan timah dan mempunyai letak yang strategis, dengan
hanya menyebrangi selat Bangka sudah bisa tiba di muara sungai Musi
dan 1 - 2 jam memasuki sungai Musi sudah tiba di kota Palembang .
Jadi seharusnya kota ini ramai dan maju.
Tapi sekarang kelihatannya seperti kota jaman baheula, tampak sepi
dan tak terlihat ada geliat pembangunan kota.
Kecil seukuran kota kecamatan Serpong, pusat kota ini terlihat renta -
dimana mana terlihat gedung-gedung yang sudah tua.
Dibagian lain dari pusat kota terlihat banyak rumah yang sudah rusak,
tampaknya itu rumah-rumah tua yang dibangun di jaman Belanda,
termasuk puing-puing rumah sebuah komplek yang dijelaskan Mirza :
itu bekas Rumah Sakit Umum !.
Kami tanya kepada Mirza : Oh, RSU itu sudah dipindah ? , kemana ?
Tidak, disini tidak ada RSU lagi.
Lho, masa iya sebuah kota engga punya RSU ?
Ternyata memang kota itu tidak mempunyai lagi RSU , penduduk
memanfaatkan Rumah Sakit yang dimiliki Peltim (Peleburan Timah).
Di pelabuhan Mentok yang berukuran kecil saja itu terlihat beberapa
buah kapal sedang memuat penumpang yang akan menuju Palembang,
antara lain tampak kapal cepat Express Bahari ( 3 trip/hari ) dan juga
kapal Jetfoil Sumber Bangka ( 2 trip/hari ) yang dalam waktu 2 - 3
jam saja sudah tiba di tujuan.
Selain kapal cepat khusus penumpang itu, terlihat pula kapal ferry
yang sedang memuat kendaraan, tapi kapalnya tidak sebesar kapal
ferry penyebrangan Merak - Bakauhuni.
Menurut Mirza, berbagai macam barang di Bangka mahal harganya
karena harus di "import" dari luar pulau, sampai beras dan sayur juga
didatangkan dari luar pulau .
Sayang sekali rumah Mayor Tjun Yun Fong - sebuah rumah kuno
yang letaknya berdekatan sekali dengan pelabuhan tadi,
sekarang tidak bisa lagi dikunjungi karena kabarnya sebagian rumah
itu sudah dijadikan sarang burung walet.
Pagar rumah itu diberi kawat berduri, dan sewaktu kami berupaya
minta izin masuk , penjaganya dari dalam rumah menyatakan bahwa
gembok pintu pagar itu sedang dibawa oleh penjaga yang lain.
Rumah besar itu atapnya sudah direnovasi, gentingnya sudah diganti
dengan genting baru berwarna hijau.
Di pusat kota itu kami mengunjungi kelenteng tua yang letaknya
bersebelahan dengan sebuah Mesjid Jami. Dihalaman kelenteng itu
ada seorang penduduk yang sedang menimba air dari sebuah sumur
dalam sekali, tapi airnya paling tinggal sejengkal dari dasarnya,
karena kemarau panjang.
(foto)
Perjalanan dilanjutkan, berawal dari pantai barat pulau Bangka itu,
menuju kota Sungai Liat yang berada di pantai timur pulau Bangka
yang mengharuskan kami kembali menelusuri jalan yang sama -
yang kemarin kami tempuh dari Pangkal Pinang, maka terulang lagi
perjalanan yang menjemukan, mata sampai pegel melihat hutan melulu.
Diluar kota Sungai Liat kami mengunjungi Kolong Pemali, wilayah
yang sudah bopeng-bopeng akibat penambangan timah selama ratusan
tahun, kabarnya eksploitasi di "pulau Timah" ini dimulai pada abad ke 19.
Penggalian itu bukan dengan cara menggali lubang berbentuk sumur, tapi
bentuk penambangan terbuka yang kemudian menyisakan kolam-kolam
besar sampai berukuran danau yang sekarang penuh berisi air .
Nama Kolong Pemali berasal dari kolong = kolam, pemali = pantang
atau larangan - jadi dahulu wilayah itu terlarang dimasuki penduduk
karena adanya kegiatan penggalian kolam timah diwilayah itu.
Beberapa kolam, airnya terlihat indah berwarna hijau biru, apalagi di
sebuah danau yang kabarnya paling besar dan dalam, airnya sangat
jernih - saking beningnya dibagian tepi danau kita bisa melihat jelas
bebatuan didasarnya.
Bagian tepi danau itu airnya berwarna hijau dan ketengah menjadi biru,
banyaknya mineral didasar danau membuat menjadi berwarna warni itu.
Sayang sekali tidak dijadikan obyek wisata, barangkali selain airnya
tidak sehat mengandung timah, juga tepian danau dan wilayah sekeliling
nya amburadul - disana sini terlihat lubang bekas galian .
(foto)
Sungai Liat beruntung sekali mempunyai banyak pantai yang indah-indah ,
bentuk pantainya yang berkelok-kelok, laut yang bersih berwarna
hijau membiru, dan banyak batu-batu besar di sela sela pantai berpasir
putih membuat pengunjung betah berjalan jalan menikmati pemandangan
yang menyejukkan mata itu.
Pandangan ke arah Laut Cina Selatan itu tidak satupun pulau terlihat,
dan dimalam hari terlihat banyak kerlip lampu dari bagan yang berada
jauh ditengah laut.
Salah satu pantai yang menjadi obyek wisata lokal adalah Pantai Matras,
sayang sekali pantai yang landai itu ombaknya cukup ganas sehingga di-
beberapa tempat harus dipasang penghalang agar ombak tidak menggerus
pantai - tentu tumpukan bronjong batu ini mengganggu keindahan pantai.
Satu hal yang mengagumkan dari pulau Bangka adalah bagusnya sarana
jalan disana, jaringan jalan begitu banyak menggurita dan aspalnya relatif
bagus, jarang sekali ketemu jalan berlubang.
Dimana mana terlihat bersih, dan sangat jarang terlihat pengemis.
Berbeda dengan rumah-rumah di Jakarta yang mirip benteng, rumah disini
kebanyakan tidak memakai pagar, mengesankan suasana yang aman.
Malamnya kami menginap di Hotel Tanjung Pesona, bintang tiga,
yang berjarak sekitar 6 kilometer dari kota Sungai Liat.
Kawasan hotel yang cukup luas ini berada di satu bukit ditepi pantai
sehingga pemandangan dari cottage/restoran/gazebo yang dibangun
diatas bukit mempunyai pandangan kearah laut lepas yang berwarna
hijau biru itu indah sekali.
Pantainya berbentuk teluk, pengunjung bisa menapaki tangga yang
dibuat rapih menuruni bukit sampai ke tepi laut.
(foto)
Sayang pengunjung hanya bisa menikmati pemandangan dari pantai
saja, laut yang berbatu karang itu tidak aman untuk berenang maupun
wisata air lainnya seperti menaiki banana boat dan lain lain.
Tapi didalam komplek hotel yang luas itu tersedia hiburan seperti kolam
renang dengan pemandangan laut ,diskotik, ruang karaoke,restoran yang
menyajikan masakan unggulannya seperti makanan lokal yang terkenal :
ikan Jebung bakar.
Bagi yang ingin bermain golf, dapat menuju ke Bangka Golf Club, yang
terletak 200 meter diatas permukaan laut - lapangan golf dengan 18 hole -
par 72 ini berbukit-bukit , jaraknya sekitar 35 menit dari hotel.
Tour Bangka , part 3 :
Belinyu dan Parai Beach Resort
tour dihari ketiga adalah mengunjungi Belinyu, kota yang berada bagian
utara pulau Bangka, yang berjarak 58 kilometer dari Sungai Liat/Hotel
Tanjung Pesona tempat kami menginap.
Perjalanan menuju Belinyu terasa menyenangkan karena jalan mulus sekali,
dan berbeda dengan perjalanan ke Mentok yang banyak membelah hutan
maka perjalanan hari ini relatif "terang" - jarang sekali melalui hutan, hanya
sesekali melalui wilayah yang terlihat tandus berlubang-lubang disana-sini
akibat banyaknya galian timah.
Karena jalan tidak terlalu ramai, kendaraan kami bisa agak ngebut dan
dalam 1 jam 15 menit sudah memasuki wilayah Belinyu,
yang mempunyai motto :
BERSATU : Bersih-Elok-Ramah-Serasi-Aman-Tertib-Utuh.
(aneh juga, kok pakai Utuh segala ?).
Pangkal Pinang - BERARTI : Bersih-Aman-Rapi-Tertib-Indah.
Mentok - TIMAH : Tertib-Indah-Aman-Harmonis.
SungaiLiat -BERTEMAN : Bersih-Tertib-Aman.
Sebelum masuk kota, mobil belok keluar jalan raya untuk memasuki
jalan kecil, setelah berjalan sejauh dua kilometer sampailah ke sebuah
kolong/kolam yang disebut : Phak Kak Liang.
Tempat wisata ini dibuat meniru TengChing Lake di Kaoshiung Taiwan,
dari pinggir kolam dibuat jembatan kelok sembilan yang menuju ketengah
kolam - diujung jembatan dibuat sebuah kupel. (foto)
Sayang sekali selain kolamnya kecil saja , airnya berwarna hijau keruh,
pemandangan ke sekeliling kolam juga tidak menarik.
Walaupun hari Minggu suasananya sepi sekali , maka setelah menelusuri
jembatan berkelok menuju ke kupel ditengah kolam, kami segera kembali
ke mobil untuk meneruskan perjalanan.
Obyek wisata didalam kota Belinyu adalah Gua Maria, yang terletak
dibelakang sebuah sekolah Katholik, karena keterbatasan waktu kami
tidak sempat menelusuri keseluruhan jalan setapak sekitar gua Maria
yang dibangun diatas sebuah bukit itu (foto).
Kota Belinyu selintas seperti Mentok, kecil saja dan tidak terlalu ramai,
hanya bangunannya terlihat sedikit lebih bagus dari Mentok.
Kami makan siang di rumah makan yang katanya paling enak dan paling
besar yaitu Khuai Lok, ternyata sebuah rumah makan yang kecil saja
dan sempit hanya muat sekitar 5 meja , masakannya juga biasa2 saja.
Kota Belinyu selain mempunyai bagian kota perdagangan dimana kami
makan siang itu, juga ada bagian perkantoran pemerintah dengan gedung-
gedung tuanya yang kayaknya warisan jaman Belanda, berada di bagian
kota yang agak berbukit.
Tidak disangka ternyata kota ini tidak terletak dipinggir pantai, pelabuhan
masih berjarak sekitar 10 kilometer dari kota.
Karena kami minta diajak ke tempat souvenir, maka Mirza membawa
kami ke satu Home Industri yang berada sekitar 5 kilometer diluar kota
Belinyu arah ke pelabuhan TanjungGudang.
Dirumah itu kami membeli macam-macam rajutan buatan tangan yang
bisa digunakan untuk taplak meja, sarung aqua, sarung kotak tissue,
sarung HP, sarung bantal dan lain lain.
Obyek terakhir di Belinyu adalah mengunjungi Kampung Gedong,
semula saya kira lokasinya ditengah kota Belinyu, ternyata jauh diluar kota.
Kali ini mobil kami kembali keluar lagi dari jalan raya dan memasuki jalan
kecil tidak beraspal.
Perjalanan masuk cukup jauh dan turun naik melewati jalan becek sehingga
kami khawatir mobil tergelincir karena jalannya licin itu..
Ternyata Kampung kuno yang seluruhnya dihuni oleh penduduk keturunan
Tionghoa itu hanyalah sederetan rumah sederhana berdinding papan.
Didepan rumah banyak dijemur aneka kerupuk Bangka seperti kemplang,
tapi sayang mereka tidak menjual yang sudah matang, kami tidak membeli
kerupuk mentah itu karena tidak yakin bisa menggorengnya dengan betul -
hasilnya bakalan "bantet" kalau engga tahu caranya.
(foto)
Acara berikutnya adalah berburu mie, tempatnya di Kedai Apo Mie yang
terletak didalam kota SungaiLiat, kami anthusias sekali karena kabarnya
inilah kedai mie paling enak dan terkenal dikota SungaiLiat.
Karena itulah mobil ngebut kembali ke Sungai Liat agar bisa tiba sebelum
Kedai yang terletak dipusat kota itu tutup, yaitu jam 15.
Sebenarnya pagi harinya kami sudah mendatangi kedai itu, karena terlihat
kedai sudah buka dan ada seorang karyawannya yang sedang masak air
maka rame-rame kami pagi itu langsung masuk dan duduk dengan manisnya
dikursi, tapi kemudian semua bengong karena ternyata mie-nya baru akan
siap satu jam lagi.
Maka sore itu saat kami tiba kembali disana dan melihat masih buka, maka
segera menyerbu duduk dan pesan ini-itu , tapi alamak semua kecewa,
sama sekali engga istimewa, sampai ada yang bilang ini sih bukan Apo Mie,
tapi Mie Apo nich ?!.
Untunglah kekecewaan hari itu terobati setelah tiba di tempat menginap -
Parai Beach Resort, bintang empat, yang memang betul mempunyai pantai
yang sangat indah, berbentuk teluk dengan warna airnya yang bergradasi
dari warna hijau muda ditepinya yang ketengah menjadi hijau tua..
Deretan cottage dibangun ditepi pantai diantara pohon-pohon kelapa, dan
tak jauh dari tepi pantai berpasir putih itu ada sebuah kolam renang dengan
restoran yang cukup besar
(foto).
Diujung pantai ada sebuah tanjung kecil, yang penuh bebatuan besar yang
mengundang kita untuk mendaki dan berfoto diatasnya dengan background
laut yang indah itu. (foto - foto).
Ada beberapa pengunjung yang berenang di bagian pantai yang landai dan
tidak berbatu, tapi seperti halnya di Hotel Tanjung Pesona disinipun tidak
ada sarana wisata air seperti banana boat dll.
Malam hari kami menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di restoran
mendengarkan live music, dilanjutkan ke Karaoke Room yang berada di
bangunan utama hotel yang bertingkat.
Saat itu terlihat banyak tamu yang datangnya berombongan besar, rupanya
kebanyakan tamu yang datang ke Bangka ini adalah grup tour .