Friday, November 25, 2005

"Masuk Bui " di Dalian - Liaoning Province China




"Masuk Bui" di Dalian - Liaoning Province China :

Hotel Canton Mountain Villa, praktis diinapi hanya beberapa jam saja
karena jam 5.30 waktu setempat ( 4.30 WIB) sudah morning call,
dan jam 7.10 bus sudah berangkat menuju airport.
Proses check-in cepat sekali, dan jam 9.10 pesawat Airbus A300-600
yang besar ( konfigurasi seat nya 2 - 4 - 2 ) sudah take-off menuju
kota Dalian yang berjarak tiga jam terbang.

Terbang dari GuangZhou ke Dalian ini, berarti terbang dari selatan
mainland China mengarah ke timur laut, karena Dalian (dibaca Ta-lien)
terletak di ujung sebuah semenanjung yang membatasi Yellow Sea
dengan Bohai Sea.
Kalau dilihat di peta maka lokasi Dalian sejajar dengan Pyongyang/
Beijing, jadi berada jauh dibagian utara mainland China.
Border Korea Utara hanya 200 kilometer saja jauhnya dari kota ini.

Kota ini unik karena usianya "baru" 100-an tahun, tapi sudah kenyang
gonta ganti diduduki bangsa lain.
Berawal dari sebuah desa nelayan yang pada tahun 1899 diduduki Rusia
selama tujuh tahun, kemudian jatuh ke tangan Jepang selama 40 tahun.
Pada tahun 1945 giliran Jepang yang menyerah kepada Rusia, dan
baru pada tahun 1955 diserahkan Rusia kepada pemerintah China.

Kota pelabuhan yang letaknya strategis ini sangat diminati karena walau
dimusim dingin suhu bisa sampai minus 16 derajat C, tapi pelabuhan
tetap terbuka karena air laut tidak beku .
Ada banyak pelabuhan didaerah ini, yang dipakai untuk penyebrangan,
container, nelayan, sampai militer.
Daya tarik lainnya dari daerah ini adalah ginseng, kolesom, tanduk rusa,
mutiara - ternak mutiara disini terbesar di China, dan tentunya hasil laut.
Seafood disini sangat enak karena berasal dari laut dalam yang dingin.

Setiba di airport, kami ternyata kemudian tidak langsung menuju kota
Dalian, tapi menuju Lishun - sebuah kota pelabuhan.
Mula2 kami diajak kesebuah toko hasil laut yang gede banget,
kayaknya seisi laut dijual disana, mulai dari ikan, udang, mutiara,
sampai kuda laut, bintang laut, rumput laut segala -
yang sudah dikeringkan dan dipak rapih.

Pelabuhan Angkatan Laut Lishun itu suatu pelabuhan alam yang
aman sekali, karena berupa suatu teluk besar dengan hanya satu
pintu keluar masuk yang berupa selat yang sempit. (foto)

Menjelang sore kami diajak mengunjungi lokasi yang menunjukkan
bukti gigihnya perlawanan rakyat setempat terhadap pendudukan
pasukan asing dahulu, yaitu Penjara !!.
Sempat heran juga, koq urusan jalan-jalan sih masuk tempat beginian.
Kan serem masuk kedalam penjara tua walaupun kini sudah tidak
lagi dipergunakan.

Penjara itu awalnya didirikan Rusia pada tahun 1902, setelah
Jepang masuk maka pada tahun 1907 diperluas menjadi bertingkat
tiga, tampak jelas beda bangunan yang buatan Rusia dengan yang
buatan Jepang, karena menggunakan batu bata yang warnanya
berbeda.

Sebenarnya saat itu sudah jam 16 dan tak lama lagi penjara itu
akan tutup, tapi kami tetap saja masuk.

Kami mulai memasuki halaman dari komplek yang luas sekali,
saat itu sudah tidak ada orang lain, hanya rombongan kami yang
berenam belas orang.
Melalui sebuah pintu kemudian kami memasuki bangunan penjara
yang berlantai tiga itu.
Saat itu matahari sudah mulai meredup, tentu menambah rasa seram
kami yang berjalan sepanjang lorong penjara sambil melongoki
sel2 tahanan dikiri kanan lorong itu.
Dalam setiap sel yang dihuni 6 orang itu, terlihat ada dua buah
tong kayu - satu untuk makanan, satunya lagi untuk buang air/kotoran.
Seorang teman bilang, engga kebayang saat musim dingin berada
didalam sel itu.

Kami berkeliling naik turun sampai keseluruh tiga lantai dari bangunan
penjara yang luas terdiri dari tiga blok itu, suasana ruangan yang sepi
dan agak gelap jelas membuat perasaan jadi terbawa suram.

Diperlihatkan pula cara menghukum tahanan yang punya kesalahan,
yaitu mengurangi jatah nasi.
Caranya : kaleng takeran nasi diisikan semacam blok kayu sehingga
otomatis nasi yang diisikan kedalamnya berkurang.
Ada berbagai ukuran blok kayu itu, yang akan dipakai sesuai tingkat
hukuman yang mau diberikan.

Diperlihatkan pula tempat tahanan yang disiksa, lumayan sadis caranya.
Orang-nya itu ditidurkan terlungkup diatas balok bersilang, kaki dan
tangannya dipentang dan diikat, lalu punggungnya digebuki pakai
tongkat kayu.

Yang paling aduhai dalam membuat bulu roma berdiri adalah sel untuk
mengurung tahanan sampai mati pelan2,
Ada empat buah kamar tersebut yang ukurannya masing-masing hanya
2,45 m2, dan gelap gulita !!.
Ditembok hanya ada lubang bulat seukuran bola kasti, dulunya untuk
penjaga mengintip/memantau keadaan sitahanan.
Sekarang ada satu ruang isolasi itu yang dipasangi lampu sehingga
kami bisa mengintip kedalamnya, terlihat ruangan yang sempit sekali,
dilantainya ada got kecil (mungkin untuk buang air).
Ruang isolasi lainnya masih gelap sesuai aslinya, sehingga saat saya
mengintip kedalamnya langsung saja buku kuduk berdiri - gelap total !!.

Konon dulu penjara ini banyak dihuni oleh rakyat yang ditawan karena
melawan penjajahan Rusia/Jepang, banyak pula yang dihukum gantung.
Kami diajak memasuki sebuah rumah bertingkat dua, ternyata itu rumah
tempat menggantung tahanan.
Saat memasuki lantai dua rumaha terlihat ada tali gantungan sedangkan
persis dibawahnya terlihat lantai papan yang bisa dijeblakkan.(foto)
Setelah tali gantungan dipasang di leher, lalu papan tempat berdiri si
terhukum ditarik engselnya sehingga si terhukum jatuh kebawah.

Dilantai bawah rumah itu sudah disediakan keranjang rotan, tubuh orang
yang sudah mati digantung, diturunkan, lalu dilipat dua pada pinggangnya,
dan langsung dimasukkan kedalam keranjang, untuk kemudian dikubur
bersama keranjangnya itu.
Ada sekitar 700 orang bernasib seperti itu.
Dirumah itu semua peralatan gantungan masih ada, dan dipamerkan
pula satu keranjang rotan yang berisi kerangka orang.(foto)

Saking asyiknya motret2 ruangan itu, belakangan saya baru sadar kalau
teman2 lain sudah pada pergi meninggalkan tempat yang menggiriskan
hati itu. Tentu langsung saya segera ikut ngacir juga, apalagi sore itu
hanya rombongan kami yang berkunjung.(foto)
Saat kami melewati gerbang komplek penjara, langsung gerbang
ditutup dan penjaganya berkemas pulang.(foto)

Untuk mengembalikan semangat kami yang tentu sudah pada ciut
menyaksikan pemandangan yang menyeramkan itu, kami diajak
menikmati unggulan Dalian yaitu : SeaFood - yang serba fresh.
Malam itu dinner di First Yuan BBQ Restoran yang besar,
yang menyediakan begitu banyaknya aneka makanan sudah jadi
maupun beraneka sea-food segar.
Saking banyaknya pilihan kami sampai jadi bingung sendiri,
pilihan kerang2an/keong-nya saja sampai 11 macam yang
semua terlihat masih hidup.(foto)
Ternyata makan sepuasnya itu hanya dibandrol 60 ribu rupiah !!

3 comments:

  1. Sadis yach, koq manusia yang diberi akal budi dan hati nurani oleh Tuhan dapat menjadi sangat sadis, hanya untuk mengejar ambisi sebagai penguasa!

    ReplyDelete
  2. wah, tempat makannya cukup mewah, pasti enak makannya.
    Jadi ingat ketika kita sama2 makan di Saporo - salam buat Ibu yach.

    ReplyDelete
  3. Oom Sindhi, aduh saya jadi ngiler rasanya. Fotonya benar-benar menggetarkan perut =)

    ReplyDelete