Friday, September 9, 2005

Wisata seputar Bukittinggi.




Wisata seputar Bukittinggi.


Kota Bukittinggi strategis karena tidak saja berada di lintasan jalan utama
yang menghubungkan Sumatra Barat dengan Sumatra Utara maupun Riau,
tapi juga menjadi "home base" dalam mengunjungi berbagai obyek wisata
di tanah Minang ini.

Letaknya yang sentral memudahkan menjangkau berbagai obyek wisata
yang lokasinya hanya beberapa puluh kilometer saja dari kota Bukittinggi.
Untuk itulah kami menginap sampai dua malam di Novotel Bukittinggi.

Lembah Harau hanya 48 kilometer arah ke timur, Istana Pagarruyung arah
ke tenggara, sedangkan Danau Maninjau sekitar 38 kilometer arah ke barat,
semuanya dapat dijangkau dengan nyaman karena melalui jalan yang mulus.

Dari Novotel, hotel tempat kami menginap, hanya beberapa menit berjalan
kaki sudah sampai ke Jam Gadang karena letak hotel yang bersebelahan
dengan Istana Hatta yang menghadap ke Jam Gadang.
Dimalam hari, apalagi malam minggu lapangan banyak dikunjungi orang,
tapi walau suasana malam disana aman - toko sudah tutup pada jam 21,
maka esok sorenya kami datang lagi ke Jam Gadang yang kali ini kami
memasuki Pasar Atas yang berada ditepi lapangan itu.

Tentu seperti biasa saya tidak mengikuti istri saya dan teman lainnya, mereka
menuju ke toko-toko kain bordiran yang memenuhi lantai dua, sedangkan
saya sendirian menelusuri pasar yang lumayan besar itu.
Pasar Atas yang berlantai dua itu walau penuh kios-kios pedagang, tapi
terkesan rapih, bersih dan aman.
Dibangun memanjang kebelakang, dimana ada lapangan parkir yang tidak
terlalu luas dan disitu ada jalan berupa tangga cukup lebar yang disebut
Jenjang 40, memang saya hitung anak tangga yang lumayan curam itu ada
40 buah,
tapi ternyata masih ada tangga berikutnya lagi yang kali ini tidak terlalu curam
menuju ketepi sebuah jalan dimana diseberang jalan itulah terletak Pasar
Bawah. Saya tidak memasuki Pasar Bawah karena kelihatannya pasar tempat
berdagang bahan makanan itu agak becek.


Perjalanan menuju Lembah Harau terasa menyegarkan mata - di kiri kanan jalan
diapit oleh pebukitan Bukit Barisan yang sesekali bentuknya indah menyerupai
bukit bukit di Guilin China.
Begitu keluar kota Bukittinggi, seperti biasa handphone byar-pet lagi , hanya
didalam kota saya byar-nya, geser dikit keluar kota di SumBar ini sudah pet lagi.

Didesa Bonjo, sekitar 10 kilometer keluar Bukittinggi, kami keluar jalan raya,
belok kiri memasuki jalan kecil untuk mampir di Kerajinan Sulaman/Bordiran
H.Rosma. Dirumah yang cukup besar itu kami melihat ada sekitar 60-an anak
gadis sedang asyik bekerja membuat sulaman, mereka anak yatim yang ditam-
pung H.Rosma dari berbagai daerah, mereka diberikan ketrampilan membuat
sulaman itu.
H.Rosma yang sudah berusia sekitar 65 tahun menemui langsung tamu di toko,
tapi tetap tidak memberikan diskon karena dijual fixed price.
Tapi memang harga-nya pantas/sesuai dengan kwalitas sulamannya yang halus.

Perhentian berikutnya adalah ibukota Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu kota
Payakumbuh, sebuah kota yang terkenal dengan sebutan kota Gelamai (dodol).
Sewaktu teman teman memasuki sebuah Pasar yang berada di pusat kota untuk
membeli gelamai, saya lihat ditengah persimpangan jalan juga ada sebuah "jam-
gadang" yang ukurannya tentu tidak sebesar Jam Gadang yang asli.

Tidak jauh meninggalkan Payakumbuh, sudah memasuki kawasan Lembah
Harau - pebukitan yang berdinding curam, yang dilindungi sebagai cagar alam.
Jadi sebenarnya sih bukan Lembah karena kami tidak menuruni bukit, kami
hanya berjalan diantara pebukitan yang dindingnya hampir tegak lurus itu.
Disatu tempat kami berhenti, dimana ada air terjun yang persis dipinggir jalan,
sayang sekali saat itu hujan gerimis sehingga menyulitkan membuat foto.

Air terjun setinggi 60 meter itu, awalnya muncul dengan lebar sekitar 1 meter
tapi sesampainya dibawah bisa sampai selebar 10 meter, dikarenakan airnya
tidak "ngegerojok" terjun bebas langsung ke dasar tapi seperti setengah
mengalir didinding tebingnya.
Dan kebetulan sekali saat itu yang baru beberapa hari mulai hujan, debit airnya
tidak besar , maka air yang mengalir sepanjang dinding memercik menjadi
seperti kabut - indah sekali.

Kami menikmati pemandangan sambil berteduh di warung kopi yang ada
diseberang jalan, menurut pemilik warung - kalau air terjun sedang besar2nya
maka mereka engga bisa berjualan karena percikan air terjun begitu hebat
sampai menyebrangi jalan dan membasahi warung warung tersebut.

Perjalanan dilanjutkan menuju Istana Pagarruyung, untuk itu kami kembali
mengarah ke dalam kota Payakumbuh, setelah itu barulah mengarah keselatan
menuju kota Batusangkar.
Istana Pagarruyung terletak dipinggiran kota Batusangkar, berbeda dengan
banyak rumah bagonjong yang sering terlihat sepanjang jalan maka istana ini
jauh lebih besar.
Dan tidak disangka kalau berlantai tiga, lantai pertama dari rumah kayu itu
merupakan ruangan besar empat segi panjang, pada dinding belakangnya
dibuat sekat-sekat untuk dijadikan kamar-kamar.

Pengunjung harus membuka alas kaki agar tidak merusak lantai papan itu,
dan bisa menyewa pakaian adat untuk berfoto diberbagai sudut dalam istana.
Kami juga diperbolehkan naik ke lantai dua sampai tiga, disana hanya ada
beberapa barang pameran, tapi dari jendela atas itu bisa melihat pemandangan
keberbagai arah - seperti biasa kita melihat pemandangan bukit-bukit yang
mengapit wilayah itu.

Untuk menuju Danau Maninjau, yang berjarak sekitar 38 kilometer -
perjalanan masih melalui jalan yang mulus, cuma kali ini jalan tidak lagi
selebar/seramai jalan disekitar Payakumbuh.
Perjalanan naik turun berliku melingkari Gunung Singgalang, dan sampai
kesatu tempat yang disebut Ambun Pagi, yang merupakan awal dari
Kelok 44 yang terkenal itu.
Dari Ambun Pagi yang mempunyai ketinggian 1300 meter itu kami akan
"terjun" melalui 44 buah kelokan ke pinggir danau Maninjau yang berada
diketinggian 500 meter .

Semua penumpang hilang kantuknya dan di kelokan didepan terlihat papan
dengan tulisan 44 yang berarti inilah kelokan yang pertama, dan memang
disetiap kelokan berikutnya ada papan-papan petunjuk bertuliskan angka
sesuai urutan kelokan itu.

Pak sopir mulailah berkonsentrasi menuruni gunung dan terlihat didepan
danau yang rupanya seperti kaldera terisi air - indah sekali.
Jalan menurun itu saya pikir tidak terlalu berbahaya , cuma memang semua
tikungannya asyik sekali - yaitu tikungan berbentuk peniti/hair pin .
Memasuki kelokan yang tajam itu ibaratnya kalau sedang latihan baris
berbaris melaksanakan aba-aba balik kanan.

Tikungan demi tikungan dilalap pak sopir dengan penuh konsentrasi,
dia sibuk sekali memutar-mutarkan lingkaran kemudi dengan sigapnya.
Bung Zam (lokal guide kami) memecah ketegangan kami dengan bilang ;
Para sopir yang biasa lewat sini, tidak perlu lagi mencukur bulu ketiak-nya !
(sudah abis kegesek sewaktu memutar-mutarkan stir itu).

Dibeberapa tempat kami berhenti untuk memberi makan buah kepada
monyet-monyet yang banyak berkeliaran, dan berfoto disatu kelokan yang
mempunyai view sangat indah ke sebuah rumah bagonjong berlatar belakang
danau.
Rumah itu dahulu sebuah restoran, yang sekarang sudah tutup karena sepi
pengunjung.
Di kelokan nomer 10 mulai terlihat jauh dibawah atap rumah rumah dari desa
Maninjau yang berada di tepi danau.

Sesekali kami berpapasan dengan kendaraan lain yang dengan sabar saling
mengalah di kelokan memberikan prioritas bagi kendaraan yang naik.
Saya terkejut juga karena berpapasan dengan sebuah truk yang mengangkut
sebuah mesin giling ! , lho kok bisa kuat naik ?
Rupanya mesin giling itu bobotnya bisa diatur, kalau mau difungsikan roda
besinya yang rupanya berongga itu diisikan air - kalau mau diangkut ketempat
lain, airnya dibuang dulu sehingga ringan.

Danau Maninjau berukuran 8 kali 16 kilometer, sekeliling danau ada jalan
aspal, sehingga turis dapat bersepeda mengelilingi danau yang panjang
kelilingnya 70 km.
Kami berhenti untuk makan siang di Hotel Pasir Panjang Permai, cukup besar
dan di restoran yang dibangun persis dipinggir air danau itu, dipasang foto-foto
orang terkenal yang pernah kesana seperti :
Moerdiono, Hasan Basri, Yogi S Memet, Rae Sita.

Sayang sekali hotel itu kabarnya juga sekarang sepi pengunjung, saat kami
makan siang itu juga hanya kami saja yang datang, tapi dengan demikian kami
bisa mendapatkan meja yang sangat bagus - persis di pinggir air dengan view
ke danau yang berlatar belakang pebukitan diseberang danau.

Kami sangat menikmati pemandangan disana, air danau berwarna hijau itu
jernih dan yang penting masakan yang dihidangkan , walau menunya biasa biasa
saja seperti telor tahu, sate ayam tapi enak sekali.
Yang spesifik adalah Rinuak : perkedel teri dari danau Maninjau itu yang gurih
sekali , sampai kami minta tambah porsinya.




8 comments:

  1. ini salah satu tempat impian saya suatu saat, pak sindhi
    trims tulisan dan foto2nya

    ReplyDelete
  2. dok, saya pernah sekali berkunjung ke obyek2 wisata di bukittinggi dan sekitarnya, sekitar thn 95. selain kelok2 44, ada satu pemandangan yang saya terkesan sekali, yaitu sebuah air terjun di tepi jalan. dari cerita dokter sindhi baru tau saya namanya Air terjun lembah Harau. ada satu lagi pemandangan yang indah, yaitu sebuah jembatan kereta api di bawah lembah. kalau saya gak salah lokasinya juga sekitar air terjun lembah harau ya? dokter sindhi sempet foto gak jembatan kereta api itu? dulu saya gak sempet foto2...saya termasuk maniak kereta api nih. terus kebayang2 gimana kalo saya naik kereta melewati jembatan tersebut....wuih pasti top banget deh!

    ReplyDelete
  3. Pas perjalanan ke Padang dulu dari Medan, lewat jalur darat -- mampir semalam juga di Bukit Tinggi. Wah.. emang bagus banget ya.. apalagi Ngarai Sianok-nya..
    Kalau di NZ suka ada Look Out Place -- jadi kepikiran kalau ada look out juga di jalanan yang menuju Padang buat melihat Ngarai Sianok-nya pasti seru..

    ReplyDelete


  4. Yang ada kereta api itu bukan lembah Harau,
    tapi Lembah Anai, saya juga sempat turun, cuma susah ambil fotonya karena
    terlalu dekat dan ditepian jalan yang ramai kendaraan lewat.
    Iya tuh, kalau ada LookOut Place akan lebih menarik,

    ReplyDelete
  5. udaranya seger pak shin di bukittinggi yah
    pingin kesana deh

    ReplyDelete


  6. pak Didi,
    betul - memang sejuk dan enak dimata karena hijau banyak pepohonan.
    jangan lewatkan makan sate Mak Syukur - kami sampai bolak balik kesana.

    ReplyDelete
  7. pak sindhi dibukittinggi itu ada atraksi balapkuda (pacukudo) yg sangat terkenal ..memang sih waktunya tertentu...lokasinya tak jauh dari jamgadang kearah kantor walikota (Jirek) kapan2 pak klo mau kebukittinggi tanya2 ke travelguaide siapa tau pas lg ada pacu kudo heheheh ramai pak...

    ReplyDelete