Menjelang tengah malam dekat kuburan - siapa takut ?
Reviewnya bisa dilihat di :
http://smulya.multiply.com/reviews/item/3
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Berjalan Diatas Air
Sewaktu memantau program bantuan sarana air bersih untuk
masyarakat perkampungan kumuh yang terletak dipinggir utara
pagar Bandara Soekarno Hatta, saya tertarik melihat banyaknya
kolam bekas galian pasir jaman baheula yang telah lama terlantar.
Awalnya dulu itu tanah digali sampai kedalaman belasan meter
untuk dikeruk pasirnya.
Kegiatan ini berlangsung sekian lama sehingga terbentuklah lubang
besar, berukuran sekitar 50 kali 100 meter.
Setelah pasirnya habis dan ditinggalkan, maka lahan bekas galian itu
penuh terisi air sehingga terlihat seperti satu kolam yang luas sekali,
berisi air warna kehitaman yang tampak menyeramkan.
Salah satu kolam yang berada dipinggir kampung yang saya datangi
itu ternyata unik sekali.
Selama sekian puluh tahun terlantar itu, telah tumbuh tanaman rambat
dipermukaan air yang saling membelit, menyebar keseluruh permukaan,
dan akhirnya memenuhi keseluruhan permukaan air.
Makin lama makin tebal dan rumput akhirnya tumbuh diatasnya dan
akibatnya air permukaan kolam tidak terlihat lagi.
Sekarang kolam besar itu tampak seperti tanah kosong biasa yang
tertutup rumput dan semak-semak disana sini.
Saat melewati empang unik itu, saya tertarik melihat ada ayam dan
anjing sedang berkeliaran di rerumputan diatas kolam itu.
Saya sempat tanya ke seorang penduduk yang menemani kami :
" Koq anjing itu engga kejeblos masuk kedalam air ? "
Eh si bapak malah bilang :
"Mau nyoba nyebrang pak ? " - Haaah ??.
Rupanya daripada repot harus muter mengelilingi kolam luas itu ,
penduduk disitu potong kompas saja menyebrangi kolam itu.
Caranya unik sekali yaitu mereka meletakkan batangan bambu diatas
rerumputan yang menutupi kolam, sehingga dengan menginjak batangan
bambu itu kaki mereka tidak amblas menembus rerumputan itu.
Melihat saya ragu-ragu, si bapak itu langsung turun, menginjak
batangan bambu dan dengan santai berjalan mengarah ketengah kolam.
Whoaa, nih die !! - tantangan nih - siapa takut !!
( padahal memang iya - takut ).
Dengan harap harap cemas saya mengikuti jejak si bapak itu -
pelan pelan saya injak batangan bambu itu.
Wuaaah, ternyata saya tidak amblas kejeblos kedalam air !
Pijakan kaki memang terasa engga mantap - membal2, maklum
"tanah" yang diinjak itu sebenarnya ibarat sebuah karpet yang
terbuat dari anyaman tumbuhan rambat - dibawah karpet ada
air yang entah berapa belas meter dalamnya.
Tadinya saya hanya mau jalan diatas batang bambu itu satu dua
meter saja - eh si bapak itu ngajak terus ketengah, yah sudah
saya ikuti saja terus.
Sesampai kami ditengah kolam , si bapak tiba-tiba keluar jalur !!.
Dia tidak lagi berjalan diatas batangan bambu, tapi belok kekanan
dan jalan diatas rerumputan !!
Ayo pak kesini kata si Bapak itu.
Whoaaaa !! ??
Udah kepalang basah - dengan pasrah saya mulai menginjakkan
sebelah kaki diatas rumput, lalu dengan pelan-pelan melangkah.
Ah-ha kuat juga nih saya membatin dan mulailah saya berjalan
diatas rumput.
Sesekali air tampak merembes diantara sepatu saya -
dan terasa "tanah" dibawah kaki saya membal2 - maklum saya
sekarang Berjalan Diatas Air yang kedalamannya belasan meter.
Setelah berjalan sejauh tiga meter, habislah keberanian saya -
segera kembali ke batang bambu dan cepat2 nyebrang.
Beberapa tahun kemudian, kawasan kampung itu digusur untuk
perluasan bandara.
Saat saya kesana lagi, rumah-rumah penduduk sudah banyak yang
digusur, tapi kolam unik itu masih ada, dan terlihat makin seram
karena sekarang terlihat banyak semak-semak disana sini.
Seorang anak buah saya penasaran dan mencoba berjalan diatasnya,
ternyata masih bisa (lihat foto).
Tapi dia tidak berani sampai menyebrang karena baru jalan sekitar
lima meter sepatunya sudah basah kena rembesan air.
Siapa mau coba ?
Liburan Lebaran tahun 2002 yang lumayan panjang yaitu 6 hari ,
ditambah "keberuntungan" pembantu rumah tidak pulang ,
membuat saya dan istri terdorong untuk mengulangi perjalanan
yang di tahun 1987 pernah kami jalani, yaitu ke Guci -
Taman Wisata Air Panas di Jawa Tengah.
Karena rencananya akan berangkat di hari pertama Lebaran,
maka walau biasanya saat itu arus mudik Lebaran telah usai,
tetap saja persiapan saya luar biasa matangnya.
Selain kendaraan yang dipilih jenis SUV, ini untuk mengantisipasi
kalau-kalau perjalanan dialihkan polisi ke jalur yang jalannya jelek,
disiapkan juga hal-hal seperti :
- Uang receh yang banyak, maklum kan banyak polisi cepek dijalan.
- Peta perjalanan, di Gramedia beli peta lipat Jawa Bali yang bagus -
murah meriah buatan CV Indo Buwana seharga 13.500,-.
Eh tau2 di counter kasir bisa ambil gratis peta perjalanan Lebaran,
yang juga bagus sekali yang disediakan oleh Jasa Marga.
Akhirnya sampai empat buah peta yang dibawa, karena dapat lagi
dari koran dan Telkomsel.
- Nomer tilpon dari berbagai Polsek yg akan dilalui
(untuk menanyakan situasi lalu lintas kalau terjadi kemacetan), serta
nomer tilpon petugas jaga/layanan 24 jam Honda.
- Soal ransum sudah tentu siap : makanan kecil dan Aqua botol.
- Kabel untuk mancing stroom ke accu mobil lain (karena mobil ini
jenis matic, yang tidak bisa didorong kalau accunya ngadat)
- Sampai juga beli Emergency tow rope !, ada seorang teman
mentertawakan saya, seperti mau bawa mobil tua saja katanya.
Karena kami akan menginap di satu tempat wisata tanpa booking
hotel dulu, maka sudah siap mental bakalan kaga kebagian hotel.
Untuk antisipasi kalau sampai terpaksa nginap ditempat seadanya,
kami juga membawa selang air untuk mandi (siapa tahu bak mandi
kurang bersih), sepre dan lain-lain.
Pokoknya bagasi penuh dengan segala macam barang.
Pagi jam 7 sudah start, dan perjalanan sangat menyenangkan karena
jalan sangat lengang se-akan2 tengah malam saja - di jalan tol mobil
bisa melaju dengan kecepatan 140 -150 km/jam, dan sesuai perkiraan
jam 8 sudah bayar tol di Cikampek, dengan trip meter menunjukkan
jarak 110 km dari Tangerang.
Selepas pintu tol belok kekiri memasuki jalur Pantura (Pantai Utara),
yang rupanya sudah lebar yaitu empat jalur masing-masing dua jalur
searahnya dengan pembatas kadang-kadang berupa garis putih ,
blok beton sampai tong2 atau batu2 besar.
Jalan masih sepi sehingga bisa melarikan mobil dengan kecepatan
80 - 100 km per jam, tapi tetap waspada karena dari kota kekota
Pantura itu sudah "nyambung" seperti Tangerang - Jakarta.
Harus waspada karena banyak sepeda motor maupun orang berjalan
kaki yang menyebrang.
Dan benar saja , memasuki kota Pamanukan saya melihat terjadi
kecelakaan fatal, dimana ada sebuah motor tergeletak diantara 2 mobil
- pengemudinya seorang laki2 dewasa kepalanya sudah ditutupi koran.
Pemandangan memasuki kota Patrol - mata agak sejuk sebentar
karena mobil berjalan hanya belasan meter saja dari laut yang berwarna
biru hijau, sayang tidak lama jalan kembali menjauh dari tepi pantai.
Selepas Kandanghaur sampai Jatibarang, jalan mengecil hanya dua jalur,
dan memasuki kota Jatibarang perjalanan harus pelan-pelan karena
memasuki kota yang tampak sudah tua - jalan sempit sekali dan jelas
rawan macet karena melalui pasar dalam kota segala.
Tapi selepas Jatibarang menuju Palimanan, jalan kembali empat jalur yang
dipisah menjadi masing-masing dua jalur itu sehingga se-akan2 kita
berjalan di jalan tol saja, dan pemandangan kedepan lapang sekali bisa
melihat gunung Ciremai dikejauhan.
Ternyata jalan masuk ke tol Palimanan - Kanci adanya sebelum
Palimanan, dan sampai pintu tol Plumbon jalan tol itu baru jadi jalur
yang ke timur saja.
Di satu lokasi jalan tol itu aspalnya masih kurang rata, tapi tentu jalan tol
sepanjang 35 km itu sangat membantu menghindari kemacetan karena
dibuat melambung diselatan kota Cirebon.
Tol tersebut berakhir di pintu tol Kanci, setelah membayar 3000,-
tepat jam 10.45 dan telah menempuh 280 km, kami mencapai
pertigaan Kanci dimana : kekiri arah Cirebon masih 11 km.
Tentu kami belok kanan ke timur menuju Losari yang masih berjarak
29 km lagi.
Perjalanan berikutnya tetap lancar, karena selain jalan lapang dan
bagus sekali ( saya sampai heran karena nantinya sampai Guci
saya tidak menemukan satu buahpun lubang dijalan !! ),
dan kekhawatiran akan kehabisan bensin rupanya berlebihan
karena sepanjang jalan Pantura itu sangat banyak pompa bensin.
Sepanjang jalan sempat berhenti dua kali untuk toilet stop
sekalian isi bensin, dan sekali stop untuk makan siang.
Sekitar Losari - Brebes itu cukup banyak rumah makan,
termasuk rumah makan Bie Seng yg kabarnya ayam gorengnya
pantas dicoba (daerah Tanjung, arah ke timur), ada pula
rumah makan mbok Berek yang letaknya juga arah ketimur
sekitar beberapa kilometer sebelum Brebes.
Saya sempat berhenti di Bie Seng itu, dan antri seperti kita
makan di Hoka Hoka Bento.
Antrian agak panjang dan lama majunya , tiba-tiba datang dua bus
wisatawan lokal yang penumpangnya langsung berhamburan masuk
dan menduduki semua meja makan, yah sudah daripada sakit hati
mendingan cabut saja cari restoran lainnya.
Kemudian kami masuk ke Mbok Berek yang jaraknya sekitar
10 km ke arah timur dari Bie Seng.
Baru saja duduk, eh datang lagi dua bus wisatawan , jadi kami
cepat2 pesan makanan sebelum "pasukan bodrex" itu menyerang.
Untuk yang menyukai swikee, sebelum Losari arah ke timur ada
Swikee Waled yang kelihatannya banyak tamunya, dan arah ke
barat ada Swikee Gebang yang tempatnya berupa rumah kecil
tapi masakannya lumayan enak.
Memasuki Tegal, kami belok ke selatan keluar dari jalur Pantura -
mengarah ke Purwokerto.
Jalan yang dilalui kini jalan biasa yang tidak terlalu lebar.
Selepas Slawi mulai mendung dan memasuki kota Lebaksiu mata
mulai men-cari2 petunjuk arah belok ke Guci, dan sedikit lewat
dari kantor Polsek Lebaksiu terlihat petunjuk yang besar dan
jelas menunjuk arah belok kekiri :
Guci - taman wisata air panas 25 km.
Jalan mulai terus menanjak, dan harus extra hati-hati karena selain
jalanan kecil juga sedang diguyur hujan yang cukup deras.
Mendekati Guci pemandangan mulai menyegarkan karena melewati
persawahan, kebun-kebun sayur yang tertata rapih dan akhirnya
sampai di kawasan wisata yang bermula dari gerbang tempat
petugas menarik retribusi - kami berdua hanya bayar 6200,- .
Kawasan wisata ini terletak di lereng utara Gunung Slamet
( Baturaden terletak dilereng selatannya);
udara cukup dingin dan ketinggiannya saya perkirakan setinggi
Cibodas karena banyak pohon cemara .
(sayang petugas disana tidak bisa menjelaskan berapa ketinggian
kawasan itu).
Wisata disana menarik pengunjung karena selain udara yang
sejuk, ada sebuah air terjun setinggi belasan meter yang
merupakan awal sebuah sungai kecil ber-batu2,
dan ditepi sungai itu hanya beberapa puluh meter dari air terjun
ada sumber/mata air panas yang debitnya cukup besar.
Maka di sepanjang aliran sungai itu bermunculanlah hotel - villa,
yang bermula dengan dibangunnya hotel Duta Wisata oleh
perusahaan teh Dua Tang.
Hotel itu sekarang berada dipusat kawasan wisata itu,
lengkap dengan sebuah kolam renang air panas yang besar dan
bersih - tidak berbau belerang
Kami tentu langsung menuju kesana,
dan seperti sudah diduga : fully booked !
Jadi kami hanya bisa ambil brosur yang memuat room rate dan
menanyakan prosedur booking untuk adik yang rencana
menginap di liburan Natal nanti,.
Ternyata untuk pesanan liburan Natal pun tinggal beberapa kamar
saja yang masih kosong.
Sebenarnya pemesanan kamar disana bisa via tilpon dan
meng-transfer uang muka, lalu di fax-kan.
Saat itu sudah jam 13.30 dan sudah jalan sejauh 385 km,
jadi kami istirahat dahulu di restorannya yang terletak di dekat
pool sambil memesan teh poci yang khas memakai gula batu.
Setelah tanya-tanya kesana kemari dan jawabannya sama yaitu
penuh maka kami menuju hotel Bukit Indah yang berada
dipinggir kawasan dan terletak diatas bukit, disana malah
dari 19 buah kamarnya baru terisi satu buah saja.
Rate kamar disini sebenarnya 90 ribu/malam,
tapi khusus long week-end jadi 255 ribu.
Kami ambil satu kamar yang kelihatan memang bersih
ada fasilitas water heater dan tv parabola yang ternyata hanya
bisa lihat SCTV doang dan saking burek-nya sampai saya
tebak2an sama istri : gambar TV itu berbayang 3 apa 4 ?
Saat itu banyak sekali pengunjung yang menuju ke air terjun,
mandi air panas yang bisa memilih 3 macam kolam :
yang elit di kolam renang hotel Duta Wisata itu , yang tiket
masuknya 9000 rupiah /orang.
Ada yang kelas menengah, harus bayar juga tapi kolamnya kecil,
dan ada yang gratisan yang disebut Pancuran 13 didekat air
terjun yang boleh menikmati pancuran air panas itu ramai-ramai
tua muda - laki perempuan dengan berpakaian mandi sesukanya -
pakai pakaian lengkap juga boleh !!.
Dikawasan wisata itu banyak kios makanan minuman/souvenir
dan sesuai rekomendasi petugas hotel kami makan malam di
rumah makan Sate kambing muda bang Imron
(herannya semua rumah makan disana bilang sate kambingnya
muda - kaga ada yang bilang tua)
yang ternyata memang enak sekali - sayangnya saya ditemani
"polisi cholesterol" yang meng-sweeping habis potongan lemak
dari sop dan tongseng itu sehingga mengurangi keasyikannya.
Sate bang Imron yang terletak di terminal Guci ini ternyata
buka 24 jam !!
Dengan mendaki bukit yang berhadapan dengan pusat kawasan,
kita bisa melihat seluruh kawasan wisata itu yang berlatar
belakang pohon cemara yang diseliputi kabut yang bergerak.
Rating: | ★★ |
Category: | Other |
Perjalanan Tangerang - Bandung p.p. 25 Maret 2005 :
Jumat pagi itu kami bertiga berangkat menuju Bandung,
dijalan berunding mau lewat jalan mana -
maklum mau pulang hari sedangkan saat long week-end
kayak gini rawan macet dimana-mana.
Kalau lewat Puncak sih - sama aja cari mati (bener aja
di radio ELShinta terdengar berita bahwa para pengemudi
begitu keluar pintu tol Ciawi aja udah mesti nginjek rem).
Gimana kalo lewat Jonggol trus Tagog Apu ? -
Wah bakalnya sama aja - Padalarang kan rajanya macet.
Memang udah pernah saja alami berkendara kayak
jalan kaki aja dari Tagog Apu sampai Padalarang itu.
Yah udah pilih tol Cikampek !
Mendekati ujung tol Cikampek, istri saya kasih perintah -
jangan lewat jalan tol Sadang !!
(memang dia udah patah hati sama jalan tol ini karena
pernah kena macet puuanjang sekali).
OK, sekalian makan pagi deh di Sate Maranggi Cibungur.
Selepas bayar tol Cikampek, belok kanan dan jalan raya
itu ternyata sudah lebar sekali, dan hanya 5 menit sudah
tampak didepan sebelah kiri tulisan besar :
Sate Maranggi dan Es Kelapa Muda.
(Jl.Raya Cibungur Purwakarta, telp 0264-351077)
Mobil kami parkir diantara pepohonan jati dan segera memasuki
bangunan sederhana dipinggir jalan - jadi ceritanya nih kembali
akan menikmati makan deru campur debu lagi, maklum
duduknya engga jauh2 dari pinggir jalan yang rame sekali itu.
Sepagi itu terlihat sudah banyak orang menduduki seperempat
dari sekitar 300 kursi yang ada.
Pesanan kami tentu pasti Sate Maranggi ditambah Soto Ayam -
dan tidak lama sudah datang sate yang empuk dalam piring
berisi kecap dicampur cabe hijau dan tomat.
Saya lihat banyak pilihan makanan lainnya, termasuk :
Gurame Bakar, sampai Sop Dengkul Sapi segala.
Es Kelapa Muda juga favorit sekali, kelihatan staff bagian
minuman sibuk sekali mempersiapkan sekian banyak pesanan.
Mendekati traffic light Sadang, antrian panjang sekali sekitar
dua kilometer, sehingga saat tiba di perempatan kami putuskan
belok kiri kearah Subang - Ciater saja.
Pilihan ini tepat karena perjalanan berikutnya lancar sekali
meluncur diatas jalan beraspal mulus.
Perhentian berikut adalah " Tahu Tauhid Lembang "
(Jl.Cijeruk 113, telp 022-2787947).
Sebenarnya saya sudah pernah sampai ke pabrik tahu yang
terkenal enak dimakan mentah sekalipun, dan tanpa bahan
pengawet yang bisa tahan sampai tiga hari -
tapi saat itu tutup karena hari raya Lebaran Haji.
Dari arah Ciater memasuki Lembang, semua kendaraan yang
menuju Bandung pasti akan memasuki jalan one-way yang
membelah Pasar ( yang agak macet dan sebelah kiri tampak
bangunan pasar bertingkat ).
Diujung jalan itu akan ketemu perempatan, dimana arus ke
Bandung kekanan - nah saya bablas terus lurus memasuki
jalan yang agak kecilan.
Maju sekitar seratus meter, tampak sebelah kanan tulisan
Tahu Tauhid - belok kekanan memasuki gang menuju
halaman parkir yang lumayan luas.
Sudah ada belasan kendaraan tamu, dan terlihat banyak
sekali orang sudah berkerumun didepan counter penjualan.
Belanjanya mirip beli Roti Unyil di Bogor - berebutan, tampak
bercampur penduduk setempat dengan para turis lokal.
Staff penjualan yang melayani tampak luar biasa sibuk,
mereka mengangkut nampan2 tahu warna kuning kecil
ukuran sekitar 5 kali 5 kali 2 centimeter yang kelihatan
masih panas mengepul dari dalam pabrik - lalu mereka
menyiramnya dengan air dingin, kemudian memasukkan
kedalam box2 plastik sesuai jumlah pesanan.
Istri saya langsung ikut dalam acara desak2an itu, kalau
saya tertarik melihat ada penjual bajigur yang 2000,-/cup,
wah uenaknya dingin2 makan bajigur panas yang manis,
dilanjutkan makan tahu mentah yang empuk asin sedap.
Pabrik tahu itu sudah buka dari jam 4 pagi,
biasanya jam 14 sudah tutup.
Harganya baru saja naik dari 250 menjadi 300,- per biji.
Setelah menjemput putri saya Nuke, kami makan siang
di Sari Sunda - Jl. Setiabudhi 86-88 (022-2042384).
Ada empat restoran Sari Sunda di Bandung ini.
Masakannya sih average, tapi interiornya nyaman -
luas dengan kolam air terjun dan saung2, parkirnya juga
mudah karena ada parkir basement.
Sore hari sebelum kembali ke Tangerang, seperti biasa
mengikuti acara wajib istri saya - kunjungan ke :
Mie Rica - Jl.Kejaksaan No. 7 (022-4231268). - non halal.
Seperti biasa penuh pengunjung, sehingga harus berdiri
dulu diluar menunggu bangku kosong.
Saya tidak pesan mie Rica yang unik itu -
hanya pesan mie ayam yang engga pedas.
Mie Rica terkenal pedasnya kejam nian, istri saya saja
yang doyan pedas setelah makan sempat bilang mukanya
kayak abis ditamparin .
Sengaja jam 8 malam barulah kami berangkat pulang,
dengan asumsi sampai di Cipanas sudah lewat jam
orang keluar makan malam yang biasanya bikin macet.
Dan lega sekali memang jalan lancar dan sekitar jam
10 malam kami sampai di pusat kota Cipanas dan kali ini
giliran acara wajib saya yaitu : Mampir di Sudi Mampir !
Bukan untuk menikmati Nasi Tim Ayamnya yang ngetop,
tapi beli Pisang Goreng !
Pisangnya pisang tanduk tua sehingga manis sekali,
dan kulitnya bisa garing kriuk-kriuk - dahsyat bukan saja
enaknya, juga harganya : 1750,-/potong.
Note :
(Rumah Makan Sudi Mampir Cipanas, sebrang Padang Sati)
telp : (0263)-512672 atau 0817-9864228/ibu Theresa
A Kiss to Remember
A San Francisco cabby picks up a nun.
She gets into the cab and the driver won't stop staring at
her in the rear view mirror.
She asks him why he is staring and he replies,
"I have a question to ask you, but I don't want to offend you."
She answers, "My dear son, you cannot offend me.
When you're as old as I am and have been a nun as long as
I have, you get a chance to see and hear just about everything.
I'm sure that there's nothing you could say or ask that I would
find offensive.
" "Well, I've always had a fantasy to kiss a nun."
She responds, "Well, let's see what we can do about that:
#1 You have to promise you are single and
#2 You must be Catholic."
The cab driver is very excited and says,
"Yes, I am single and I'm Catholic too!"
"OK", the nun says, "Pull into the next alley"
He does and the nun fulfills his fantasy with a kiss that
would make a hooker blush.
But when ! they get back on the road, the cab driver starts
crying. "My dear child, said the nun, Why are you crying?"
"Forgive me sister, but I have sinned. I lied, I must confess,
"I'm married and I'm Jewish."
The nun says, "That's OK, my name is Kevin and
I'm on my way to a Halloween Party."
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Confession Chips
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Once, there was a man who was upset by his past deeds
that he decided to visit a church and confess all of his sins.
When he arrived at the church, he walked to the confession
area and spoke to the pastor.
"Father, I am sinful."
"Yes, son, just tell me what have you done,
the Lord will forgive you."
"Father, I have a steady relationship with my girlfriend,
it's been 3 years and nothing serious ever happened between us.
Yesterday, I visited her house, nobody was at home except
for her sister. We were alone and I slept with her."
"That's bad my boy, fortunately you realize your mistake."
"Father, last week I went to her office to look for her,
but nobody was around except for one of her colleagues,
so I slept with her too."
"That's not very good of you."
"Father, last month, I went to her uncle's house to look for her,
nobody was around except for her auntie,
and I slept with her too."
"Father?......... Father?"
Suddenly this guy realized that there was no response from
the Father,he walked over and discovered that the Pastor
was not there.
So he began searching for him.
"Father? Where are you?"
He searched high and low, and finally he found him hiding
under the table behind the piano.
"Father, why are you hiding here?"
"Sorry son, suddenly I remembered there is nobody around
here except me."
Kandy - Srilanka :
Sehabis lunch kami menuju ke sebuah Gem Store, seperti biasa
turis tidak langsung diajak melihat barang dagangannya tapi ke
ruang pemutaran film dulu.
Mula-mula diputarkan video cara orang Srilanka menambang permata.
Ternyata Gem mines itu adanya ditengah sawah !!
Cara menambang permata itu dimulai dengan bersembahyang untuk
mendapat petunjuk dimana lokasi yang banyak batu permatanya,
lalu di lokasi yang ditentukan itu yang biasanya ditengah sawah,
digali lubang dengan ukuran 2 X 2 meter.
Setelah mencapai kedalaman 20 meter barulah dibuat terowongan
dalam arah yang horizontal.
Karena ditengah sawah, tentu saja banyak air yang merembes ke-
dalam lubang galian itu sehingga harus dipompa terus menerus.
Dinding sumuran itu hanya diganjal dengan batang2 pohon dan
disekat dengan daun2, benar-benar sederhana dan beresiko sekali.
Untuk penerangan dipakai lilin, yang sekaligus berguna untuk
mendeteksi kalau-kalau ada gas beracun.
Untuk komunikasi dari atas kedalam lubang, para penambang itu
cukup memakai selang plastik !!
Setelah menonton, kami masuk toko-nya yang menjual batu2-an
yang memang andalan Srilanka seperti safir, ruby dan lain-lain.
Kunjungan kemudian dilanjutkan ke :
Royal Botanical Garden, terletak di tengah kota Kandy,
dengan tiket masuk 2 USD per orang.
Luasnya yang 147 acres, tentu bukan apa2nya kalau dibandingkan
dengan Kebun Raya Bogor yang jauh lebih luas dan lebih banyak
variasi pohonnya.
Yang sangat menarik adalah pohon beringin besar tua yang dahannya
banyak yang menyentuh tanah dan berubah menjadi batang seperti
induknya.
Kami juga mengunjungi toko batik, tapi tak ada seorangpun yang beli
karena tidak bagus - mahalnya saja padahal tidak menarik.
Sore hari kami memasuki Temple of the Sacred Tooth Relic :
seperti biasa kalau memasuki temple harus titip sepatu, bayar 10 SLR.
Penjagaan ketat pakai acara digeledah segala, dan selain bayar tiket
masuk 2,5 USD, juga harus bayar 100 SLR untuk kamera foto dan
300 SLR untuk Handycam.
Diceritakan bahwa Sang Buddha yang meninggal di India pada usia
81 tahun, dikremasi, dan tertinggal 3 buah giginya,yang kemudian
disimpan oleh raja India.
Tapi raja berikutnya tidak menyukai Buddha dan berencana
menghancurkan gigi itu, dua buah gigi sudah dihancurkan
tapi saat giliran gigi yang terakhir akan dihancurkan tiba-tiba
berubah menjadi sinar terang yang naik kelangit.
Akhirnya si raja insyaf dan gigi itu datang kembali, dan disimpan
ditempat semula.
Belakangan agama Hindu masuk India, karenanya agama Buddha
menjadi terancam. Maka oleh seorang Pangeran, gigi Buddha itu
diselundupkan dan dibawa keluar India masuk ke Srilanka,
dengan cara diselipkan di sanggulnya.
Sekarang gigi Buddha itu disimpan didalam Temple of the Sacred
Tooth Relic, yang berada dipusat kota Kandy.
Didalam temple banyak sekali pengunjung yang bersembahyang,
kami sempat berkeliling dan melihat chamber tempat penyimpanan
gigi yang berada dilantai dua.
Tapi kami sama sekali tidak bisa melihat langsung gigi tersebut
karena hanya dibawa keluar chamber setiap 7 tahun - terakhir
berlangsung pada tahun yang lalu.
Acara terakhir hari itu adalah menonton pertunjukan kesenian
tradional yang diadakan di dalam gedung teater Cultural Center,
yang seperti halnya Temple of the Sacred Tooth Relic, berada
di tepi danau Kandy.
Sayang gedungnya tua dan sederhana sekali, penontonnya yang
mayoritas orang Barat hanya mengisi paling-paling seperlima
kapasitas gedung.
Saya sangat tidak menikmati pertunjukan itu, dekornya sederhana
sekali, pakaian/kostumnya juga sama, lightingnya juga asalan saja.
Dan yang paling mengganggu adalah musiknya karena hanya
gendang saja !!, benar-benar sejam pertunjukan aneka tarian itu
hanya dengan diiringi suara gendang doang.
Selesai pertunjukkan kuping saya masih ter-ngiang2 suara
tangtung-tangtung dari gendang yang di-pukul2 pakai tangan itu.
Lucunya juga selesai pertunjukkan, semua penari dan pemain
gendang muncul di panggung, kita diminta berdiri dan mereka
menyanyikan lagu kebangsaan Srilanka !!,
yang terasa lucu karena terdengar seperti suara orang tercekik.
Perjalanan kembali ke hotel yang terletak dipinggir kota agak
tersendat karena terjadi kemacetan yang cukup panjang.
Sekitar jam 9 malam barulah tiba di Mahaweli Reach Hotel,
yang berbintang lima.
Kelelahan perjalanan seharian ini terobati karena hotelnya
bagus sekali, makan malamnya enak sekali, di restoran yang
besar ditepi kolam diiringi lagu-lagu merdu yang dinyanyikan
seorang pria sambil bermain piano.
Kembali dihotel ini tidak ada lift, sehingga saya harus menukar
kamar agar orang tua tidak naik tangga terlalu banyak, tapi
kamarnya memang bagus sekali, luas dan yang penting : ada TV !!
Tour Thailand 2003 : The Golden Triangle (MaeSai - ChiangRai).
Golden Triangle, adalah wilayah dimana terdapat pertemuan perbatasan
tiga buah negara yaitu Thailand - Myanmar dan Laos.
Golden Triangle merupakan daerah dimana terjadi lalulintas narkotika
yang masuk dari Myanmar, yang akan menyebar keseluruh dunia.
Bulan September lalu Pejabat Anti Narkotika Amerika menyatakan
bahwa Myanmar (Burma) bukan lagi hanya drug-transiting country,
tapi a major drug-producing country, "the second-largest producer
of opium in the world".
(Afganistan masih menjadi the world's leading opium producer).
Selain itu dikatakan bahwa Burma is also one of the largest
metamphetmine producers.
Selama ratusan tahun, provinsi Shan dari Myanmar ( yang sisi timurnya
berbatasan dengan Cina, sisi selatannya berbatasan dengan Thailand -
dimana kota MaeSai berada) menjadi tempat ladang opium yang paling
utama karena selain tanah dan iklimnya cocok, lokasinya juga strategis
karena terisolir.
KhunSa si raja Opium yang legendaris, kabarnya bermukim dan
mempunyai banyak pengikut didaerah itu.
Opium yang dihasilkan disana, dimurnikan menjadi No.4 White Powder
yang well-known around the world for its high degree of purity.
Pagi pagi kami sudah menuju airport Don Muang untuk terbang menuju
kota ChiangRai yang berada persis diutara Bangkok.
Tidak seperti biasanya, kami tidak lagi mendapat kemudahan dalam proses
group check-in, memang untuk mendapatkan boarding pass masih bisa
diurus oleh tour leader secara barengan.
Tapi setelah itu penyerahan bagasi harus satu persatu, setiap pemegang
boarding pass tunjuk yang mana kopernya barulah dinaikkan keatas
ban berjalan.
Peningkatan prosedur keamanan bandara tidak hanya itu, saat akan masuk
kedalam ruang tunggu harus memperlihatkan boarding pass + paspor,
lalu dicheck apakah nama di boarding pass memang sesuai dengan paspor.
Rupanya disemua airport Thailand ditetapkan prosedur ini, karena nantinya
saat kami check-in di airport ChiangMai dan Phuket juga begitu.
Pesawat Thai Airways jenis Boeing 737 yang penuh penumpang itu hanya
memerlukan terbang satu jam untuk tiba di bandara ChiangRai, dan
tidak disangka bandara dari kota yang berada jauh diutara Thailand itu
cukup besar, berlantai dua dan rapih.
Keluar airport, bus kami tidak menuju kedalam kota ChiangRai ,
tapi kearah utara menuju kota Mae Sai yang berjarak 60 kilometer.
Perjalanan terasa menyenangkan karena melalui jalan empat jalur
dengan pembatas ditengah yang mulus sekali, apalagi lalu lintasnya
juga tidak terlalu ramai.
Sepanjang jalan, disebelah kiri jalan (arah barat) terlihat dikejauhan ada
pegunungan, dan menurut Vittaya (lokal Guide) dibelakang pegunungan
itulah terletak wilayah Myanmar yang banyak ladang opiumnya.
Memasuki kota MaeSai, jalan lebar mulus itu berakhir di satu
bangunan berbentuk gapura besar dan megah , ternyata itulah
gate imigrasi menuju Myanmar, tentu saja kami tidak bisa masuk kesana.
Kami hanya bisa melihat dari luar pagar, dan terlihat dibelakang gate itu
ada sebuah jembatan yang melintasi sungai MaeSai yang tidak terlalu lebar.
Wilayah seberang jembatan itulah wilayah Myanmar, dari kejauhan terlihat
banyak rumah dan sebuah pagoda kecil.
Banyak sekali orang lalu lalang melewati border itu, saya lihat ada juga
beberapa orang kulit putih masuk dari arah Myanmar.
Saat makan siang di Mae Sai, saya melihat poster perempuan Myanmar
yang lehernya dipenuhi gelang-gelang logam sehingga lehernya menjadi
panjang sekali, maka saya tanyakan kepada Vittaya dimana kita bisa
melihat orang-orang itu.
Vittaya bilang dengan membayar 800 Bath/orang (untuk bayar taxi dan
bayar pas-masuk Myanmar) kami bisa memasuki wilayah Myanmar ,
dan menuju kota Tachilek dimana terdapat komunitas suku Shan yang
perempuannya berleher panjang itu.
Sayang sekali walau trip menggiurkan ini hanya perlu waktu sekitar 2 jam,
kami tidak mempunyai cukup waktu karena hari itu sudah punya program
lain yang tak kalah serunya yaitu mengunjungi Golden Triangle .
Perjalanan menuju Golden Triangle dari kota Mae Sai hanya sekitar satu
jam, melalui jalan yang tidak lagi selebar jalan sebelumnya tapi tetap bagus,
dan kami tiba di tepian sungai Mekong, yang airnya berwarna coklat deras,
mengalir kira kira belasan meter dibawah tebing tempat kami berdiri.
Dari tepian itulah kami bisa melihat sungai MaeSai (yang membatasi
Thailand dengan Myanmar) bertemu dengan sungai Mekong yang
memisahkan Thailand maupun Myanmar dengan wilayah Laos.
Jadi kalau kami yang berdiri di wilayah Thailand memandang kearah utara
maka didepan terlihat sungai Mekong lurus dari utara mengalir mendekati
kaki kita lalu membelok dan melewati sisi kanan kita.
Sedangkan sungai MaeSai datang dari arah kiri kita dalam arah tegak
lurus memotong/memasuki sungai Mekong.
Maka sebelah kiri depan terlihat wilayah Myanmar dan dikanan/sebrang
sungai Mekong adalah daratan Laos.
Pertemuan wilayah tiga negara inilah yang dijuluki Golden Triangle -
segitiga emas, karena diwilayah segitiga itulah terjadi lalu lintas narkotika
yang harganya tinggi seperti emas.
Tentu kami tidak puas hanya memandang dari kejauhan saja,
maka dengan membayar 300 Bath/orang, kami menuruni tebing sungai
setinggi belasan meter itu dan menaiki sebuah longboat bermesin
berkapasitas 30 seat.
Sungai Mekong sendiri mempunyai panjang sampai 4580 kilometer, dan
melalui 6 negara : Cina-Myanmar-Thailand-Laos-Kamboja-Vietnam.
Di Golden Triangle lebarnya sekitar 200-an meter, airnya berwarna
coklat keruh dan mengalir cukup deras.
Mula-mula kami menuju wilayah Myanmar dimana ditepian sungai
Mekong itu ada sebuah bangunan cukup megah :
Paradise Hotel and Casino, sebenarnya kami boleh mendarat disana
dan memasuki casino, dengan syarat menaruh deposit 5000 Bath.
Tapi saat ditawari tak seorangpun dari rombongan yang mau, mungkin
merasa waswas berada diwilayah yang terasa agak "angker" ini.
Maka boat kemudian berputar arah ke hilir dan menyebrang untuk
kemudian mendarat diwilayah Laos, kembali kami harus mendaki
tebing dan tiba di satu perkampungan yang agak rimbun banyak
pepohonan besar.
Perkampungan Laos yang bernama DonSao itu masuk Propinsi Bokeo,
terdiri dari puluhan rumah sederhana yang menjual aneka souvenir.
Terasa sekali penduduk disana miskin, banyak anak kecil berpakaian
agak lusuh menjajakan keong hasil tangkapan dari sungai.
Cukup lama kami berada disana, dan menjelang senja kami menaiki
perahu untuk menyebrang kembali kewilayah Thailand.
Makan malam disatu restoran ditepian tebing sungai Mekong,
saat menikmati makan malam itu wilayah Laos disebrang sungai terlihat
gelap gulita,
sedangkan lampu Hotel/Casino Paradise tampak kerlipnya dikejauhan.
Kontras sekali dengan wilayah Thailand dimana kami berada yang
terang benderang - seperti memberikan gambaran betapa berbedanya
tingkat kemakmuran negara-negara itu.
Sekitar jam 20 kami memasuki Rimkok Hotel - resort bintang empat
berlantai tiga yang berada ditepian sungai Kok, letaknya di pinggir
utara kota ChiangRai, hanya 2,5 km dari airport.
Hotel itu besar sekali, berbentuk huruf H , kamarnya ada 258 buah,
ditambah beberapa suite room.
Dibagian belakang ada kolam renang dan taman yang cukup luas
Sampai malam masih banyak tamu bule yang duduk ngobrol diudara
terbuka yang cerah tapi sejuk sambil menikmati minuman dan musik.
Terasa menyenangkan sekali sehabis melalui perjalanan yang cukup
menegangkan naik perahu di Golden Triangle itu.
Cruise Alaska : Ocean Princess yang aduhai.
Pesawat Cathay Pasific sedianya akan take-off dari Jakarta jam 07.25,
tapi ternyata keberangkatan-nya delay, yang berakibat di airport Singapore
penumpang tidak boleh keluar pesawat.
Tentu menyebalkan duduk terus2an begitu, apalagi kebayang seharusnya
kami sedang window shopping didalam Changi Airport yang semarak itu.
Eh ternyata di HongKong juga kami cuma turun pesawat dan langsung antri
untuk boarding lagi.
Maka dengan lesu kami kembali duduk bengong dalam pesawat.
Akhirnya setelah "duduk marathon" selama 20 jam, dan menempuh jarak
8500 mil, jam 12.30 waktu setempat pesawat mendarat di Vancouver.
Kami menginap hanya semalam disana, untuk esoknya menuju Anchorage.
Pesawat Canada 3000, kembali delay, dan setelah 3 jam terbang tibalah kami
di airport Anchorage, yang tidak terlalu besar dan "aneh" karena penumpang
ambil bagasi dulu baru menuju ke pemeriksaan imigrasi.
Di dalam Airport itu juga kami check in ke counter Princess Cruise.
Petugas mengambil koper2 kami yang dimasukkan ke mobil khusus barang,
sedangkan penumpang diarahkan langsung naik bis menuju kota kecil yaitu :
Seward, dimana Ocean Princess berlabuh.
Perjalanan selama 3 jam menuju Seward, khas daerah dekat kutub utara,
tampak gunung2 berselaput salju abadi, deretan pohon cemara sepanjang
jalan dan sesekali bus menelusuri tepian fjord.
Kami melihat bekas2 earthquake tahun 1984 (?) yang konon intensitasnya
sungguh dahsyat : 9,2 Richter !
Begitu dahsyatnya sehingga tanah dibeberapa tempat amblas sekian meter.
Akibatnya akar pohon cemara kena rembesan air asin/laut dan mati, memang
dibeberapa tempat terlihat deretan pohon cemara yang sudah mati mengering.
Akhirnya sekitar jam 19 waktu Alaska (beda 1 jam dg waktu Vancouver),
sampailah kami di Seward, sebuah kota pelabuhan .
Dari jauh tampak kapal pesiar Ocean Princess yg tinggi langsing putih,
saya pikir memang kapal yang baru berusia setahun ini penampilannya
anggun dan cantik.
Proses check in dilaksanakan di semacam gudang di dermaga.
Efesien dan cepat sekali, cukup tunjukkan paspor dan tiket, lalu kami
diberikan semacam kartu seukuran kartu kredit - yang harus terus dibawa
selama perjalanan, fungsinya macam2 , sebagai :
- kartu pas masuk dan keluar kapal.
- konci kamar.
- harusditunjukkan kalau kita belanja dikapal, jadi selama dikapal
uang kita engga laku, semua cuma dengan cara menunjukkan kartu itu
dan tanda tangan, nantinya akan ditagih ke nomer credit card kita
atau kita bayar tunai di akhir perjalanan.
Selesai check-in yang cepat itu maka kami menuju kapal, di pintu masuk
kapal kami harus masukkan card yang baru kami terima itu ke suatu alat,
setelah terdengar ada bunyi - kartu itu kita ambil lagi.
Kemudian di-identifikasi, kami harus memandang ke suatu alat yang konon
bisa meng-scan retina mata kita, setelah itu barulah kami masuk ke kapal.
Ocean Princess yang dibuat tahun 2000 ini, berwarna putih dan bentuknya
lebih cantik dibandingkan kapal2 lainnya, misalnya Regal Princess.
Panjang kapal 261,3 meter, sehingga kalau kita sedang jalan dilorong
deretan kamar maka terasa sekali panjangnya kapal ini.
Saat berada di dining-room terasa sekali lebarnya kapal yang 40 meter.
Lobbynya mirip lobby hotel berbintang karena luas ( void-nya sampai
mencakup 3 deck, dengan lift dan tangga melengkung yg menuju ke
lantai atas dimana toko-toko berada).
Tinggi kapal diatas lunasnya : 56,5 meter.
Setelah masuk kapal maka kami mencari kamar, yang terletak dilantai 11
dan setelah masuk ternyata koper kami sudah ada didalam kamar.
Kamarnya yang type inside cabin (tidak ada jendela).
Kami tidak memilih yang balcony karena mahal sekali - bedanya engga
tanggung-tanggung sampai 1200 USD/kamar.
Ternyata memang sebenarnya tidak perlu sekali pakai balcony, karena lebih
sering kita ada diluar kamar - soalnya tiap hari banyak sekali acara/kegiatan.
Kamarnya memang tidak seluas kamar hotel biasa, tapi cukup nyaman dan
lengkap, sampai safety box juga tersedia dikamar.
Closetnya memakai sistim flush seperti di kapal terbang (sistim vacumm),
cuma suara desisnya yang begitu keras bisa mengagetkan teman sekamar
yang sedang tidur.
TV juga siarannya lengkap dengan CNN segala.
Yang menarik ada channel yg memperlihatkan pandangan dari camera
yang dipasang diatas kapal kearah depan, sehingga dari dalam kamar
kita bisa tahu apa yang terlihat di bagian depan dan ada juga channel
yang memperlihatkan posisi/lokasi kapal (seperti dipesawat terbang )
sehingga kita tahu kapal ini sudah sampai di daerah mana.
Tak lama pelayan kamar datang memperkenalkan diri, dan memberitahu
bahwa kapan saja dia bisa diminta bantuannya.
Cara memanggilnya juga unik - cukup dengan angkat tilpon-pencet nomer
sekian-taruh lagi maka pager pelayan itu akan bunyi dengan nomer kamar
yang memanggil tampak di pagernya.
Dia membersihkan kamar dua kali sehari, dan tiap hari menanyakan apakah
kita membutuhkan buah (boleh minta apa saja, sekeranjang juga boleh),
tapi saya engga pernah minta karena di restoran juga banyak berlimpah.
Kalau kita malas makan pagi ke restoran, tinggal kasih tahu dia, yang
akan mengambilkan dari restoran.
Di hari terakhir, ada surat dari kapal yang menganjurkan memberikan tip
kepada si pelayan sebesar 3,5 USD/hari.
Soal makan, tempat favorit kami adalah Horizon Court Restoran, yang
sistim buffet dan buka 24 jam.
Lokasinya di lantai 14 dan terletak di anjungan, luas sekali dan dikelilingi kaca,
sehingga sambil makan bisa melihat kedepan dan kesamping kapal.
Kalau malam ada pasangan yang main gitar dan organ
Lagu-lagu yg dinyanyikan si pria pemain gitar membuat banyak pasangan turun
melantai, termasuk dari rombongan kami : grup Wulan (Warga Usia Lanjut),
yang asyik ramai-ramai ber Poco-Poco
Sebenarnya ada tempat makan lain, yaitu dua buah dining room yang luas.
Mula-mula kami segan makan disana karena sistim-nya ala carte, soalnya
kan repot tuh baca menu-nya - engga ngerti makanan apa saja itu.
Tapi belakangan sudah pinter - pokoknya engga usah lihat judul menunya,
tapi lihat saja komposisinya.
Maka jadilah kami menikmati berbagai makanan yang eksotis :
- King Crab
- Fresh Ketchikan silver salmon.
- Lobster dll
Appetizernya juga asyik sekali , dimana pada acara French Night :
Hoer d Ovre -nya kami pilih saja Escargot yang enak sekali.
Kalau desertnya sih biasanya pilih ice cream saja.
Memang kalau soal makan di kapal ini - enak deh yang doyan makan,
karena boleh makan kapan saja, mau berapa kali juga boleh - boleh saja,
di berbagai restoran dengan makanan/minuman yg beraneka ragam itu.
Sayang saya ini termasuk orang yang perutnya kecil, jadi tidak bisa ikutan
"membuat rugi" kapal itu.
Pelayannya ramah-ramah dan jenaka, pernah kami berempat di malam
Gala dinner (harus pakai jas) menuju Dining Room.
Setelah antri sekian menit, kami diantar ke meja, lalu si pelayan bilang :
Nah ini table kamu. Lalu dia bilang lagi :
tapi malam ini kamu harus melayani sendiri meja-mu ini.
Saya sempat bengong, kok gini ? Lalu dia teruskan :
Karena malam ini kamu datang bersama 3 beautiful lady. Hahaha.
Pelayan2 itu sering mengajak ngobrol, mereka dari berbagai bangsa;
Itali-Filipina-Mexico-Rumania dll.
Untuk pelayanan prima yang mereka berikan itu nantinya kita diwajibkan
memberikan tip 6,5 USD/penumpang/hari,
yang otomatis muncul di rekening tagihan kita diakhir cruise.
Acara malam hari, bebas mau nonton di Princess Theater dan Vista Lounge
(ruang pertunjukkan) yang cukup luas.
Tiap malam acaranya ganti2 :
sulap-tarian-cabaret-band dan penyanyi.
Setelah nonton biasanya orang-orang masih keluyuran ke bar dimana
ada band dan dansa, atau ke casino, ke lobby dimana ada pemain piano
tunggal atau kwartet biola dll.
Tapi kami lebih suka menuju kembali ke Horizon Court mendengarkan
pasangan Steed & Steed menyanyikan lagu-lagu romantis, yang membuat
banyak pasangan turun melantai.
Sambil duduk minum dan ikut merasakan suasana relax disana tentu sangat
menyenangkan sekali.
Pemandangan diluar sedikit demi sedikit mulai temaram, karena sampai jam
sebelas malam cuaca diluar kapal masih agak terang.
Saat summer matahari di Alaska sudah timbul lagi jam 4.30
Biasanya larut malam barulah kami kembali ke kamar.
Di dalam kamar kami setiap malam dikirimkan bulletin yang berisi
banyak informasi, antara lain kegiatan2 esok hari dan berbagai acara
dikapal, sehingga kami bisa tahu kapan dan dimana misalnya ada
demonstrasi ice carving.
Yang sangat berkesan adalah acara Champagne Fountain di lobby
yang meriah sekali karena diikuti juga oleh anak buah kapal :
gelas champagne disusun sampai tinggi sekali se-akan2 pohon Natal,
lalu diguyur dari atas dengan champagne dan dibagikan.
Penumpang bersama anak buah kapal kemudian ber-polonaise,
ramai sekali memenuhi ruangan besar itu, menari mengikuti aneka lagu,
sungguh sangat meriah karena spontanitas dan kegembiraan yang meliputi
semua yg hadir malam itu.
Acara didalam kapal begitu bervariasinya sampai-sampai banyak juga
fasilitas yang tidak sempat kami gunakan :
perpustakaan- simulator golf- swimming pool - art auction-
kunjungan ke Bridge kapal, sampai dance class.
Ada satu fasilitas yg sebaiknya tidak digunakan, yaitu : nilpon kerumah !!,
karena biayanya 9,5 USD per menit , kalau terima fax pun dikenai
biaya 1 USD/lembar.
Ada satu hal yang menarik dari sekitar 2100 penumpang kapal,
terlihat mayoritas usia 60-70 tahun, dan saya merasa aneh karena
orang Jepang (yang biasanya ada dimana-mana) kok di kapal ini
tidak terlihat satupun.
Dimalam terakhir, diruang pertunjukan tidak ada acara dari fihak
kapal, tapi justru dipersilahkan kalau dari penumpang ada yang
mempunyai bakat yang ingin ditampilkan.
Maka jadilah berbagai acara yang menarik sekali :
Ada yang tampil tap dance (dulu dia penari tap dance), ada yg melawak.
Grup Wulan tampil dengan tari Poco-Poco, sebelum mereka tampil
diumumkan bahwa mereka ini dari Indonesia yang pada pelayaran ini
ternyata merupakan peserta terbanyak kedua setelah orang Ame-
rika yaitu berjumlah 170 orang !!
Ocean Princess dengan berat 77,499 ton ini ternyata mantap sekali.
Walaupun berlayar agak jauh dari garis pantai,
boleh dikata tidak terasa getaran dan guncangannya.
Pelayaran Alaska ini South Bound karena dari utara ke selatan,
melayari kota-kota : Seward-College Fjord-Glacier Bay-Skagway-
Juneau-Ketchikan-Vancouver,
Kapal akan mendarat di tiga kota dimana dari pagi sampai sore para
penumpang boleh turun kedarat untuk shore excursion dan malam harinya
kapal berlayar kembali - selama perjalanan penumpang selalu bermalam
didalam kapal.
Akan disambung cerita tentang 3 kota itu dan juga tentang
Glacier Bay yang menakjubkan
Cu Chi Underground Tunnel - Saigon Vietnam.
Highlight acara di Saigon adalah mengunjungi Cu Chi Underground
Tunnel yang sangat terkenal tatkala perang Vietnam berkecamuk.
Selesai dari sana akan menuju kota Tay Ninh dimana ada Temple
agama Caodaism - satu agama yang katanya merupakan gabungan
dari agama-agama besar seperti Budha - Taoism - KongHuCu,
dan agama Kristen !!??
Tour leader menawarkan apakah nanti di Temple Caodaism itu
kami mau melihat prosesi keagamaan-nya ?
Tentu kami semua mau, tapi karena tempat itu jauh dan acara itu
dimulai jam 12 siang maka kami harus berangkat dari hotel lebih
pagi dari rencana semula -
berarti harus bersedia di-morning call jam 5 pagi !!.
Tentu kami semua jadi bingung karena kemarin saja sudah dua kali
bangun pagi2 buta, tapi karena semangat yang tinggi dan kompak
maka akhirnya semua setuju untuk dibangunkan sepagi itu.
Tanggal 4 Maret 2003, jam 7 pagi bus sudah berangkat mening-
galkan kota Saigon menuju kota Cu Chi yang terletak sekitar 70
kilometer northwest Saigon.
Sebelum sampai kota Cu Chi bus membelok keluar dari jalan antar
kota yang cukup lebar itu - memasuki jalan pedesaan yang agak kecil,
dan sekitar jam 8.30 kami tiba di satu gedung yang rupanya tempat
menerima kedatangan rombongan turis.
Mula-mula kami diajak memasuki ruang briefing dulu, disana melihat
maket underground tunnel dan diputarkan film tentang perjuangan
rakyat disana semasa perang Vietnam.
Rakyat Vietnam di distrik Cu Chi itu beraliran komunis (Vietcong),
sangat heroik dalam melawan penjajahan Perancis di tahun 1950-an
dan juga dalam melawan tentara Amerika dimasa perang Vietnam
yang dahsyat dan berkepanjangan itu.
Mereka sejak penjajahan Perancis di tahun 1954 sudah bisa
membuat underground tunnel sepanjang 48 kilometer, dan
dimasa perlawanan terhadap tentara Amerika digali lebih banyak
terowongan2 sehingga panjangnya sampai mencapai 250 kilometer.
Jaringan terowongan itu dibuat begitu rumitnya - digali sampai
mencapai 3 level yaitu di kedalaman 3 meter, 6 meter dan 10 meter.
Didalam terowongan bawah tanah itu juga dibuat banyak ruangan2
yang difungsikan antara lain untuk :
bengkel membuat senjata/bom/ranjau dari bekas bom tentara
Amerika sendiri, dan rumah sakit.
Juga dibangun dapur yang asapnya disamarkan dengan cerdiknya.
Asap itu disalurkan memakai pipa yang di kamuflase, dan
keluarnya dari timbunan sampah yang dibakar dipermukaan tanah.
Ventilasi udara segar didapat dengan membuat jaringan pipa-pipa
bambu yang dengan cerdik pula bisa disamarkan ke permukaan
tanah.
Tentara Amerika tentu sangat kewalahan dalam mengejar tentara
Vietcong yang bersembunyi didalam terowongan ini.
Selain susah mencari lubang2 masuk kedalam tunnel itu karena
disamarkan, juga ukurannya kecil sekali - lebarnya pas selebar
pundak orang Vietcong itu, orang Amerika tentu nyangkut pundak-
nya kalau mencoba memasuki lubang itu.
Maka pernah Amerika merekrut pasukan khusus yang dijuluki
Rat Team yang badannya kecil2 agar bisa masuk terowongan itu.
Tapi akhirnya banyak korban jatuh sebab selain terowongan yang
ber-tingkat2 itu sangat berliku, juga banyak sekali jebakan berupa
lubang2 dengan hamparan besi runcing mengerikan menanti tubuh
yang terjeblos kedalam jebakan yang beraneka ragam itu.
Banyak upaya Amerika menghancurkan jaringan tunnel itu, terlihat
banyak kawah2 bekas bom yang dijatuhkan dari pesawat B 52, tapi
hasilnya nihil.
Pernah pula dicoba mengalirkan air kedalamnya tapi Vietcong telah
mengantisipasi dengan membuat saluran air bawah tanah yang
menembus ke sungai Saigon.
Jadi air yang masuk langsung mengalir ke dalam sungai, tidak
membanjiri terowongan seperti yang diharapkan.
Saluran air bawah tanah itu juga menjadi pintu masuk rahasia,
dimana Vietcong bisa menyelam dari arah sungai memasuki
jaringan terowongan.
Kemudian mulailah kami berjalan kaki memasuki kawasan Ben Dinh
Tunnel yang merupakan salah satu bagian dari Cu Chi Tunnel.
Baru memasuki kawasan hutan pepohonan chesnut dan bambu itu,
tiga rekan tidak ikut terus, dan memilih menunggu di shopping area.
Sambil berjalan diantara pepohonan itu oleh penunjuk jalan ditunjukkan
kawah2 bekas bom yang dulu dijatuhkan dari pesawat B 52 Amerika,
dan akhirnya sampai di lubang masuk ke underground tunnel itu, berupa
lubang persegi ukuran 1 kali 2 meter dan terlihat ada semacam tangga
kebawah berupa undakan tanah.
Penunjuk jalan - seorang pemuda setempat, langsung menuruni
undakan dan saya ikuti dan juga 11 orang teman lainnya,
sedang 5 rekan lain tidak mau ikut karena khawatir sesak nafas
didalam tunnel itu.
Tangga itu berakhir di satu ruangan ukuran 3 kali 3 meter yang
lantainya sekitar 4 meter dibawah permukaan tanah dan disatu
dindingnya tampak lubang masuk mengarah ke underground tunnel.
Benny mendahului saya mengikuti si pemuda Vietnam masuk ke
lubang itu dan dibelakang saya mengikuti teman2 lainnya.
Terowongan itu gelap sekali, lantainya terasa rata, lebarnya sekitar
semeter mengecil keatas.
Sebenarnya pada jarak tertentu ada lampu listrik cuma karena
terowongan itu tidak lurus maka pada saat berbelok kita tidak bisa
melihat apa-apa karena gelap sekali.
Kami harus berjalan sambil membungkuk agar kepala tidak terbentur
atap terowongan, dan kadang2 saya kehilangan Benny yang nempel
terus ke si penunjuk jalan yang berjalan cepat.
Saya juga harus memandu para ibu-ibu dibelakang saya yang terus2an
teriak2 : belok kiri ! belok kanan ! terus-terus ! - tujuannya mungkin
mau menyemangati rekan2 dibelakangnya agar terus maju.
Padahal mungkin sebenarnya menyemangati dirinya sendiri ! -
maklum saja kami berada disekian meter dibawah permukaan tanah.
Akhirnya didepan terlihat sedikit sinar matahari menerobos masuk -
rupanya ada ruangan yang ukurannya sama dengan ruangan tempat
kami memulai masuk lubang tadi, dan dari situ terlihat undakan tangga
menuju ke lubang keluar dipermukaan tanah.
Saya lihat Benny sedang mendaki tangga tanah menuju udara bebas itu.
Tapi si penunjuk jalan masih di ruangan bawah tanah itu dan memberi
isyarat untuk mengikutinya memasuki sebuah lubang terowongan
berikutnya.
Saya teriaki Benny : Ben, masih diajak jalan terus tuh !.
Ah engga, gua mau keluar aja !! kata Benny sambil terus mendaki keluar.
Akhirnya saya ikuti saja si penunjuk jalan yang masuk lagi ke terowongan
berikutnya dan ternyata ada dua orang ibu muda yang mempunyai nyali
gede juga ikut dibelakang saya.
Sedangkan teman yang lain semuanya keluar mengikuti jejak Benny.
Ternyata begitu masuk ke terowongan itu lantainya ada lubangnya !,
dan si guide itu turun/masuk kedalamnya.
Rupanya itu awal terowongan yang level kedalamannya makin jauh lagi
dari permukaan tanah - Wuah gimana nih ??.
Yah udah kepalang ikuti saja.
Kali ini bukan saja lebar terowongan makin sempit, juga ternyata kami
harus jalan bukan lagi sambil membungkuk, tapi harus sambil jongkok !! -
karena terowongan itu atapnya lebih rendah dari yang sebelumnya.
Akhirnya terlihat lagi sinar matahari, dan kedua ibu langsung naik tangga
keluar, tapi si penunjuk jalan masih kasih kode untuk mengikuti dia lagi
untuk masuk lagi ke terowongan berikutnya lagi !!
Saya sempat ragu karena bukan saja kaki sudah mulai pegel juga kini
tinggal saya saja sendirian
(Adik saya yang tidak ikut masuk tunnel, memperkirakan jarak antara
lubang masuk pertama kali dengan tempat Benny keluar sekitar 30 meter,
kemudian jarak ke lubang keluar yang kedua 15 meter lagi.
Tentu jarak yang ditempuh didalam tunnel itu lebih jauh karena tunnel itu
dibuat tidak lurus tapi belok-belok.)
Karena si penunjuk jalan kelihatan ngotot ngajak terus maka saya nekat
"selulup" lagi mengikutinya kedalam terowongan berikutnya.
Ditengah perjalanan sambil jongkok itu saya sempat minta time-out,
untuk ambil nafas sekalian bergantian berfoto.
Terowongan itu begitu sempitnya sampai2 si Vietnam agak kesulitan
sat berbalik arah, karena dengkulnya mentok ke dinding tunnel.
Akhirnya sampailah di lubang keluar dan saya bisa nongol
dari dalam tunnel masuk ke ruangan yang berada sekitar 4 meter
dibawah tanah itu.
Saya dengar adik saya diatas tanah sedang panggil2 saya dengan
nada panik, dia mengira saya tersesat sendirian dibawah itu.
Belakangan adik saya bilang bahwa lubang keluar yang ketiga itu
jaraknya juga sekitar 15 meter dari lubang sebelumnya dimana
kedua ibu tadi keluar.
Sewaktu keluar ke udara bebas itu, baju sudah basah kuyup karena
tidak saja sangat melelahkan jalan jongkok sejauh itu, juga akibat
perasaan tegang berada di tempat yang begitu sempit.
Tapi saya pikir memang dibawah sana ventilasi udara cukup baik
karena engga terasa sesak dan panas.
Hanya saja belakangan saya mikir juga kalau saja ada orang yang
konyol mengambil jalan berlawanan maka pasti nyangkut dibawah
sana itu, karena jangankan berpapasan - berbalik badan saja susah.
Dari recording handycam yang saya hidupkan begitu masuk tunnel,
saya bisa ketahui bahwa lama perjalanan jongkok dibawah tanah
mulai dari masuk lubang pertama sampai keluar di lubang keempat,
sebenarnya hanya 10 menit saja.
Tapi akibatnya lumayan, karena esoknya kedua kaki nyeri sekali
sampai-sampai kalau naik turun tangga harus sambil meringis.
Hot Dogs !
Two elderly Scottish sisters have just arrived in USA by boat,
and one says to the other.
"I hear that the people of this country actually eat dogs."
"Odd," her companion replies, "but if we shall live in America,
we might as well do as the Americans do.
" Nodding emphatically, the eldest sister points to a hot dog vendor
and they both walk towards the cart.
"Two dogs, please," says one.
The vendor is only too pleased to oblige, wraps both hot dogs in foil
and hands them over the counter.
Excited, the sisters hurry to a bench out side and begin to unwrap
their 'dogs'; the older sister is first to open hers.
She begins to blush and, then, staring at it for a moment,
leans to the other sister and whispers cautiously,
" What part did you get? "
Honeymoon Chips
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
On his honeymoon, a very thick redneck farmer, Billy Joe, insisted on
having a room at the luxury hotel with a balcony overlooking the sea.
On retiring for the night after the wedding, his new bride emerged from
the bathroom dressed in some very sexy lingerie.
"Hey Billy Joe, come in off the balcony and see what I have waiting for
you to savor for the first time" she said coyly.
"No thanks, I want to sit out here," he said.
So Daisy sat down brushing her golden hair for 10 minutes after which
she invited Billy Joe once more to come in off the balcony to take
pleasure of her virginal body. Once more he refused. Eventually Daisy
grew tired of waiting and she retired to the wedding bed and fell
asleep.
In the morning, she awoke to find him still sitting on the balcony.
"Why did you spend the whole night out there when you could have been
making love all night?" she asked.
"Well my pa said the first night of my marriage would be the most
beautiful night of my whole life - and I didn't want to miss a moment of it."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kandy - Srilanka : Menu eksotis Benny.
Sebelum memasuki kota Kandy, yang dalam brosur wisata disebut
sebagai salah satu dari The Most Beautiful City in the World,
kami mampir dulu di sebuah Spice Garden.
Mula-mula kami diajak jalan kaki keliling kebun yang banyak
ditumbuhi macam2 pohon (yang sebenarnya juga ada di Indonesia),
antara lain Cacao, pohon bahan bumbu kari, Gandapura.
Dan seperti sudah diduga, ujung2nya kami ditawari beli obat2-an
dari bahan tanaman itu, mulai dari :
Obat pemutih gigi - Obat rontokin rambut (Banana cream katanya) -
Obat varices - Obat yang merupakan Viagra-nya Srilanka -
sampai Obat Anti Ngorok !!
(cara pakainya : dua tetes dioleskan di dahi !!).
Akhirnya kami memasuki kota Kandy yang berada diketinggian
480 meter dpl.
Mula2 melewati bagian kota yang ramai dan sampai kesebuah
danau yang berada dipusat kota, lalu bus mendaki bukit untuk
makan siang disatu restoran dengan view terbuka kearah danau.
Kandy mungkin dahulu memang bagus dengan danau yang
menjadi titik sentral, dan dikelilingi bukit penuh pohon2 yang
diselingi rumah2 kuno.
Cuma sekarang kelihatannya sudah terlalu banyak rumah sehingga
tidak lagi terlihat asri.
Didalam Bus saat kembali menuju pusat kota Kandy ,
Benny - teman baru kami yang asal Pontianak tertarik melihat
dipinggir jalan banyak monyet liar berkeliaran dan dia bertanya :
Kok banyak monyet disini, kenapa engga ditangkap ? -
orang disini engga suka makan monyet ya ??
Dia duduk didekat saya, karena dia engga bisa berbahasa
Inggris, maka pertanyaannya saya teruskan ke si Candra
(local guide kami orang Sinhala ) :
Candra, orang disini engga suka makan monyet ?
Candra dengan muka keheranan, menjawab :
Tentu tidak dong, itu kan sama aja makan daging manusia !!.
Lalu saya terangkan bahwa di Kalimantan, si Benny suka berburu
menembak, dan memakan daging monyet hasil buruannya itu.
Tampak muka Candra penuh keheranan dan ngeri, dia memandang
kearah Benny, dan di iyakan oleh Benny.
Lalu saya tanya Benny :
Ben kamu pernah makan ular engga ?
Oh iya, enak kok !
Candra !!, si Benny di Pontianak sana suka makan ular juga tuh !
Haaaah ??- tampak air muka Candra penuh takjub campur ngeri.
Lalu keluarlah perbendaharaan menu makanan eksotis si Benny
seperti biawak - keong dan lain-lain.
Mendengar begitu beragamnya menu si Benny,
Candra benar-benar terpesona, dia tampak termenung berat,
tidak bisa berkata-kata.
Terakhir saya tanya : Ben, kalau anjing gimana ?
Oh iya, pernah juga, enak lho !!
Nah, Candraaa !!, si Benny pernah makan anjing juga tuh !!.
Candra benar-benar K.O., lalu sambil meringis ngeri dia bilang :
Coba tanyain sama si Benny,
binatang apa yang engga dia makan ??
Ramai dah semua tertawa ter-bahak2, dan tambah ramai lagi
setelah seorang teman menambahkan :
Candra !!, kapan-kapan kalau kamu datang ke Kalimantan,
kamu juga bisa dimakan sama si Benny !!
Perjalanan menuju SongPan masih 120 km lagi, kami sedang melewati
pegunungan batu yang sangat tinggi dan curam, saat itu jam 19.15 tapi
masih terang.
Disatu tikungan pada bagian yang sudah dekat puncak, tampak didepan
dikejauhan ada 2 mobil sedang berhenti dijalan.
Astaga !! ada tumpukan batu2 besar didepan mobil itu.
Rupanya terjadi longsor yang menutup jalan.
Pengemudi mobil didepan itu memberitahu bahwa longsoran itu terjadi
baru beberapa menit yang lalu saja.
Tidak mungkin bisa menyingkirkan batu2 besar yang ukurannya
sampai sebesar mobil sedan itu dengan tangan, dan kecil kemungkinan
mengharapkan alat2 berat akan cepat datang ke gunung yang begitu
tinggi ini, apalagi lokasi longsor ini jauh dari mana2.
Kami sebenarnya juga tidak boleh ber-lama2 disana, sangat
berbahaya karena bus berhenti dibawah tebing yang dinding
bebatuannya juga sudah retak2.
Daerah dekat kota SongPan ini memang daerah rawan gempa,dan
rupanya tak jauh dari tempat ini ada lokasi dimana tahun 1933
satu kota bersama ribuan penduduknya sekaligus lenyap akibat gempa
besar yang membuat kota itu amblas masuk sungai yang meninggalkan
bekas berupa danau besar yang airnya berwarna hijau menyeramkan.
Mysterious road / Magic Road :
Obyek wisata ini tidak pernah dilewatkan oleh para turis yang
datang ke pulau Cheju - Korea Selatan karena unik sekali.
Jalan yang aneh bin ajaib ini diketemukan secara kebetulan sekali,
bermula dari seorang pengendara mobil yang kebelet pengen buang
air kecil, sehingga memberhentikan mobilnya begitu saja dijalan yang
memang sepi itu karena lokasinya di luar kota.
Dia cepat-cepat turun dari mobil dan karena saking kebeletnya tanpa
sempat pasang rem tangan lagi.
Dia kemudian terkejut sekali karena selagi buang air kecil dipinggir
jalan, tahu-tahu mobilnya jalan sendiri dan mendaki jalan yang jelas
sekali posisinya menanjak.
Tentu saja cerita heboh ini cepat tersebar, apalagi pas ditempat itu
ada pekuburan, sehingga menambah seru cerita-cerita yang beredar.
Untuk menuju tempat yang jauh dari kota itu, kami melewati daerah
yang ber-bukit2, dan sesampai disana harus antri karena ada beberapa
mobil didepan yang satu persatu bergiliran mencoba jalan ajaib itu.
Akhirnya sampai giliran kami !
Tampak didepan bus kami jalan lurus yang jelas sekali mendaki.
Kiri kanan jalan ada deretan pepohonan.
Bus berhenti di bagian jalan yang aspalnya ditandai dengan sebuah garis.
Pak sopir injak rem dan mesin dimatikan.
Semua penumpang bus tampak tegang, lalu rem dilepas.
Alamak !!, mobil kami mulai bergerak !!
Bus terus menggelinding maju dan mendaki jalan itu.
Wuaah ramai sekali penumpang bus bertepuk tangan.
Setelah sekitar 50 meter, kendaraan terhenti lajunya, mesin dihidupkan
dan dijalankan untuk kemudian berhenti beberapa ratus meter didepan.
Kami dipersilahkan turun, untuk jalan kaki kembali ke 50 meter jalan
ajaib itu, terasa sekali kalau kami "menuruni" jalan - terasa berat,
dan sebaliknya waktu "mendaki" kok terasa enteng.
foto 1 : tampak dijauhan sebuah bus yang sedang mengambil ancang2
untuk mendaki jalan ini tanpa tenaga mesin.
foto 2 : tampak dibelakang ada satu sedan yang baru menyelesaikan
pendakian ajaib.
foto ketiga : ada teman yang menuangkan air di aspal, dan terlihat air itu
mengalir mendaki jalan.
Banyak sekali bus dan mobil yang berhenti, dan penumpangnya turun
untuk memperhatikan Mysterious road ini.
(foto ke 4 : dikejauhan tampak sebuah bus baru akan mulai,
di Korea kendaraan stir kiri)
An airplane takes-off from the airport.
The captain is Jewish and the first officer is Chinese.
It's the first time they've flown together and obvious by
the silence that they don't get along.
After thirty minutes, the Jewish captain mutters :
" I don't like Chinese."
The first officer replies : " Ooooh, no rike Chinese ? Why dat ?."
" You bombed Pearl Harbor. That's why I don't like Chinese."
" Noooo, noooo ...... Chinese not bomb Peahl Hahbah. Dat Japanese,
not Chinese."
" Chinese, Japanese, Vietnamese ... it doesn't matter, they're all alike."
Another thirty minutes of silence.
Finally the first officer says : " No rike Jews."
" Why not ? Why don't you like Jews ?."
" Jews sink Titanic."
" No, no. The Jews didn't sink the Titanic. It was an Iceberg."
" Iceberg, Goldberg, Rosenberg, no mattah ...... all same "
Srilanka :
part 2 : Sigiriya Rock.
Pulau Srilanka terletak diujung/bawah anak benua India,
pulau yang bentuknya seperti setetes air yang sedang lepas
menetes itu, bagian ujung utara-nya hanya sekitar 48 kilometer
dari daratan India, yang makin lama makin mendekat karena
pantai berkarang itu masih tumbuh terus.
Pulau selebar 200 kilometer dan panjang 400 kilometer ini
sangat hijau, floranya mirip Indonesia.
Dimana2 terlihat pohon kelapa, hamparan sawah, dan didaerah
pegunungan banyak terlihat kebun teh.
Dari peta yang ada terlihat jaringan jalan2 disana banyak sekali,
dan sebagian besar dalam kondisi yang lumayan mulus.
Menurut Candra setiap tahun ada sekitar 240 orang mati digigit
ular kobra yang banyak terdapat di daerah pedalaman.
Pemerintah menyediakan pengobatan bagi rakyatnya secara gratis.
Perjalanan kami selama 6 hari disana berawal dari kota Colombo
yang berada di pantai barat pulau bagian tengah, kemudian mem-
bentuk lingkaran sesuai arah jarum jam mengunjungi/menginap
di kota2 Dambulla - Kandy - Nuwara Elliya - Wadduwa.
Kota Dambulla, Kandy dan Nuwara Elliya itu letaknya ditengah
pulau, didaerah agak tinggi, malah Nuwara Elliya tingginya
sekitar 2000-an meter, sedangkan Wadduwa berada ditepi pantai
barat pulau.
Perjalanan di hari kedua ini akan meninggalkan pantai kearah
timur laut, sehingga nantinya akan berada didaerah tengah pulau .
Karena pagi2 sudah harus berangkat maka breakfast pagi2 sekali,
jam 6 kami sudah di restoran yang ternyata masih belum siap,
dan suasana di pantai masih gelap gulita.
Saat bus meninggalkan hotel jam 6.30, barulah udara mulai terang.
Bus melalui jalan kecil yang lumayan mulus, terasa makin
mendaki karena memang tempat tujuan kami berada didaerah
tengah pulau yang letaknya lebih tinggi dari bagian pantai.
Perjalanan selama 2,5 jam ke Pinnawella itu menyenangkan,
karena walau melalui jalan desa yang pas2an dua mobil tapi
kondisinya mulus, dan sepanjang jalan sangat hijau banyak
sekali pohon2an yang didominasi oleh pohon kelapa.
Terlihat banyak sekali patung Buddha atau patung Jesus/
Maria yang ditempatkan di perempatan/pertigaan jalan, atau
diujung jalan, begitu pula pagoda, pura Hindu, dan sesekali
terlihat pula mesjid.
Hal lain yang sangat mengesankan adalah terasa bersihnya
jalan2 baik di pedesaan maupun di kota2, sangat jarang
terlihat sampah berserakan seperti disini.
Pinnawella merupakan tempat perlindungan untuk gajah, yang
bermula pada tahun 1972 dengan mula2 hanya ada 4 ekor
anak gajah.
Upaya perlindungan itu karena : dahulu gajah yang banyak
didaerah Srilanka suka meninggalkan anaknya; karena ke-
hilangan induk maka anak gajah itu jadi stress dan mengamuk
merusak rumah dan tanaman penduduk sehingga banyak yang
dibunuh oleh penduduk.
Sekarang tempat ini telah mempunyai sekitar 70 ekor gajah.
Sekitar jam 9 tiba ditempat tujuan Pinnawella Elephant
Orphanage, saat masuk ternyata saya harus membayar 500 SLR
karena membawa handycam, padahal sudah bayar tiket masuk
5 USD.
Mula2 kami dibawa ke semacam kandang besar dan melihat 2 ekor
anak gajah yang diberi susu oleh petugas memakai botol susu besar.
Lalu pengunjung yang lumayan banyak itu, diajak kesuatu
lapangan luas dimana terdapat puluhan gajah berkumpul.
Ditempat terbuka itu kami bisa berfoto diantara sekumpulan gajah.
Kami dipesan harus tetap hati2 walau ada banyak pawang yang
menjaganya.
Selain itu harus hati2 pula agar tidak menginjak "ranjau" yang
dilepas oleh sekian banyak gajah itu.
Kemudian kami berjalan menuju ke satu tempat dipinggir sungai
yang cukup lebar tapi dangkal, menunggu jam 10 saat dimana
gajah tadi itu datang untuk mandi.
Tidak lama rombongan gajah itu datang, menuruni jalan masuk
ke sungai.
Pemandangan unik sekali karena melihat puluhan gajah dari
jarak dekat dimandikan oleh pawangnya.
Tempat atraksi itu rupanya memang dipilih yang view-nya bagus,
ditempat itu juga ada sebuah restoran di pinggir sungai dimana
disiapkan kursi2 utk para turis duduk menonton atraksi itu.
Perjalanan kemudian dilanjutkan makin kebagian tengah pulau,
dan terasa memang makin mendaki, tapi belum bertemu gunung2
tinggi.
Setelah berjalan 2,5 jam, makan siang disatu restoran dekat
kota Dambulla, local food yang kembali ada kari-nya.
Setelah selesai lunch, bus berjalan sekitar 30 menit dan
sampai ke tempat yang disebut Sigiriya Rock,
Candra menyebut bahwa tempat ini adalah keajaiban dunia
yang ke 8.
Diceritakan bahwa di abad ke 5, karena merasa terancam,
seorang raja membangun istana dan kolam renang diatas bukit
batu setinggi 200 meter; dan sekeliling bukit itu dibuatnya
semacam benteng dengan parit2 penuh buaya, dan juga taman,
karena itulah dijuluki pula : Fortress in the sky.
Sigiriya rock disebut pula sebagai Lion Rock karena dipintu
masuk tangga keatas bukit itu ada pahatan singa raksasa.
Bus mula2 berhenti di satu tempat dimana Sigiriya rock itu
terlihat dikejauhan menyembul diatas pepohonan, se-akan2
satu buah bus besar berwarna coklat hitam.
Sesampai disana kami menyadari bahwa memang tak mungkin
bagi orang2 tua untuk mendakinya karena bukit batu itu dinding-
nya hampir tegak tegak lurus.
Candra bilang tangganya ada 1190 buah, dan dia bilang
bahwa nanti saat sampai dan turun dari bus biasanya akan
datang banyak orang pengangguran yang menawarkan untuk
membimbing, jangan mau dipegang katanya karena sekali kita
mau dipegang maka kita harus bayar 200 SLR.
Kami turun dari bus dan benar saja datang banyak orang2 itu,
tapi karena sudah tahu maka kami bisa menolaknya, cuma tetap
perasaan jadi engga enak dikerumuni dan diikuti orang2 itu.
Tiket masuk Sigiriya mahal : 15 USD, kami berjalan memasuki
kawasan yang dikiri kanan ada bekas taman dan kanal/kolam2;
dan sampai ke kaki bukit, disana kami tidak meneruskan
mendaki karena tidak bisa meninggalkan orang2 tua yang akan
harus menunggu sekitar 2.5 jam kalau sebagian dari rombongan
mendaki bukit itu.
Memang sayang sekali tidak sampai ke puncak; disana memang
istananya sudah tidak ada karena dahulu hanya dibuat dari
kayu; tapi bekas2 kolam dan lukisan2 kuno Sinhala di dinding
batu kabarnya masih ada. (foto keempat dan kelima)
Sebenarnya saya sangat ingin mendaki, saya perkirakan
tingginya mirip dengan Sunrise Rock di Cheju Island South
Korea yang sempat saya daki sampai kepuncaknya, tapi per-
timbangan keamanan bagi orangtua yang menunggu menjadi hal
yang utama.
Perjalanan diteruskan menuju hotel; yang bernama Cultural
Club Resort, para peserta kelihatan agak terkejut karena
dari jalan raya yang mulus bus membelok kejalan tidak ber-
aspal, sempit berdebu merah, dan terlihat petunjuk bahwa
hotel masih 4 kilometer;
kiri kanan sepi tidak ada rumah hanya pohon2 dan tanah
ber-alang2, saya juga berfikir kalau jalan ke hotel saja
kayak gini, seperti apa hotelnya ?
Ternyata hotel bintang 4 ini gayanya memang lain, berlokasi
didaerah yang jauh dari kampung2 apalagi kota, tapi didaerah
yang masih kosong, bangunannya tidak berupa gedung besar
bertingkat tapi pondok/cottage2 yang berjarak sekitar 5-10
meter satu sama lain.
Diantara cottage banyak pepohonan, kami mendapat cottage
yang agak jauh dari bangunan front office,
untung cuaca bagus tidak hujan;
kalau hujan tentu merepotkan jalan cukup jauh ke cottage.
Bangunan front office-nya besar dengan restauran di teras
belakang, dan juga ada kolam renang yang bagus, dan dike-
jauhan terlihat sebuah danau buatan.
Sore hari itu, waktu dihabiskan untuk berjalan sepanjang
tepi danau, melihat banyak sarang semut yang berupa gundukan
tanah merah yang bisa sampai 2 meter tingginya.
Makan malam di hotel menyenangkan sekali karena menunya
begitu bervariasi dan enak2, dan suasana makan malam di
restoran yang bersuasana country itu makin seru karena tamu
hotel tidak hanya dari rombongan kami saja, ada tamu2 orang
Barat dan juga rombongan pembuat film India yang siangnya
shooting disitu.
Sebenarnya kamar cottage itu bagus; terasa luas karena
cottage itu isinya selain bed dan kamar mandi juga ada ruang
duduk; tapi kembali tidak disediakan TV, padahal suasana malam
sepi sekali, mau nengok keluar juga gelap dan jarak ke cottage
lain sekitar 5 - 10 meter;
apalagi kalau ingat cerita Candra tentang banyaknya kasus
gigitan ular Cobra di Srilanka ini.
Malam yang sepi senyap itu tentu membuat kami cepat2 tidur
agar bisa terlelap melupakan suasana diluar cottage.
Breakfast seperti dinner semalam, juga menyenangkan sekali
karena banyak pilihan; dan sewaktu bus meninggalkan halaman
hotel, kami sempat melihat tulisan di tembok hotel :
Valet parking at your own risk ---------- !!??