Ini tulisan putri saya : dr.Nuke Yuliana, saat ini sedang mengikuti
pendidikan spesialisasi Anak di FK Unpad - Bandung.
PERJALANAN SUSUR PANTAI UJUNG KULON
13-20 AGUSTUS 2001
13-20 AGUSTUS 2001
Saya dan Wimpie beserta teman-teman satu kelompok perjalanan
(3 perempuan & 3 laki-laki) melakukan perjalanan susur pantai
sebagai salah satu syarat untuk menjadi anggota tetap organisasi
pecinta alam di FK UNPAD (AMP/Atlas Medical Pioneer)).
(3 perempuan & 3 laki-laki) melakukan perjalanan susur pantai
sebagai salah satu syarat untuk menjadi anggota tetap organisasi
pecinta alam di FK UNPAD (AMP/Atlas Medical Pioneer)).
Pada perjalanan kali ini, saya dan Wimpie berlaku sebagai mentor
perjalanan yang bertugas mengawasi dan bertanggung jawab terhadap
keselamatan regu selama perjalanan berlangsung.
Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk perjalanan ini antara lain
mengurus perijinan ke Polda Bandung, surat keterangan dari organisasi,
carrier, persiapan bahan makanan selama 3 hari + 2 hari untuk cadangan,
alat2 masak (misting, kompor parafin, kompor spiritus), bahan bakar
untuk memasak (parafin & spiritus), pakaian lapangan & tidur +
cadangan, sendal gunung, sepatu kets, kamera (untuk dokumentasi), dll
sehingga kurang lebih beban yang harus dibawa :
15 kg untuk perempuan dan 20 kg untuk laki-lakinya.
perjalanan yang bertugas mengawasi dan bertanggung jawab terhadap
keselamatan regu selama perjalanan berlangsung.
Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk perjalanan ini antara lain
mengurus perijinan ke Polda Bandung, surat keterangan dari organisasi,
carrier, persiapan bahan makanan selama 3 hari + 2 hari untuk cadangan,
alat2 masak (misting, kompor parafin, kompor spiritus), bahan bakar
untuk memasak (parafin & spiritus), pakaian lapangan & tidur +
cadangan, sendal gunung, sepatu kets, kamera (untuk dokumentasi), dll
sehingga kurang lebih beban yang harus dibawa :
15 kg untuk perempuan dan 20 kg untuk laki-lakinya.
H1 (13 Agustus 2001)
Persiapan berangkat (packing, dll), jam 00.30 ke terminal Leuwipanjang
Bandung, lalu naik bus ekonomi Garuda Pribumi (kami sengaja naik bus
pada jam tersebut agar dapat sampai di desa Taman jaya pada sore hari).
Persiapan berangkat (packing, dll), jam 00.30 ke terminal Leuwipanjang
Bandung, lalu naik bus ekonomi Garuda Pribumi (kami sengaja naik bus
pada jam tersebut agar dapat sampai di desa Taman jaya pada sore hari).
H2 (14 Agustus 2001)
Perjalanan menuju Serang (melewati jalur Puncak/Cipanas), sampai di
Serang pk. 06.00 pagi, makan pagi di terminal Serang (sempat kesal juga
karena harga makanannya terlalu mahal karena kita2 dikenai tarif turis!)
naik bus ke Labuan s.d pk. 09.30 pagi,
naik elf menuju desa Taman Jaya pk. 10.30 pagi.
Perjalanan menuju Serang (melewati jalur Puncak/Cipanas), sampai di
Serang pk. 06.00 pagi, makan pagi di terminal Serang (sempat kesal juga
karena harga makanannya terlalu mahal karena kita2 dikenai tarif turis!)
naik bus ke Labuan s.d pk. 09.30 pagi,
naik elf menuju desa Taman Jaya pk. 10.30 pagi.
Ada sepasang turis dari Swiss (Pierre & Virginie) yang ternyata punya
tujuan yang sama dengan kami sehingga akhirnya grup kami bertambah
anggota menjadi 10 orang.
Perjalanan dari Labuan sampai Taman Jaya selama 4 jam
(akibat elf sering menaik turunkan penumpang & kondisi jalan dari
Sumur-Taman Jaya rusak).
Sampai di Taman Jaya pk. 14.30 siang,
langsung disambut oleh petugas wana wisata di desa tsb
(dia bertindak sebagai guide kami di desa itu, sekaligus menawarkan
tempat menginap).
Kami mengurus perijinan di rumah sekretaris desa untuk melakukan
penelitian kesehatan mengenai sanitasi air di desa Taman Jaya,
kemudian kami menuju tempat menginap
(sebuah cottage sederhana yang cukup nyaman bagi kami).
tujuan yang sama dengan kami sehingga akhirnya grup kami bertambah
anggota menjadi 10 orang.
Perjalanan dari Labuan sampai Taman Jaya selama 4 jam
(akibat elf sering menaik turunkan penumpang & kondisi jalan dari
Sumur-Taman Jaya rusak).
Sampai di Taman Jaya pk. 14.30 siang,
langsung disambut oleh petugas wana wisata di desa tsb
(dia bertindak sebagai guide kami di desa itu, sekaligus menawarkan
tempat menginap).
Kami mengurus perijinan di rumah sekretaris desa untuk melakukan
penelitian kesehatan mengenai sanitasi air di desa Taman Jaya,
kemudian kami menuju tempat menginap
(sebuah cottage sederhana yang cukup nyaman bagi kami).
Setelah membereskan barang-barang, saya dan Wimpie mengurus ijin
masuk ke PHPA Ujung Kulon sedangkan yang lain melakukan
penelitian.
Petugas PHPA mengharuskan kami membawa guide selama perjalanan,
tetapi kami terpaksa menolak karena sebenarnya kami tidak boleh
membawa guide selama perjalanan.
Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya kami diijinkan tidak
membawa guide.
Setelah mandi dan makan malam lesehan, kami tidur ditemani
nyamuk2 pantai yang gigitannya lumayan bikin gatel2 badan.
Saya dan anak laki-laki tidur di lantai ruang tengah.
masuk ke PHPA Ujung Kulon sedangkan yang lain melakukan
penelitian.
Petugas PHPA mengharuskan kami membawa guide selama perjalanan,
tetapi kami terpaksa menolak karena sebenarnya kami tidak boleh
membawa guide selama perjalanan.
Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya kami diijinkan tidak
membawa guide.
Setelah mandi dan makan malam lesehan, kami tidur ditemani
nyamuk2 pantai yang gigitannya lumayan bikin gatel2 badan.
Saya dan anak laki-laki tidur di lantai ruang tengah.
H3 (15 Agustus 2001)
makan pagi, packing ulang, meneruskan penelitian, makan siang,
menunggu perahu yang akan mengantar kami ke pulau Peucang.
Ternyata perahu yang dicarikan oleh petugas wana wisata tidak ada
yang mau menunggu di pulau Peucang keesokan harinya untuk
menyeberangkan kami ke muara s. Cidaun,
sehingga akhirnya kami harus menunggu perahu jaga wana yang
mau mengantar kami besoknya.
Kami membereskan biaya administrasi selama menginap, lalu kami
pindah ke cottage yang lebih murah tapi letaknya tepat di pinggir pantai.
Turis dari Swiss memilih tidur di tenda yang mereka sewa dari wana
wisata.
makan pagi, packing ulang, meneruskan penelitian, makan siang,
menunggu perahu yang akan mengantar kami ke pulau Peucang.
Ternyata perahu yang dicarikan oleh petugas wana wisata tidak ada
yang mau menunggu di pulau Peucang keesokan harinya untuk
menyeberangkan kami ke muara s. Cidaun,
sehingga akhirnya kami harus menunggu perahu jaga wana yang
mau mengantar kami besoknya.
Kami membereskan biaya administrasi selama menginap, lalu kami
pindah ke cottage yang lebih murah tapi letaknya tepat di pinggir pantai.
Turis dari Swiss memilih tidur di tenda yang mereka sewa dari wana
wisata.
H4 (16 Agustus 2001)
Setelah makan pagi, mandi dan packing, kami naik perahu jagawana
menuju pulau Peucang pk. 08.00 pagi.
Di tengah perjalanan, perahu sempat berlabuh di pulau Handeuleum
untuk mengambil bahan bakar.
Di perahu itu ada perapian untuk memasak dan kami sempat menikmati
ikan bakar yang sungguh nikmat karena ikannya segar & dagingnya
juga enak.
Sebelum sampai di P. Peucang, salah seorang petugas mendapat ikan
cucut hasil pancingan di perahu tsb.
Kami cukup dibuat kaget karena ikannya mengamuk di atas perahu
sebelum akhirnya mati.
Kami tiba di P. Peucang pk. 12.00 siang, ke kantor jagawana untuk
melapor, lalu melanjutkan perjalanan ke Cidaun.
Pantai di P. Peucang cukup bagus untuk berenang karena ombaknya
tenang dan lautnya dangkal, dengan pasir putih dan pemandangan
yang indah.
Sayang kami tidak sempat menikmati keindahan pantai P. Peucang
lebih lama karena kami harus melanjutkan perjalanan.
Perahu tidak dapat merapat ke pantai karena pantainya terlalu dangkal,
sehingga akhirnya kami harus nyebur ke laut yang dalamnya sepinggang
sambil mengangkat carrier di atas kepala sejauh 20 meter.
Kami mencari tempat untuk makan siang di pinggir sungai, dan
di tengah jalan kami melewati padang rumput yang merupakan habitat
banteng.
Setelah cukup puas melihat banteng dan berfoto, kami memasak dan
makan siang sd. pk 14.30 siang.
Kami melanjutkan perjalanan melalui jalan setapak ditengah hutan
menuju titik bivoac kami di muara S. Cibunar.
Jalur ini merupakan jalan tembus dari pantai utara (Cidaun) ke pantai
selatan (Cibunar).
Setelah berjalan naik turun bukit selama 2,5 jam sejauh 8 km, kami
akhirnya sampai juga di pantai selatan yang pemandangannya cukup
membuat kami terbengong-bengong karena ombak yang begitu
besarnya sehingga pantai yang kami temui berupa tebing karang
yang sangat curam.
Kami menuju pos PHPA di muara s. Cibunar.
Setibanya di sana,kami bermalam di dalam pos bersama petugas yang
sedang berjaga di sana.
Karena sumber air tawar yang ada hanya sungai, akhirnya kami memutus-
kan mandi dan mengambil air di sungai sambil tetap berjaga-jaga terhadap
bahaya serangan buaya (dengar2 buaya cukup banyak di Ujung Kulon!).
Setelah makan pagi, mandi dan packing, kami naik perahu jagawana
menuju pulau Peucang pk. 08.00 pagi.
Di tengah perjalanan, perahu sempat berlabuh di pulau Handeuleum
untuk mengambil bahan bakar.
Di perahu itu ada perapian untuk memasak dan kami sempat menikmati
ikan bakar yang sungguh nikmat karena ikannya segar & dagingnya
juga enak.
Sebelum sampai di P. Peucang, salah seorang petugas mendapat ikan
cucut hasil pancingan di perahu tsb.
Kami cukup dibuat kaget karena ikannya mengamuk di atas perahu
sebelum akhirnya mati.
Kami tiba di P. Peucang pk. 12.00 siang, ke kantor jagawana untuk
melapor, lalu melanjutkan perjalanan ke Cidaun.
Pantai di P. Peucang cukup bagus untuk berenang karena ombaknya
tenang dan lautnya dangkal, dengan pasir putih dan pemandangan
yang indah.
Sayang kami tidak sempat menikmati keindahan pantai P. Peucang
lebih lama karena kami harus melanjutkan perjalanan.
Perahu tidak dapat merapat ke pantai karena pantainya terlalu dangkal,
sehingga akhirnya kami harus nyebur ke laut yang dalamnya sepinggang
sambil mengangkat carrier di atas kepala sejauh 20 meter.
Kami mencari tempat untuk makan siang di pinggir sungai, dan
di tengah jalan kami melewati padang rumput yang merupakan habitat
banteng.
Setelah cukup puas melihat banteng dan berfoto, kami memasak dan
makan siang sd. pk 14.30 siang.
Kami melanjutkan perjalanan melalui jalan setapak ditengah hutan
menuju titik bivoac kami di muara S. Cibunar.
Jalur ini merupakan jalan tembus dari pantai utara (Cidaun) ke pantai
selatan (Cibunar).
Setelah berjalan naik turun bukit selama 2,5 jam sejauh 8 km, kami
akhirnya sampai juga di pantai selatan yang pemandangannya cukup
membuat kami terbengong-bengong karena ombak yang begitu
besarnya sehingga pantai yang kami temui berupa tebing karang
yang sangat curam.
Kami menuju pos PHPA di muara s. Cibunar.
Setibanya di sana,kami bermalam di dalam pos bersama petugas yang
sedang berjaga di sana.
Karena sumber air tawar yang ada hanya sungai, akhirnya kami memutus-
kan mandi dan mengambil air di sungai sambil tetap berjaga-jaga terhadap
bahaya serangan buaya (dengar2 buaya cukup banyak di Ujung Kulon!).
H5 (17 Agustus 2001)(17 Agustus 2001)
Pada pagi hari, kami mengalami sedikit masalah mengenai sumber air
sebab air sungai di daerah muara menjadi sedikit payau akibat air laut
yang sedang pasang sehingga kami harus mengambil air lebih ke dalam
atau bisa juga dari anak sungainya.
Kami terkejut ketika melihat pasir di muara sungai yang berubah warna
menjadi hijau muda dan setelah kami melihat lebih dekat, ternyata warna
hijau tsb adalah kumpulan jutaan anak kepiting yang keluar dari dalam
pasir menuju air laut!
sebab air sungai di daerah muara menjadi sedikit payau akibat air laut
yang sedang pasang sehingga kami harus mengambil air lebih ke dalam
atau bisa juga dari anak sungainya.
Kami terkejut ketika melihat pasir di muara sungai yang berubah warna
menjadi hijau muda dan setelah kami melihat lebih dekat, ternyata warna
hijau tsb adalah kumpulan jutaan anak kepiting yang keluar dari dalam
pasir menuju air laut!
Kami berangkat menuju titik perberhentian kami berikutnya ke arah
timur jam 10 pagi.
Pada awalnya, medan pantai yang kami lalui berupa tebing karang se-
tinggi 20 meter-an, sambil sekali-kali wajah kami sedikit basah oleh
angin yang bercampur air laut dari pecahan ombak yang begitu
kencangnya!
Di tengah jalan, kami bertemu kelompok peziarah yang sedang beristi-
rahat.
Mereka berkata hari ini angin bertiup begitu kencang, tidak seperti
biasanya.
Kemungkinan disebabkan karena hari ini kebetulan adalah hari kemerde-
kaan Indonesia yang jatuhnya pas pada hari Jumat Kliwon.
Setelah bertemu muara sungai berikutnya, baru medan yang kami lalui
berubah menjadi medan pasir yang sangat luas sehingga kami seperti
berjalan di gurun pasir.
Kami mengalami hambatan2 yang cukup berat akibat angin yang
sangat kencang dan bertiup berlawanan arah dengan arah kami berjalan.
Selain itu, daerah pasir yang mudah diinjak adalah di sekitar garis
pantai, yaitu batas antara air dengan pasir sehingga kami harus super
hati-hati terhadap ombak yang sering tidak bisa diduga, yang sewaktu-
waktu bisa menyambar kami!
Setelah berjalan kurang lebih 10 km, kami sampai di muara s. Cikeusik
pk. 13.00.
Kami bertemu dengan Alan Compos,seorang pembuat film dokumenter
yang sedang membuat film tentang badak cula satu yang habitatnya di
sekitar s. Cikeusik.
Kami sulit sekali memasak untuk makan siang akibat angin yang sangat
kencang bercampur dengan pasir yang mengotori makanan dan alat
masak kami.
Kami berjalan lagi sejauh 10 km menuju muara s. Cibandowoh selama
2,5 jam saja.
Kami berjalan sangat cepat untuk keadaan medan seperti itu, mungkin
karena kami sangat bersemangat untuk menyamai kecepatan kedua turis
Swiss yang berjalan cepat sekali.
Kami harus memeras tenaga kami karena satu langkah kaki mereka
adalah 3 langkah kaki kami!
Kami akhirnya sampai di shelter s. Cibandowoh jam 5 sore.
Disana kami bertemu dengan bapak tua yang ternyata adalah porter
Alan Compos yang mau kembali ke Taman Jaya, tapi tidak bisa mene-
ruskan perjalanan akibat sakit.
Kami membuat camp dan mencari sumber air tawar, dan ternyata satu-
satunya sumber air adalah sebuah kubangan air yang kondisinya sangat
diragukan kebersihannya,karena airnya sedikit dan terlihat kotor,
selain itu ada ikan-ikan yang berenang di dalam kubangan air tsb.
Kami tidak bisa menggunakan air tsb untuk minum, sehingga perse-
diaan air minum kami menipis sekali.
Untung Pierre membawa neutralizer sehingga kami bisa membuat
minuman hangat seadanya.
Kami tidak bisa mandi, sehingga badan yg kotor oleh pasir dan keringat
hanya dibersihkan dgn tissue basah saja.
timur jam 10 pagi.
Pada awalnya, medan pantai yang kami lalui berupa tebing karang se-
tinggi 20 meter-an, sambil sekali-kali wajah kami sedikit basah oleh
angin yang bercampur air laut dari pecahan ombak yang begitu
kencangnya!
Di tengah jalan, kami bertemu kelompok peziarah yang sedang beristi-
rahat.
Mereka berkata hari ini angin bertiup begitu kencang, tidak seperti
biasanya.
Kemungkinan disebabkan karena hari ini kebetulan adalah hari kemerde-
kaan Indonesia yang jatuhnya pas pada hari Jumat Kliwon.
Setelah bertemu muara sungai berikutnya, baru medan yang kami lalui
berubah menjadi medan pasir yang sangat luas sehingga kami seperti
berjalan di gurun pasir.
Kami mengalami hambatan2 yang cukup berat akibat angin yang
sangat kencang dan bertiup berlawanan arah dengan arah kami berjalan.
Selain itu, daerah pasir yang mudah diinjak adalah di sekitar garis
pantai, yaitu batas antara air dengan pasir sehingga kami harus super
hati-hati terhadap ombak yang sering tidak bisa diduga, yang sewaktu-
waktu bisa menyambar kami!
Setelah berjalan kurang lebih 10 km, kami sampai di muara s. Cikeusik
pk. 13.00.
Kami bertemu dengan Alan Compos,seorang pembuat film dokumenter
yang sedang membuat film tentang badak cula satu yang habitatnya di
sekitar s. Cikeusik.
Kami sulit sekali memasak untuk makan siang akibat angin yang sangat
kencang bercampur dengan pasir yang mengotori makanan dan alat
masak kami.
Kami berjalan lagi sejauh 10 km menuju muara s. Cibandowoh selama
2,5 jam saja.
Kami berjalan sangat cepat untuk keadaan medan seperti itu, mungkin
karena kami sangat bersemangat untuk menyamai kecepatan kedua turis
Swiss yang berjalan cepat sekali.
Kami harus memeras tenaga kami karena satu langkah kaki mereka
adalah 3 langkah kaki kami!
Kami akhirnya sampai di shelter s. Cibandowoh jam 5 sore.
Disana kami bertemu dengan bapak tua yang ternyata adalah porter
Alan Compos yang mau kembali ke Taman Jaya, tapi tidak bisa mene-
ruskan perjalanan akibat sakit.
Kami membuat camp dan mencari sumber air tawar, dan ternyata satu-
satunya sumber air adalah sebuah kubangan air yang kondisinya sangat
diragukan kebersihannya,karena airnya sedikit dan terlihat kotor,
selain itu ada ikan-ikan yang berenang di dalam kubangan air tsb.
Kami tidak bisa menggunakan air tsb untuk minum, sehingga perse-
diaan air minum kami menipis sekali.
Untung Pierre membawa neutralizer sehingga kami bisa membuat
minuman hangat seadanya.
Kami tidak bisa mandi, sehingga badan yg kotor oleh pasir dan keringat
hanya dibersihkan dgn tissue basah saja.
H6 (18 Agustus 2001)
Pierre dan Virginie memutuskan untuk mendahului kami ke Taman Jaya
karena mereka berencana mau ke Bali, sehingga kami harus berpisah
hari ini.
Kami berencana membawa bapak yang sakit ke pos berikutnya,
tapi bapak tsb menolak dan menitip pesan kepada kami agar
meminta anaknya di Taman Jaya untuk menjemput dia di shelter.
Kami menyuntik dextrose iv agar bapak tersebut tidak terkena hipo
glikemi akibat tidak makan selama berhari-hari.
Selain itu kami membekali dia makanan dan minuman seadanya
karena persediaan kami pun terbatas.
Kami meneruskan perjalanan ke pos Karang Randjang
selama 2 jam, di sana kami menemukan sumur yang airnya cukup
banyak.
Kami mengisi cukup air untuk diminum selama perjalanan
sampai pos berikutnya.
Kami makan pagi dan siang sekaligus di sana.
Sayangnya tidak ada orang yang menjaga pos tsb sehingga kami tidak
bisa meminta bantuan untuk menolong bapak yang sakit tsb.
Pierre dan Virginie memutuskan untuk mendahului kami ke Taman Jaya
karena mereka berencana mau ke Bali, sehingga kami harus berpisah
hari ini.
Kami berencana membawa bapak yang sakit ke pos berikutnya,
tapi bapak tsb menolak dan menitip pesan kepada kami agar
meminta anaknya di Taman Jaya untuk menjemput dia di shelter.
Kami menyuntik dextrose iv agar bapak tersebut tidak terkena hipo
glikemi akibat tidak makan selama berhari-hari.
Selain itu kami membekali dia makanan dan minuman seadanya
karena persediaan kami pun terbatas.
Kami meneruskan perjalanan ke pos Karang Randjang
selama 2 jam, di sana kami menemukan sumur yang airnya cukup
banyak.
Kami mengisi cukup air untuk diminum selama perjalanan
sampai pos berikutnya.
Kami makan pagi dan siang sekaligus di sana.
Sayangnya tidak ada orang yang menjaga pos tsb sehingga kami tidak
bisa meminta bantuan untuk menolong bapak yang sakit tsb.
Kami meneruskan perjalanan menembus hutan sejauh 2 km yang
merupakan jalan tembus dari pantai selatan ke pantai utara.
Setelah berjalan selama 0,5 jam, kami sampai di tepi pantai yang
keadaannya sangat berbeda dengan pantai selatan, dimana ombak
begitu tenangnya sehingga pantainya berupa rawa yang tergenang.
Kami tidak bisa jalan di pantai, sehingga harus berjalan di jalan
setapak melipir pantai. setelah berjalan sejauh 2 km, rawa berganti
menjadi pasir putih sehingga kami bisa berjalan di pantai lagi.
merupakan jalan tembus dari pantai selatan ke pantai utara.
Setelah berjalan selama 0,5 jam, kami sampai di tepi pantai yang
keadaannya sangat berbeda dengan pantai selatan, dimana ombak
begitu tenangnya sehingga pantainya berupa rawa yang tergenang.
Kami tidak bisa jalan di pantai, sehingga harus berjalan di jalan
setapak melipir pantai. setelah berjalan sejauh 2 km, rawa berganti
menjadi pasir putih sehingga kami bisa berjalan di pantai lagi.
Di tengah jalan kami bertemu kelompok besar kerbau yang sedang
berjemur di pantai.
Kami menebak-nebak bagaimana kerbau tsb bisa mencapai
pantai tsb karena tidak ada penduduk di sana.
Kami sampai di Tanjung Lame yang merupakan pusat kegiatan
Konservasi Badak Ujung Kulon pk. 15.00, dan kami beristirahat
di sana sambil melapor kepada petugas.
Kami bersantai sambil memakan kelapa yang dipetik dari pohon
kelapa di sana (Wimpie yang memanjat menggunakan webbing!).
Setelah itu kami meneruskan perjalanan ke Taman Jaya.
Pemandangan di tepi pantai sangat indah dan kami dapat menikmati
sunset di sepanjang jalan.
Di tengah jalan, kami bertemu muara sungai yang cukup dalam
sehingga kami tidak bisa menyeberang dengan berjalan kaki.
Untung saja ada sampan penduduk yang kebetulan lewat dan mau
menyeberangkan kami walaupun harus bolak balik sebanyak 4 kali.
Kami akhirnya sampai kembali di Taman Jaya pk 6 sore dan langsung
membuat camp di dekat cottage tempat kami menginap waktu itu.
Kami lega sekali karena dapat kembali ke desa dan beristirahat
serta mandi dengan tenang.
Sayangnya ketenangan kami diganggu oleh peringatan dari pemilik
cottage yang memperingatkan kami agar berhati-hati terhadap barang-
barang kami karena sering terjadi pencurian di sana.
Memang ternyata tempat kami berbivoac sekarang dipakai untuk
menjaga udang hasil tangkapan nelayan setempat pada malam hari.
berjemur di pantai.
Kami menebak-nebak bagaimana kerbau tsb bisa mencapai
pantai tsb karena tidak ada penduduk di sana.
Kami sampai di Tanjung Lame yang merupakan pusat kegiatan
Konservasi Badak Ujung Kulon pk. 15.00, dan kami beristirahat
di sana sambil melapor kepada petugas.
Kami bersantai sambil memakan kelapa yang dipetik dari pohon
kelapa di sana (Wimpie yang memanjat menggunakan webbing!).
Setelah itu kami meneruskan perjalanan ke Taman Jaya.
Pemandangan di tepi pantai sangat indah dan kami dapat menikmati
sunset di sepanjang jalan.
Di tengah jalan, kami bertemu muara sungai yang cukup dalam
sehingga kami tidak bisa menyeberang dengan berjalan kaki.
Untung saja ada sampan penduduk yang kebetulan lewat dan mau
menyeberangkan kami walaupun harus bolak balik sebanyak 4 kali.
Kami akhirnya sampai kembali di Taman Jaya pk 6 sore dan langsung
membuat camp di dekat cottage tempat kami menginap waktu itu.
Kami lega sekali karena dapat kembali ke desa dan beristirahat
serta mandi dengan tenang.
Sayangnya ketenangan kami diganggu oleh peringatan dari pemilik
cottage yang memperingatkan kami agar berhati-hati terhadap barang-
barang kami karena sering terjadi pencurian di sana.
Memang ternyata tempat kami berbivoac sekarang dipakai untuk
menjaga udang hasil tangkapan nelayan setempat pada malam hari.
H7 (19 Agustus 2001)
Pagi harinya kami sadar kalau beberapa barang kami yang kami jemur
hilang. Untungnya tidak ada barang yang berharga.
Setelah melapor ke petugas Jagawana di sana, kami meneruskan
perjalanan kembali ke titik akhir perjalanan yaitu di muara s. Ciawipaeh.
Kali ini medan yang kami lalui tidak begitu berat karena dekat dengan
penduduk dan jalan raya.
Tantangan yang kami hadapi hari ini adalah panas teriknya matahari
yang cukup membuat lelah dan lemas serta membuat muka kami
seperti kepiting rebus.
Sebelum makan siang, kami ditraktir makan kelapa oleh penduduk se-
tempat yang lagi memetik kelapa menggunakan galah panjang
(lebih modern dari cara kami yang memanjat langsung!)
Setelah kekenyangan makan kelapa, kami makan siang di rumah
penduduk dekat pantai pk 12.30.
Kami meneruskan perjalanan ke titik akhir, dan melewati pantai dan
laut yang sangat indah.
Ingin sekali kami berenang di laut yang jernih dan dangkal yang kami
lewati, tapi kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan karena
tuntutan rencana operasi yang bisa tertunda.
Pagi harinya kami sadar kalau beberapa barang kami yang kami jemur
hilang. Untungnya tidak ada barang yang berharga.
Setelah melapor ke petugas Jagawana di sana, kami meneruskan
perjalanan kembali ke titik akhir perjalanan yaitu di muara s. Ciawipaeh.
Kali ini medan yang kami lalui tidak begitu berat karena dekat dengan
penduduk dan jalan raya.
Tantangan yang kami hadapi hari ini adalah panas teriknya matahari
yang cukup membuat lelah dan lemas serta membuat muka kami
seperti kepiting rebus.
Sebelum makan siang, kami ditraktir makan kelapa oleh penduduk se-
tempat yang lagi memetik kelapa menggunakan galah panjang
(lebih modern dari cara kami yang memanjat langsung!)
Setelah kekenyangan makan kelapa, kami makan siang di rumah
penduduk dekat pantai pk 12.30.
Kami meneruskan perjalanan ke titik akhir, dan melewati pantai dan
laut yang sangat indah.
Ingin sekali kami berenang di laut yang jernih dan dangkal yang kami
lewati, tapi kami memutuskan untuk meneruskan perjalanan karena
tuntutan rencana operasi yang bisa tertunda.
Tetapi kemudian kami melewati kolam renang di pinggir pantai milik
resort Ciputih.
Kebetulan mbak yang menjaga kolam tsb mengijinkan kami berenang
di kolam tsb sehingga akhirnya kami tidak tahan untuk tidak berenang
di sana.
Karena tidak membawa pakaian renang, kami akhirnya berenang
menggunakan pakaian lengkap!
Setelah berenang selama 15 menit saja, kami harus meneruskan per-
jalanan kembali ke titik akhir karena waktu sudah pk. 5 sore.
Kami sampai di titik akhir pk 6 sore dan langsung menuju ke desa
Ciawi tempat pool elf yang akan kami tumpangi keesokan harinya
menuju Labuan kembali.
Kami menginap di pesantren depan pool elf.
Tempat mandi di sana berupa sumur yang hanya dibatasi oleh
tembok yang tingginya hanya 0,5 meter saja.
Ketika kami tidur, angin bertiup sangat kencang di atas atap
sehingga kami merasa seperti ada di pinggir pantai yang sedang
terkenabadai.
Anehnya sendal2 kami diluar tidak terkena angin tsb.
resort Ciputih.
Kebetulan mbak yang menjaga kolam tsb mengijinkan kami berenang
di kolam tsb sehingga akhirnya kami tidak tahan untuk tidak berenang
di sana.
Karena tidak membawa pakaian renang, kami akhirnya berenang
menggunakan pakaian lengkap!
Setelah berenang selama 15 menit saja, kami harus meneruskan per-
jalanan kembali ke titik akhir karena waktu sudah pk. 5 sore.
Kami sampai di titik akhir pk 6 sore dan langsung menuju ke desa
Ciawi tempat pool elf yang akan kami tumpangi keesokan harinya
menuju Labuan kembali.
Kami menginap di pesantren depan pool elf.
Tempat mandi di sana berupa sumur yang hanya dibatasi oleh
tembok yang tingginya hanya 0,5 meter saja.
Ketika kami tidur, angin bertiup sangat kencang di atas atap
sehingga kami merasa seperti ada di pinggir pantai yang sedang
terkenabadai.
Anehnya sendal2 kami diluar tidak terkena angin tsb.
H8 (20 Agustus 2001)
Kami naik elf pk. 6 pagi menuju Labuan dan makan pagi disana. setelah
itu naik bus ekonomi ke Serang dan akhirnya bus AC yang kami tunggu2
datang dan kami duduk dengan tenang menuju Tangerang.
Kami naik elf pk. 6 pagi menuju Labuan dan makan pagi disana. setelah
itu naik bus ekonomi ke Serang dan akhirnya bus AC yang kami tunggu2
datang dan kami duduk dengan tenang menuju Tangerang.
Foto lengkap di : http://smulya.multiply.com/photos/album/14
pagi dr sindhiarta, salam kenal dok. Wah ternyata dr.sindhiarta papanya teh nuke ya.. Sy angkatan 2000 fk unpad. Dulu wkt koas d anak sempat bareng teh nuke..Ok, sukses ya utk dr. Sindhi & teh nuke...
ReplyDeletehallo,
ReplyDeletesalam kenal juga, makasih udah mampir,
kalo gitu beda 3 tahun sama Nuke
sukses selalu yah
salam
sm
dr Sindhi, btk ya undangannya.. Saya ketemu tulisan ini waktu lagi googling, jadi mampir deh.. Hehe.. Salam ^_^
ReplyDelete