Minggu pagi, 20 Agustus 2006 - handphone saya bunyi dan
terdengar suara Dr.Ati - Dok, udah sampai mana ?, kami sudah
dilokasi dan bikin sembilan team P3K, sebentar lagi mau start.
Lho, saya kan nggak jadi ikut, sudah beritahu Dr.Renny kemarin.
Mendengar itu, istri saya ngegerundel, soalnya dia pengen banget
ikutan tiwok di Gunung Mas yang diikuti sekitar 500 pemuda/pemudi
gereja Katolik St.Maria Tangerang, sedangkan saya ogah ikutan,
serem dengan macetnya Puncak kalau long-weekend.
Mendadak istri saya nyeletuk, yah udah kita ke Garut ajah !
Busyet deh, ke Garut ?! - emang kirain deket ? - nggak salah nih ?.
Iyah, kita ke Cipanas Garut, coba aja cari hotel, kalo dapet
besoknya naik ke puncak Papandayan, kalo nggak dapat kita
balik ke tempat Nuke di Bandung.
Ampun deh ! kan baru beberapa hari lalu ke Bandung - tapi
daripada ngeliatin istri manyun terus dirumah, segera beberes
dan jam 8.30 meluncur.
Jalan tol Cikampek, ramai lancar dan seperti biasa kami mencari
tempat toilet stop. Dari tiga service area kami pilih yang terakhir
karena belum pernah mampir disitu.
Bersaing dengan service area pertama/Km 19 yang "elit" dengan
Starbuck, rupanya Service Area Km 57 juga tidak kalah asyik.
Disitu ada aneka rumah makan mulai dari Solaria - Boboko -
Soto Sadang Asli - Ayam Taliwang Senggigi Lombok yang men-
jamin kalo pedesnya bikin nangis !, dan Rumah makan Pepes
Jambal Walahar Haji Dirja, wah sayang sekali kami tadi sudah
keburu makan dirumah.
Memasuki tol Cipularang, terasa sekali suasana long week-end,
penuh kendaraan plat nomer B, dan baru kali ini saya melalui tol
Cipularang tidak bisa ngebut, dan benar saja terlihat petunjuk :
Pintu Tol Pasteur padat !! (esoknya saya tanya petugas loket,
katanya antrian sampai 4 kilometer).
Untunglah kali ini perjalanan kami bukan kearah situ, tapi
bablas terus sampai akhir jalan tol di Cileunyi.
Selepas tol, mengarah ke Rancaekek lalu masuk jalan biasa yang
cukup lebar dengan pembatas jalan ditengah, dan terbaca Garut
sekitar 40-an km. Sempat terfikir ntar lagi juga nyampe nih.
Tapi baru saja sekian menit, tampak didepan ekor kendaraan
yang berhenti memenuhi jalan tiga jalur itu, lha ada apa nih.
Saya panggil pedagang asongan - Mang, koq macet, ada apa ?
Oh ada perbaikan jalan, jalannya menyempit tinggal sejalur.
Masih jauh mang ?
Yah lumayan, lima kilometer !
Astagaaaaa !!
Maju beringsut, ketemu pedagang asongan yang lain.
Penasaran - saya nanya lagi. Mang, jauh macetnya ?.
Yah ada satu kilo dah.
Lha mana yang bener nih !
Ternyata omongan dua orang itu rupanya patungan,
soalnya yang bener adalah tiga kilometer - bener juga yah
5 tambah 1 dibagi dua kan sama dengan tiga.
Alhasil 1 jam 15 menit barulah terbebas dari "neraka"jalanan
itu, dan tentu waktu makan siang sudah terlewat.
Selepas Nagreg, kami mampir di Ponyo dan suasana resto
yang menawarkan makan di saung dengan latar belakang
gunung terasa cocok untuk melepas kepenatan habis bermacet
ria sekian lama itu.
Tapi tunggu punya tunggu engga diladeni juga, wah daripada
istri keburu kelenger kelaparan mendingan cabut aja deh.
Tak jauh meninggalkan Ponyo tampak didepan merek besar :
Mak Ecot Asli (tadinya kirain Mak Erot) -
Rumah Makan Khas Sunda - Pindang Pusaka.
Sebelum masuk rumah makan yang terlihat ramai itu, terlihat
pemberitahuan di batang pohon : Oleh Oleh Khas Nagreg -
Best Seller , Ladu Ketan Asli Nagreg, Dodol Kacang Merah
Nagreg, pake tanda bintang lima lagi, hebaaat.
Rumah makannya memang sederhana saja, dibelakang malah
ada rel kereta api segala, tapi dipenuhi pengunjung.
Tentu untuk makanan kami pilih Pindang Pusaka Ikan Mas
yang diunggulkan itu, dengan ditemani sop kikil dan pepes jamur.
Pindang ikan emas ukuran lebar telapak tangan itu tidak menge-
cewakan, begitu pula oleh-oleh Ladu dan Dodol kacang merah
enak sekali.
Saat meluncur mendekati Garut saya tertarik melihat papan
petunjuk dikiri jalan : Candi Cangkuang -
lho apa iya ada candi disini ?
Penasaran, maka belok kiri memasuki jalan desa beraspal,
dan sekitar 3 kilometer tampaklah danau dengan sebuah
pulau ditengahnya tampak agak tinggi dan rimbun,
disitulah letaknya candi kata petugas parkir.
Memang dari kejauhan tampak candi diatas bukit, tapi untuk
bisa kesana harus naik getek.
Seharusnya bayar 3000,-/orang tapi mesti ramean, padahal
sedang sepi, maka borongan saja 30 ribu daripada nunggu.
Asyik sekali menyebrangi danau sedalam 3 meter itu, getek
dijalankan dengan cara didorong pakai batang bambu,
persis cara getek dilayarkan di sungai Cisadane jaman dulu.
Candi Cangkuang adalah satu-satunya Candi Hindu ditanah
Sunda, konon dari abad VIII, reruntuhannya ditemukan pada
tahun 1966, dan dipugar tahun 1978.
Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat, berukuran
4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m.
Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m
(tinggi) x 0,6 m (lebar).
Didalam candi tampak arca Syiwa yang sudah rusak, wajahnya
datar, bagian tangan hingga kedua pergelangan telah hilang.
Sekeliling candi dipenuhi pepohonan yang tinggi yang rimbun.
Tak jauh dari candi, terdapat Kampung Adat Pulo, banyak
cerita unik dan menarik dari kampung adat itu.
Kampung Pulo sejak zaman dulu mampu mempertahankan
jumlah rumah mereka hanya enam buah.
Posisi rumah di kampung itu berjejer berhadap-hadapan
masing-masing tiga buah dan ditambah satu buah masjid.
Rumah paling besar milik kuncen, panjangnya hampir 20
meter dengan lebar delapan meter. Semuanya rumah
panggung beratapkan genting.
Bentuk atap rumah harus memanjang atau dalam bahasa
mereka suhunan jolopong.
Dalam setiap rumah, tidak boleh ada dua KK sehingga
kalau ada pengantin baru atau keluarga yang menikah,
harus segera keluar dari kampung itu.
Dia bisa kembali ke rumah adat itu, bila salah satu kepala
keluarga meninggal dunia dan ditentukan atas pemilihan
keluarga setempat.
Keturunan yang berhak tinggal yaitu anak perempuan.
Dalam kehidupan sehari-hari, warga Kampung Pulo dilarang
memelihara hewan berkaki empat, seperti kerbau, kambing.
Warga juga dilarang menggunakan gong besar untuk hiburan.
Kampung Pulo kemungkinan besar dulu tempat penyebaran
agama Hindu, ditandai adanya Candi Cangkuang itu.
Sekitar jam 16 tibalah kami di Cipanas Garut, langsung menuju
hotel Tirtagangga, dan langsung pula tidak jadi masuk, wong
mau parkir aja sudah tidak bisa, pastilah hotel itu sudah penuh.
Balik lagi dan mencari hotel besar lainnya, dan tampaklah Hotel
dan Resort Sabda Alam - kami parkir dan menuju resepsionis.
Pertanyaan saya bukan : Mbak masih ada kamar kosong ?,
tapi dengan pede-nya : Mbak, penuh yah ?.
Karena diseberang Sabda Alam ada hotel besar lainnya maka
dengan jalan kaki kami menuju kesana, dan pertanyaan ke
mbak resepsionis disitu juga sama : Mbak, penuh yah ?.
Seperti sudah "diharapkan" jawaban juga sama -
Iya pak, penuh.
Hotel Danau Dariza ini unik sekali, bungalow-nya bukan saja
berbentuk rumah Gadang/rumah Sunda/rumah Batak dan
rumah Nusa Tenggara Timur, juga dibangun persis ditepian
danau, serasa di Venesia saja.
Rate-nya juga unik, ada rate Week-days, Week-end (Jumat -
Minggu) dan Holiday.
Kalau week-end sekitar 400 ribu maka holiday dua kali lipat,
tapi rumah NTT yang suite room ratenya dari 2 juta menjadi
2,5 juta pada holiday.
Selain bisa mandi air panas alami dikamar, juga bisa di kolam
renang air panas atau air dingin yang dilengkapi jacuzzi segala.
Selain waterboom, juga bisa main sepeda air kesana kemari
didepan rumah- rumah tersebut.
Kami tentu hanya bisa sejenak menghibur diri duduk-duduk
di Cafe Island yang ada ditengah danau hotel itu, dan sekitar
jam 18 kembali menuju Bandung.
Esok hari, jam 11 nerima SMS dari pak Bondan :
Hati2 di jalan kalau pulang nanti. Pasti muacet banget.
Semoga tabah !
Wuah, buru2 makan siang di Green Tea resto seperti
dianjurkan bu Sofia Mansoor, dan jam 13.30 sudah
meluncur masuk jalan tol Pasteur.
Di pintu tol Padalarang Barat memang sudah ada antrian
yang cukup panjang, tapi tidak lama karena semua gate
dibuka kearah Cikampek, hanya disisakan satu saja untuk
arah ke Bandung.
Dan selepas itu jalan walau ramai sekali tapi tidak tersendat.
Sore hari dirumah lihat info Metro TV :
Pintu tol Padalarang Barat padat, antrian 7 kilometer !!.
Bujugbuneng !!
Catatan :
Rumah Makan Mak Ecot Asli
Jln. Raya Nagreg Garut Km.36
Telpon : (022) - 7949025.
Sabda Alam Hotel & Resort
Jl. Raya Cipanas No: 3 Garut.
Telpon : 0262 - 540054.
Danau Dariza Resort & Hotel.
Jl. Cipanas Raya No: 44/45 Garut.
Telpon : (0262) - 243693 / 7.
Green Tea Resto
Jl. Setiabudi No: 83.
Bandung.
Telpon : 022 - 2031883.
LOL... kalo mak Erot gak ada yang datang kali Pak!!
ReplyDeleteWOW...... Lovely.
ReplyDeletekalau pemandangannya bagus kayak gini dan menginap, ya ok ok aja jalan jauh.
ReplyDeleteWach Bapak memang paling bisa nih cari2 tempat OK .. jadi penasaran juga ke Cangkuang ...
ReplyDeleteKemarin saya juga ke Bandung, tapi pergi Rabu malam, pulang jumat sore .. yang ada luaaancaaarr ... cuman 2 jam balik ke Jakarta :)
Sudah pernah mampir Kampung Sampiruen? Tempatnya sangat romantis sekali.
ReplyDeleteWow ternyata orang qta kreatif juga yah, bisa buat danau buatan yg ok plus villa2 diatasnya.
ReplyDeleteMacet di rancaekek ya Pak??ga bilang2 sih mau ke sana..(nah itulah yang membatalkan group kakak saya pergi ke Garut juga, hehe...)kalo enggak khan saya kasih tau.....
ReplyDelete" Selepas Nagreg, kami mampir di Ponyo dan suasana resto
ReplyDeleteyang menawarkan makan di saung dengan latar belakang
gunung terasa cocok untuk melepas kepenatan habis bermacet
ria sekian lama itu.
Tapi tunggu punya tunggu engga diladeni juga, wah daripada
istri keburu kelenger kelaparan mendingan cabut aja deh."
Wah, kalo di makan di Ponyo saya udah kapok, dok. Di Ponyo Tasik saya pernah nunggu sejam lebih ngga datang-datang itu pesenan. Pingsan, deh.
Wah,membaca dan melihat2 photo2 Bapak saya teringat masa muda,tukang ngluyur,sekarang sudah berat utk drive jarak jauh,pakai driver nggak asyik,privacy terganggu.....
ReplyDeleteGunakan masa muda utk mengetahui alam sekitar kita yg sangat tidak terbatas keindahannya,dan selamatkan peninggalan2 nenek moyang yang banyak sudah rusak oleh jaman ataupun pencurian tangan2 kotor utk pemuasan kantong pribadi.sungguh bahagia membaca dan melihat2 photo alam sekitar dari Bapak.
Salam dari impesa
Ngiler :))
ReplyDeleteAduh nikmatnya baca perjalanan pak Sindhi... banyak informasi lagi.... Makasih pak Sindhi salam ya untuk keluarga...
ReplyDelete
ReplyDeletehallo semua,
makasih komentar-nya,
memang daerah sekitar Garut ternyata menyimpan
cukup banyak tempat yang asyik utk dikunjungi,
kendalanya tentu tidak jauh dari soal kemacetan,
dan pelayanan di resto yang keteteran kalau tamu
datang banyak sekaligus.
saya pernah ke Kp.Sampireun, diteruskan ke kawah Kamojang,
tapi belum sempat ke puncak Papandayan.
salam
sm
Wah, di sini lagi mendung-mendung hujan...ngiler banget liat ini!
ReplyDeletelokasi Green Tea ini dimana Dok
ReplyDeleteRuma gadang ditepi danau sebuah konsep yang bagus. Sayang alat transportasinya kok gak matching, sepeda air. Mestinya perahu macam di Kampung Sampierun gitu lho.
ReplyDelete