Belum lama dan belum lagi hilang trauma terkena macet di Puncak,
tiba-tiba istri saya mengajak pergi lagi ke Cipanas !.
Wuah, koq engga kapok yah ?
Kalau bulan lalu kami ke Puncak untuk ikut Tiwok, kali ini karena
ada acara kumpul keluarga besar mertua di villa Cipanas Bersemi.
Rombongan keluarga besar berangkat Sabtu, kalau kita hari Minggu
tanggal 31 Desember 2006 saja, kata istri saya.
Wah pusing kepala dah, mengunjungi Puncak saat-saat liburan gini
kan sama saja "cari mati ", macetnya pasti minta ampun.
Tapi yah sudah, daripada ber-Malam Tahun Baru sambil ngeliatin
istri manyun trus, mending berangkat juga dah asal start-nya paling
lambat jam 05.30.
Pembantu rumah dipesan wanti-wanti untuk membangunkan jam 5.00.
Pokoknya kalau sampai bangun-nya telat - batal !!.
Eh malahan saya yang bangun duluan jam 4.30 - padahal rasanya
sudah "puluhan tahun" saya tidak bangun sepagi itu, barangkali
stress takut kena macet menyebabkan terbangun sendiri sepagi itu.
Dibawah guyuran hujan cukup lebat, jam 5.15 kami berangkat.
Jalan lancar sekali dan sekitar jam 06.10 kami sudah sampai di
lampu merah Ciawi.
Memasuki kawasan Puncak, masih tetap gerimis dan didekat
Riung Gunung kami menepi karena melihat pemandangan cantik -
tampak hamparan kebun teh hijau dengan latar belakang kabut
putih yang berarak cantik sekali menutupi dataran dibawah gunung.
Pagi itu jalan benar-benar lancar, jam 07.00 kami sudah tiba
didalam kota Cipanas, dan langsung menuju tempat makan favorit
kami yaitu Nasi Uduk Super, disebrang hotel Konengsari.
Tentu saja nasi uduk hangat di pagi yang dingin terasa nikmat
sekali, tidak jadi soal dah walau makannya di atas trotoar.
Setelah bertemu keluarga, saya bersiap jalan kaki menelusuri
Jalan Pasir Kampung ( Jalan disebelah bekas Hotel Pendawa ).
Jalan itu kabarnya akan menuju ke satu lokasi ketinggian yang
pemandangannya bagus sekali.
Tapi adik istri yang pernah kesana menyarankan kami agar
naik mobil dulu sampai kesatu tempat, disana ada semacam
terminal kendaraan umum, bisa parkir dan barulah jalan kaki.
Setelah melewati hotel Konengsari disebelah kiri jalan -
ada restoran Simpang Raya, disitu kami belok kanan memasuki
jalan agak kecil. Jalan Pasir Kampung itu aspal nya lumayan
bagus, tapi sempit - kalau mobil berpapasan harus saling menepi.
Jalan menanjak terus tidak habis-habis rasanya, untunglah kami
tidak jalan kaki, bisa-bisa nafas putus ditengah jalan.
Sesekali melewati kampung-kampung dan setelah menempuh
sekitar tujuh kilometer, sampailah di kawasan yang terbuka,
berupa punggungan bukit.
Disebelah kanan jalan tampak pelataran parkir yang lumayan
luas, rapih beralaskan con-block.
Disitu ada beberapa bangunan dan ada papan nama bertuliskan :
Kawasan Agropolitan.
Wah tentu sangat mengundang rasa ingin tahu - baru kali ini
mendengar istilah Agropolitan.
Turun dari mobil, mempersiapkan diri untuk jalan -
pakai sepatu kets, topi dan jaket, lalu kami sempat bingung
mau jalan kaki kemana.
Kebetulan terlihat ada rombongan yang berjalan memasuki
jalan setapak disebrang pelataran parkir.
Kami ikuti saja mereka - ternyata rombongan dari Bekasi yang
dipandu rekannya yang sudah pernah kesitu, ber-agrowisata
di Kawasan Agropolitan tersebut.
Kami beriringan menapaki jalan setapak yang disemen, dan
memasuki kebun aneka sayuran, ada sawi, wortel, lobak dan
sebagainya - kayaknya segala macam sayuran yang dijual di
Pasar Induk ada semua di kawasan yang luas sekali itu.
Selain itu ada juga ada rumah-rumah bambu untuk kebun bunga.
Kami berjalan belok-belok kesana kemari, naik turun bukit -
mengikuti saja rombongan itu.
Udara sejuk segar sekali dan pemandangan sekitar yang hijau
asri tentu sangat menyegarkan mata dan hati.
Kalau melihat kebawah tampak dikejauhan kota Cipanas,
maka dibelakang kami tampak Gunung Gede dan Pangrango
yang saat itu diselimuti awan putih berarak - cantik sekali.
Disebrang jurang yang dalam tampak hutan pepohonan besar
yang lebat - ternyata itu bagian atas kawasan Cibodas !.
Rombongan kemudian menuruni tangga menuju tepian jurang
dalam itu dan tiba di bangunan kecil beratap genting merah.
Ternyata itu tempat beristirahat dan dari situ bisa memandang
kebawah jurang dan terlihat dikejauhan air terjun Cidengdeng.
Sayang dari tebing itu tidak ada jalan menuju ke air terjun
tersebut, menuju kesana harus dari arah lain.
Tampak banyak orang berada di kaki air terjun, dari atas
mereka tampak berupa titik titik kecil saja.
Kami kemudian berpisah dengan rombongan, kembali ke
pelataran parkir lalu berunding apakah akan berkendara balik
kembali kearah semula, ataukah meneruskan menelusuri
jalan aspal itu.
Saya sempat bertanya kepada pengemudi mobil yang
datang dari arah berlawanan.
Ternyata jalan itu akan tembus ke Pasar Cipanas, tapi
tidak disarankan kesana karena jalannya sempit, sulit
kalau berpapasan dengan kendaraan lain katanya.
Tapi rasa penasaran mengalahkan keraguan, maka dengan
penuh kewaspadaan kami mengambil arah Pasar Cipanas.
Memang jalan sempit, sesekali melewati rumah/kampung,
dan sempat beberapa kali berpapasan/menyusul mobil lain.
Setelah menempuh sekitar 4 kilometer, bertemu jalan aspal
mulus yang lumayan lebar, sehingga bisa jalan lebih cepat.
Jalan itu kini menurun dan akhirnya tembus ke jalan raya
pada lokasi beberapa ratus meter sebelum Pasar Cipanas.
Baru saja tiba kembali di Villa, turun hujan lebat sekali dan
angin bertiup begitu kerasnya, sampai antene TV roboh.
Untunglah di Agropolitan tadi cuaca begitu bersahabat,
sehingga kami berkesempatan menikmati udara sejuk dan
pemandangan alam pegunungan yang begitu indah asri
menyegarkan.
saya pernah tersesat di cipanas, menyusuri belakang Istana cipanas, mutar jauuuh sekali, sampai ketemu kebun sayur. sayang hujan...jadi nggak turun dari mobil. Keluarnya di dekat perempatan yang menuju pacet. Sayang...nggak ingat ancer2 hotel atau restoran yang bisa dipakai patokan di situ.
ReplyDeleteThks infonya pak, kapan2 saya akan telusuri rute pak Sindhi ini
naiknya bisa juga dari jalan antara Istana dengan
ReplyDeletePasar Cipanas, keatas (satu arah) sampai pertigaan,
kekanan akan keluar lagi ke jalan raya,
kalau ambil lurus keatas - menuju Agropolitan itu.
jelan keatas itu mula2 lebar dan mulus banget, nantinya
akan membelok kekiri dan mengecil, tidak masalah
selama pakai kendaraan maksimal sebesar Kijang.
kayaknya ini rute yang anda tempuh waktu itu.
wah temapatnya asyiik banget....
ReplyDeletenamanya keren ya pak..Agropolitan...
ReplyDeleteasyik viewnya
back to nature... asyiik sekali pak. stlh stress sepanjang minggu, bln, thn, sekali-kali dekat ke alam.. pasti sangat menyenangkan. sy jadi ingat, awal thn lalu, sy diajak teman2 ke kaki gunung halimun. (ntar sy cari photo2nya n upload di multiply sy deh).
ReplyDeletewah, makasih infonya oom, kapan2 ke sana ah :D
ReplyDeleteDok, mau dong detail lokasi nasi uduk super. Terima kasih. Seperti Lidia, saya juga jadi pengen ke agropolitan, he he he. Hebat reportase-nya.
ReplyDeletePagi Capt,
ReplyDeletedari arah Jakarta, melewati Istana Cipanas -
maju sekitar 400 meter,
perhatikan sebelah kiri papan nama besar :
Hotel Konengsari, nah maju dikit - ada disebelah
kanan (sebrang jalan dari Konengsari itu).
Ada dua "restoran full AC" itu, selain Uduk Super -
tak jauh, masih diatas trotoar ada yang jual bubur,
nah itu juga nge-top, pasti penuh pengunjung,
mesti sabar antri.
Enak sekali ya untuk jalan2. Sayang di Filipin gak ada tempat kaya begini, atau belum ketemu kali.......
ReplyDeletehi Susan,
ReplyDeleteapa kabar Manila,
ayo atuh datang ke Jakarta dan sama2 kesana,
hari ini saya baru saja kembali dari Cibodas,
jadi dari arah seberang Agropolitan itu.
pemandangannya juga bagus sekali, mungkin
malam ini saya upload foto2nya
Dok , anda dan istri benar2 punya kegiatan yang sangat positip dan membuat kita2 jadi iri,sekali lagi selamat tahun baru serta tetap sehat selalu buat anda sekeluarga dan terus berlanglang buana ya dan tentunya menceritakan pengalaman2 anda kepada kita2.Terima Kasih.
ReplyDelete
ReplyDeletehallo pak Richard,
lama nggak kedengeran nih, kemana aja.
Selamat Tahun Baru juga untuk sekeluarga.
Orang Bogor mah udah nggak heran nyelusup2
ke wilayah seperti Agropolitan itu yah.
Susahnya ke daerah Puncak/Cipanas ini pulangnya
suka bikin senewen, kemarin juga pulang dari
Cibodas memerlukan waktu 2,5 jam untuk ke Ciawi,
padahal berangkatnya jam 13 - tetep aja macet.
Wah....habis makan kenyang, bisa langsung tutup buku, disambar mobil, ya dok. Aje gileee....:(
ReplyDeleteAhhh...jadi mengingatkan masa lalu saya di Cipanas. Kebetulan almarhum Nenek dan Tante tinggal di Sindanglaya - Cibodas. Daerah ini adalah daerah penjelajahan saya dulu. Dengan sepeda gunung yang kala itu masih merupakan barang langka di tanah air, sendirian keluar masuk kebun orang. Agro-wisata yang pernah saya impikan dulu, akhirnya ada yang mau mengerjakannya juga. Dan mulai dilihat orang. Saya bangga, dok.
ReplyDeleteTerima kasih atas tulisan dan photo-photo ini. Sungguh membuat saya hampir menitikkan air mata barusan. Terima kasih - terima kasih.
bung Tigun,
ReplyDeleteiya tuh seru - makan deru campur debu,
tapi soal disamber mobil, yang kena duluan yah si
pejalan kaki,soalnya trotoar nya dijadikan warung
nasi uduk, jadilah para pejalan kaki turun kejalan,he3.
dulu jalan Puncak - Cipanas asri sekali, sekarang sudah
penuh bangunan, gubuk2 yang menyakiti mata, maka waktu
ketemu agropolitan yang hijau asri itu - serasa waktu
kembali ke jaman dulu.