Jumat sore, 25 September 2009 sekitar jam 20, selesai dinner di pantai
Marseille, kami menuju kota Aix-en-Provence untuk bermalam.
Dalam bus, Jimmy - tour leader kami bilang bahwa malam ini akan menginap
di sebuah Chateau (Kastil/Puri) yang berusia 400-an tahun.
Semua terdiam, rasanya pikiran kami sama yaitu kalau tempat segitu tuanya,
Dracula-nya pastilah sudah beranak-cucu-cicit.
Menjelang jam 22 sebenarnya sudah tiba ditujuan, tapi Martin driver kami yang
orang Ceko walau sudah pakai GPS, tidak berhasil menemukan lokasi chateau,
sampai dia nyerah dan mampir bertanya ke sebuah hotel.
Tapi tetap saja Martin kesulitan menemukan-nya, sampai akhirnya ketemulah
sebuah jalan kecil tidak beraspal menuju gerbang kuno dengan pintu besi tinggi.
Tampaknya itu jalan menuju chateau, tapi anehnya koq pintu gerbang dalam
posisi tertutup, dibelakang gerbang juga tidak ada tanda-tanda kehidupan,
dan gelap karena lingkungan sekeliling dipenuhi pepohonan tinggi lebat.
Bus bergerak lagi, tidak jauh ada jalan masuk serupa, bedanya gerbangnya
dalam posisi terbuka dan itu pasti jalan masuknya karena ada papan petunjuk.
Tapi ternyata badan bus tidak muat - sekian kali Martin berusaha melewatinya
tidak juga berhasil, lebar gerbang ngepas banget dengan badan bus.
Kami semua pasti membatin, ini hotel apa-an, koq nggak biasa nerima bus.
Akhirnya Martin nyerah, bilang tidak tega ngancur-in bus Mercy masih baru ini.
Kami turun dan dalam keremangan malam menyeret handbag sepanjang jalan
tanah yang dipagari pepohonan tinggi itu.
Semua pasrah, memang mau protes kemana karena semua urusan termasuk
hotel ditentukan oleh fihak tour dari Jakarta dengan Gulliver - mitra Eropanya.
Sekitar dua ratus meter tampaklah sebuah gedung besar bentuk kotak, berlantai
tiga membentuk letter U, sinar terang benderang keluar dari banyak jendelanya,
kontras sekali ditengah kegelapan malam yang mulai dingin itu.
Memasuki pintunya yang besar dan kuno banget, sampailah di lobbynya yang
atapnya tinggi sampai ke langit2, ada tangga batu kuno dan lukisan2 didinding.
Kami segera mendapat kunci-kunci kamar, kebanyakan nomernya 20-an, berarti
di lantai dua, kamar saya nomer 20. Ramai-ramai kami menuju lantai dua.
Tapi sampai semua dapat kamar, koq tidak ketemu kamar yang nomer 20 itu.
Terpaksa turun tangga lagi menemui resepsionis, ternyata sepasang suami istri
juga sama, kamarnya yang nomer 30 tidak ada dilantai tiga.
OK, ikut saya kata si petugas, ternyata menuruni tangga batu kuno sampai ke
basement, terus belok kekiri menelusuri lorong bawah tanah yang dindingnya
dari batu-batu besar, benar-benar kuno banget, dan sampai diujung lorong ada
pintu sebuah lift ukuran kecil saja.
Dia menjelaskan, ini kan ada dua kunci, yang satunya masukkan ke lubang di
dinding lift, silahkan puter kekanan nanti lift akan naik.
Kami berempat berdesakan masuk, benar saja lift naik ke lantai dua.
Begitu pintu lift terbuka didepan hanya dalam jarak satu meter ada tembok,
dan langsung pula di kiri kanan masing-masing ada satu pintu kamar yang
salah satunya nomer 20 yang saya cari itu.
Busyet deh, Jin aja nggak bakalan buang anak ditempat ngumpet kayak gini.
Kepalang saya buka kamar 20 itu, sempat masuk dan lihat kamar ukuran 4x4
meter, lantainya ubin kuno warna merah, lampu penerangan temaram karena
pakai bohlam yang warnanya juga agak kemerahan, benar-benar jadoel banget.
Dalam kebingungan mendapat tempat yang bikin nyali ciut itu, kami berempat
masuk lagi ke lift dan mencoba lihat nomer 30, ternyata persis sama.
Istri teman langsung nggak mau, minta yang lain aja ke resepsionis katanya.
Berdesakan dalam lift timbul kehebohan lagi, walau kunci diputer kekanan kiri
si lift diem aja, sekian lama berkutet, untunglah kelihatan ada tombol RC -
begitu ditekan si lift bergerak turun, rupanya RC itu Receptionist.
Istri saya bilang, kalau sampai terkurung dalam lift, walau teriak2 nggak bakal
ada yang denger katanya.
Si resepsionis heran lihat kami nongol lagi, apalagi setelah saya bilang minta
ganti kamar karena para ibu ini takut, nggak apa2 katanya dan kebetulan tidak
ada kamar kosong lainnya.
Saya tilpon Jimmy yang berada dikamar 26, setelah dia bernegosiasi maka
si resepsionis bilang OK saya kasih suite room, ada dua kamar didalamnya.
Kami diajak keluar bangunan utama, ternyata suite room adanya di sayap
kanan dan kiri chateau itu, terdiri dari dua lantai.
Lantai bawah ada kamar tidur lengkap dengan kamar mandi, tapi di lantai dua
hanya ada ranjang saja.
Kini giliran istri saya yang nggak mau karena melihat ada pintu belakang yang
menuju ke kegelapan hutan, takut orang nerobos masuk dari hutan katanya.
Maka kembali lagi ke lobby hotel, si resepsionis makin keheranan, koq ada
orang aneh yang nggak mau di-upgrade ke suite room seharga 445 Euro.
Dia bilang tidak ada kamar kosong lainnya, sampai istri teman yang sudah
setengah histeris bilang pokoknya nggak mau - minta pindah hotel saja.
Akhirnya si petugas keluarkan sebuah kunci kamar 23 yang katanya sih
sebenarnya jatah tamu lain yang sedang dalam perjalanan, kunci kamar itu
langsung disambar istri teman kami itu.
Tinggal saya yang belum jelas nasibnya, untung Jimmy menawarkan tukar
dengan kamarnya, tentu saja tanpa pikir panjang saya setuju.
Memasuki kamar 26, ternyata sama dengan kamar nomer 20, ubin merah,
lampu bohlam sinar kemerahan yang terasa suram depresif.
Cari2 remote AC nggak ketemu, ternyata harus minta resepsionis datang
menghidupkan AC itu, dan remote nya dibawa pergi lagi.
Seperti di banyak hotel modern di France, kamar mandi dan WC terpisah,
jadi didalam kamar ada dua pintu yaitu pintu WC dan pintu kamar mandi.
Lemari pakaian dari kayu warna coklat gelap menjulang tinggi dari lantai
sampai langit-langit, dan uniknya pada dinding ada dua buah jendela yang
daun jendelanya terbuat dari kayu.
Selain pesawat TV, ada meja marmer putih dengan dua kursi besar kuno,
sempat terbayang gimana kalau nanti malam terbangun dan tau-tau ada
bangsawan peot sedang duduk dikursi itu sambil nyengir.
Istri saya ngedumel terus karena suasana kamar yang depresif itu, dia
bilang kalau saja harus nginap dikamar yang semula, bakalannya dia
berdiri terus semalaman nggak bisa tidur.
Sekitar jam 11 barulah kami bisa tidur.
Untungnya, saat terbangun saya lihat sudah jam 05 - berarti sudah lewat
jam berkunjung-nya Dracula, soalnya bentar lagi kan matahari nongol.
Penasaran karena semalam belum sempat tahu seperti apa chateau 33
kamar berbintang empat yang berada didalam taman seluas empat Ha,
maka pagi-pagi kami sudah berkeliling didalam dan diluar chateau.
Ternyata chateau dari abad XVI yang masuk daftar monumen bersejarah
Perancis ini sungguh terawat baik.
Apalagi saat memasuki restorannya, seakan berada di istana beneran
karena banyak ornamen cantik dan lukisan antik.
Cool summer residence ini mulai dibangun tahun 1303, dulu namanya
Beauvoisin, dan pada tahun 1616 dibeli oleh Renaud de Pioline yang
memilikinya selama 150 tahun.
Baru pada tahun 1991 direnovasi menjadi superior first class historical
hotel dengan bintang empat.
Kami keluar bangunan utama, didepan ada taman dengan fountain, dan
disamping bangunan ada kolam renang, sekeliling tampak pepohonan
rimbun memenuhi hutan taman seluas 4 Hektar itu.
Breakfast di restorannya yang konon terdaftar di Michelin and Gault
& Millan guide book yg prestisius, kami ramai-ramai makan dengan hati
yang lega karena sudah "berhasil" bermalam di chateau yang rasanya
pengalaman unik ini susah kami ulangi lagi.
Saat makan itu Jimmy yang mempergunakan kamar 20 bercerita bahwa
dia dulu pernah menginap di chateau yang "asli" serem karena benar2
kuno menyeramkan dan terpencil jauh dari mana2.
Jimmy memang pemberani, dia cerita semalam di kamar mandi dia
merasa nyaman, tapi saat didalam kamar WC dia merasa ada sesuatu
yang membuatnya tidak bisa ber-lama-lama disana, hiiiiiiiiiii .
Chateau de la Pioline.
Aix-en-Provence, France.
http://www.chateau-la-pioline.fr