Jangan Hanya Sibuk Mengerjakan Sesuatu, Duduk Diamlah!
Apr 14th, 2009 by Reza Gunawan
Siaran BFC @ 90.4 Cosmopolitan FM - 7 April 2009
Siaran Pagi Jakarta @ OChannel - 16 April 2009
Kita memang hidup di zaman serba cepat dan serba rumit.
Bagaikan pemain sirkus yang bisa melemparkan 15 piring sekaligus, kita selalu tergesa untuk memastikan bahwa semua hal yang menjadi tanggung jawab kita berada dalam keadaan sempurna, atau minimal tidak bisa dipersalahkan kekurangannya.
Dari mulai deadline yang terlalu sempit, target yang terlalu tinggi, workload yang terlalu banyak, kecepatan industri memang selalu menuntut kita untuk selalu berada di paling depan. Multi-tasking (kemampuan mengerjakan beberapa hal sekaligus), well-connected network (jaringan kerja dan pertemanan yang kuat), serta result-oriented attitude (sikap berorientasi pada hasil), menjadi ciri yang dibanggakan, dicari, dan ditempa dalam kebanyakan dunia kerja.
Haruskah kita memaksakan diri untuk berpacu lebih cepat, dan bekerja semakin giat?
Stres adalah Cara Kita Beradaptasi
Tentunya untuk bisa memenuhi semua tuntutan tersebut pada tingkat individu, dibutuhkan perangkat yang memadai, selaras, dan optimal. Namun sebenarnya secara alami kita tidak dirancang untuk hidup dan bekerja dengan ritme serba cepat dan serba rumit setiap saat. Ini menyebabkan terjadinya adaptasi pada sistem fisik dan psikis kita.
Adaptasi tersebut terjadi melalui sebuah mekanisme: STRES.
Stres, yang tidak terkelola, harus dibayar dengan nilai yang tidak sedikit. Kesehatan, sebagaimana yang sudah kita bahas di tulisan-tulisan sebelumnya, hanyalah sekelumit dari efek stres yang tidak sembuh.
Semakin Memacu Diri Agar Mengurangi Stres?
Sebagian orang berkata, “Ah, stres itu kan wajar dan ada dalam setiap pekerjaan. Nanti juga kalau target sudah tercapai, stres akan hilang dengan sendirinya.” Benarkah demikian?
Dalam pengamatan saya, stres tidak otomatis hilang ketika kita mencapai target dan keinginan, melainkan bisa berputar dan membesar bagaikan lingkaran setan-siklus tak berujung yang sulit dipecahkan.
- Untuk hasil dan keinginan yang berhasil dicapai:
Banyak target → jadi banyak ketegangan → jadi banyak berusaha → hasil jadi TAMBAH banyak → target DITINGKATKAN lagi → maka terciptalah siklus yang lebih besar: target LEBIH banyak → LEBIH banyak ketegangan → LEBIH banyak berusaha → dan siklus yang lebih besar kembali berulang.
- Untuk hasil dan keinginan yang tidak berhasil dicapai:
Banyak target → banyak tegang → banyak usaha → belum berhasil → karena belum berhasil, usaha pun DITINGKATKAN lagi → ketegangan MENINGKAT → belum berhasil juga → dan siklus yang lebih besar kembali tercipta: usaha TAMBAH ditingkatkan → ketegangan TAMBAH meningkat → dan seterusnya.
Bisakah Anda menangkap ironinya? Pada kedua kasus, terlepas dari hasil tercapai atau tidak, pada umumnya kita akan terus-menerus berpacu agar lebih cepat, lebih sukses, lebih efisien, lebih baik. Namun pacuan kronis ini membuat stres kita semakin bertumpuk.
Dampak Akhir: Produktivitas Jangka Panjang
Salah satu dampak stres adalah menurunnya produktivitas kerja dan pribadi. Kita tahu bahwa produktivitas tergantung dari tingkat energi, semangat, kreativitas, dan efektivitas yang bisa kita lakukan dalam setiap pekerjaan.
Ketika stres dibiarkan bertumpuk dan berlarut-larut, semua hal yang menunjang produktivitas tersebut akan mulai berderit, aus, bahkan hilang. Dan sekali lagi, harga yang kita harus bayar untuk adaptasi tersebut-mulai dari stres, berbagai ketidakbahagiaan, tidak sehatnya relasi pribadi dan keluarga-sangatlah mahal.
Efek jangka panjang dari stres yang berkelanjutan bisa secara langsung mempengaruhi produktivitas dalam bentuk sebagai berikut: hilangnya semangat kerja, rasa lesu, jenuh, dorongan kuat untuk pindah / meninggalkan pekerjaan, selalu mencari-cari alasan mengapa tempat kerja sekarang tidak sesuai, dsb.
Belum lagi absensi kerja yang bisa meningkat karena saraf sudah terlalu jenuh, atau daya tahan tubuh merosot drastis sehingga jatuh sakit.
Lantas bagaimana kita bisa memelihara diri sekaligus meningkatkan produktivitas?
Menurut saya, kuncinya adalah mengelola energi kita dengan selaras. Memberikan porsi perhatian untuk merawat hardware (tubuh fisik) serta software kita (pikiran, rasa dan spirit) sehingga energi diri bisa tertata dengan selaras.
Jalan Praktis Melalui Keheningan
Meditasi adalah salah satu hal mendasar yang bisa dilakukan untuk menciptakan keselarasan, mengelola dan memulihkan energi, serta mendorong semangat kerja yang bertumpu pada kekinian. Bukan pada harapan atau ketakutan.
Kini banyak perusahaan besar berskala internasional telah menggunakan pelatihan meditasi yang non-agamis untuk manfaat relaksasi, kesehatan, dan produktivitas.
Berbagai studi ilmiah tentang manfaat meditasi, serta pengalaman para pelaku latihan meditasi, melaporkan manfaat-manfaat sebagai berikut:
- Otak menjadi rileks dan seimbang aktivitasnya.
- Memulihkan keseimbangan saraf dan kesegaran tubuh.
- Memperkuat daya tahan tubuh, sehingga lebih jarang sakit.
- Bentuk melatih konsentrasi yang bersifat RILEKS, bukan FOKUS.
- Meredakan celoteh pikiran, membuat batin bekerja lebih efisien.
- Melatih kepekaan intuitif, membantu pengambilan keputusan.
- Melegakan hati dan melepas stres, sehingga komunikasi dan relasi lancar.
- Membantu kita menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, kesalahan lebih sedikit.
- Solusi mandiri, murah, dan sehat untuk meningkatkan kinerja perusahaan
7 Cara Hening yang Merawat Produktivitas Diri
Berikut Anda bisa mencoba 7 buah latihan yang bersifat meditatif, non-agamis, dan praktis, untuk membantu mengasah produktivitas Anda secara pribadi maupun profesi:
- Meditasi MEREGANGKAN TUBUH
Tahu caranya ‘ngulet’ (istilah nasional: menggeliatkan badan)? Hentikan sejenak kesibukan Anda. Ambil posisi duduk, atau berbaring bila mau, dan regangkan tubuh Anda, dengan sangat perlahan. Benar-benar perhatikan rasa setiap otot dan sendi tubuh Anda. Tidak ada gerakan yang benar atau salah. Nikmati sepenuhnya selama beberapa menit.
Menggerakkan tubuh secara aktif dan penuh sadar, membantu kita memperlambat celoteh pikiran dan melepas ketegangan yang telanjur bertumpuk.
- Meditasi TUTUP MATA SEJENAK
Hentikan sejenak pekerjaan, tutup mata saja. Istirahatkan saraf mata dan otak mata. Sebagian ahli berpendapat bahwa sekitar 70% komunikasi terjadi secara visual, oleh karena itu sejenak memejamkan mata akan membantu fungsi visual kita beristirahat.
Memejamkan mata juga memicu respons rileks karena kita terbiasa melakukannya saat akan beristirahat atau tidur. Ini juga bermanfaat untuk membuat kita lebih peka akan dunia pikiran dan perasaan dalam diri kita, ketimbang selalu memperhatikan dunia eksternal / sekitar kita.
- Meditasi BERNAPAS RILEKS
Berhentilah sejenak untuk bernapas dengan sadar dan sengaja. Anda sedang menekan tombol reset pada sistem raga dan rasa Anda. Cukup 3-9 kali bernapas dengan rileks, lambat, dan penuh perhatian. Anda juga bisa melakukannya setelah meregangkan tubuh, sambil menutup mata.
- Meditasi PERHATIKAN PIKIRAN & RASA DI SAAT INI
Dari waktu ke waktu, cobalah berhenti sejenak dan perhatikan saja segala pikiran dan rasa yang datang dan pergi pada saat ini. Tidak perlu dianalisa, tidak perlu dinilai, melainkan sekadar mengamati saja: “Oh… ada pikiran ini, pikiran itu, rasa ini, rasa itu, oh… sekarang hilang, oh… sekarang ada lagi yang baru, dst.”
Memperhatikan segala pikiran dan rasa dalam diri Anda akan memperkuat kesadaran sini-kini, sehingga kita tidak mudah terjebak dalam berbagai ketakutan, kekhawatiran, dan harapan.
- Meditasi KERTAS POLOS
Ketika sedang kebanjiran ide, atau baru memulai hari kerja Anda, gudang pikiran penuh bertumpuk dengan hal yang harus dilakukan; ide kreatif, urusan rumah tangga yang perlu dibereskan, dll. Ambil saja selembar kertas polos dan tuliskan semua isi gudang pikiran Anda, termasuk berbagai lamunan, kekhawatiran, dan isi hati Anda. Setelah 5-10 menit (dan mungkin saja satu lembar kertas masih perlu ditambah lagi untuk menampung semuanya), barulah duduk diam sejenak. Nikmati hening sesaat.
Anda akan menemukan kelapangan ruang pikir ketika isinya dituangkan secara tertulis ketimbang sekadar ditampung di otak. Ekstra ruang lapang ini membuat Anda lebih kreatif dan produktif.
- Meditasi BOBO-SIANG
Khususnya setelah jam makan siang, umumnya kita cenderung mengalami perubahan bioritme tubuh yang menyebabkan rasa lesu atau kantuk. Beberapa perusahaan di Jepang bahkan membudayakan tidur siang di kursi kerja masing-masing. Dan ternyata, tidur siang singkat antara 10-30 menit sangat membantu memulihkan tubuh kembali bugar dan otak kembali segar. Ingat: jangan tidur siang lebih dari 45 menit, agar tidak mengganggu keteraturan istirahat malam dan jam biologis Anda.
- Meditasi BERJALAN
Cobalah melatih untuk berjalan dengan penuh perhatian. Rasakan langkah demi langkah. Rasakan dan perhatikan satu demi satu sentuhan telapak kaki Anda di lantai. Awalnya akan terasa janggal karena belum terbiasa, dan mungkin jadi terasa sangat lambat karena perlu disadari penuh, tapi lama-kelamaan Anda akan bisa menikmatinya.
Latihan ini melepaskan emosi yang tersangkut, menyeimbangkan aktivitas otak kiri dan kanan, mengajarkan kita untuk menghayati proses, serta melonggarkan obsesi kita terhadap hasil akhir. Meditasi sederhana ini dapat mengurangi kecenderungan bertumpuknya stres.
Selamat berlatih keheningan. Temukan dan alami bagaimana produktivitas bisa diasah tanpa harus sibuk dan tergesa-gesa.
Ada pepatah yang menyebutkan “Don’t just sit there, do something!” (Jangan hanya duduk diam saja, kerjakanlah sesuatu!). Barangkali dalam konteks dunia serba cepat ini, yang kita butuhkan adalah “Don’t just do something, sit there!” (Jangan hanya sibuk mengerjakan sesuatu, duduk diamlah sejenak!)
- Bila Anda menyukai artikel ini, silakan berbagi dengan para sahabat dan keluarga Anda, dengan menyebutkan sumbernya di rezagunawan.com. Terimakasih -
Whoa...
ReplyDeletengolet,merem,take a nap..memang cara ampuh, salah satu cara menikmati hidup..hihihi
TFS ya..
cara duduk diam tapi tangan tetep bekerja dan menikmati "diem" yang lainnya adalah merajut, kayak yang saya lakukan beberapa tahun terakhir ini...
ReplyDeletebeneran stress release deh...
TFS:)
ReplyDeleteitu salah satu bentuk meditasi sambil berjalan.
ReplyDeletesaya juga nonton pak Sindhi di O channel, menarik ...
ReplyDeletewah bethul semakin banyak umur jadi semakin tidak bisa merasakan nikmatnya hidup.. ^__^ maklum lagi masa pergantian dari remaja ke dewasa jadi terasa banged bedanya
ReplyDeleteSangat mendukung saran untuk menikmati relaksasi secara berkala. Alm. suamiku yang workoholic telah membayar mahal memang terbukti, ia mengalami stress yang kemudian berkembang menjadi depresi yang makan waktu lama sebelum "sembuh" dengan sisa bermacam-macam phobia.
ReplyDeleteitu reza-nya dee ya pak..
ReplyDeletekaya semedi.. :D tfs pak..
Reza ini suami dari penyanyi Dewi Lestari, yang
ReplyDeletelagunya "Malaikat juga tahu" merupakan lagu
favorit saya.
kebetulan sehari sebelum lihat tayangan di O'Channel itu,
ada tayangan Reza dan Dewi juga di TV -kalo nggak salah
pulang liburan dari Bali ?.