Selasa pagi, 1 April 2008 - Hotel Beppu Wan Royal.
Usai breakfast kami bergegas menuju bus, perjalanan hari
itu dari kota Beppu ke Kagoshima akan lumayan jauh, dan
seakan membelah pulau Kyushu dari utara ke selatan.
Sore harinya dengan Ferry kami akan meninggalkan Kyushu
menuju Osaka di pulau Honshu yang terletak diutara Kyushu.
Malam sebelumnya kami sibuk mengepak koper karena
akan diangkut oleh perusahaan jasa angkutan barang,
dikirim ke hotel yang akan kami inapi esok malam.
Harus berpisah, karena akan sangat sulit membawa-bawa
koper naik-turun didalam kapal ferry.
Kami sempat menanyakan kenapa tidak naik ferry nya dari
Beppu saja (berada di pantai utara Kyushu), lokasinya lebih
dekat ke pulau Honshu daripada Kagoshima yang berada di
pantai selatan Kyushu.
Ternyata kamar kapal ferry Beppu untuk 4 orang, kalau yang
dari Kagoshima sekamar berdua saja.
Selain itu dalam perjalanan menuju Kagoshima itu kami
akan mengunjungi dua obyek wisata yang unik sekali yaitu :
Oni no Sentaku Iwa dan Udo Jingu Shrine.
Menjelang siang kami diturunkan di tepi jalan kota Aoshima,
tepat di muka restoran tempat makan siang.
Ternyata pantai Nichinan-Kaigan dimana Oni no Sentaku-iwa
berada, persis dibelakang restoran itu.
Berjalan kaki sedikit, kami sudah sampai di pantai, didepan
tampak membentang sebuah jembatan khusus pejalan kaki
menuju pulau kecil hijau rimbun yang juga bernama Aoshima.
Di dalam pulau yang dijuluki Blue Green Island ini, selain
terdapat kuil Shinto kecil juga ada monyet2 yang unik -
kalau diberikan makanan maka selalu dicucinya dulu di air
laut sebelum dimakannya.
Saat berjalan dijembatan, dikiri kanan tampak pemandangan
yang sungguh menakjubkan.
Sejauh mata memandang, tampak barisan bebatuan dalam
posisi memanjang, ber-lapis2 rapih sekali mengelilingi dan
seakan membentengi pulau dari hempasan gelombang laut.
Gambaran unik inilah yang disebut Oni no Sentaku-Iwa, yang
artinya Ogre's Washing Board - memang seakan papan kayu
untuk mencuci pakaian dijaman dulu yang berukuran raksasa
(di Tangerang biasa disebut papan "penggilesan").
Konon garis pantai itu terbentuk akibat erosi laut menyusul
tenggelamnya Udo Mountain, sehingga kini menjadi pantai
dengan wave-cut terraces - yang terbentuk karena perbedaan
erosi terhadap pasir dan bebatuan lumpur
Sungguh mengagumkan memikirkan bagaimana alam bisa
membuat bebatuan berbaris rapih seperti papan cuci itu.
Istri saya sempat curiga, jangan-jangan buatan manusia,
tapi itu betul memang alami.
Dari dalam bus, saat menelusuri pantai menuju Udo Jingu,
dari ketinggian bukit sempat kami melihat deretan Oni no
Sentaku Iwa lainnya, yang mengikuti garis pantai begitu
panjangnya sampai jauh sekali.
Pemandangan sungguh luar biasa, unik dan cantik sekali.
Kuil Udo-Jingu, terletak di Tanjung Udo-Misaki, selatan
pulau Kyushu - merupakan contoh otentik dari sekian banyak
kuil di Miyazaki Prefecture yang rata-rata mempunyai mitos.
Kuil ini unik sekali, di bangun di mulut gua - yang terdapat
pada lereng sebuah bukit persis di tepian Samudra Pasific.
Kuil ini dibuat karena menurut legenda, didalam gua itulah
tempat dilahirkannya Jimmu-Tenno (Kaisar pertama Jepang
sekitar 600 tahun sebelum Masehi).
Sang bayi konon menyusu pada dinding batu gua itu yang
berbentuk puting susu ibu.
Berjalan kaki cukup jauh dan naik turun bukit, sebenarnya
cukup melelahkan, tapi langsung terbayar lunas saat tiba
di pantai dimana ada pemandangan yang menakjubkan.
Kini kami berjalan sepanjang lereng bukit yang berada persis
di tepi laut yang seakan dipagari oleh bongkahan2 batu besar
kecil aneka bentuk warna coklat yang bermunculan dari laut
yang bersih membiru.
Tak puas2nya kami menikmati pemandangan yang sungguh
unik dan cantik sekali itu.
Setelah melewati jembatan lengkung dan Torii ( gerbang kuil)
yang berwarna merah - kontras dengan kegelapan gua, kami
memasuki kuil didalam gua itu.
Didalam gua semua pengunjung menuju bagian dinding gua
yang berbentuk seakan puting susu ibu - disitulah menurut
legenda sang bayi Jimmu-Tenno menyusu.
Bagian dinding gua itu sampai berwarna hitam gelap saking
banyaknya tangan mengusapnya.
Sore hari, tepat waktu kami tiba di Shibushi Sea-port dekat
kota Kagoshima, tidak lama menunggu kami dipersilahkan
berjalan menuju kapal Sunflower Ferry yang lumayan besar.
Untunglah rombongan kami para opa-oma ini tidak bawa-
bawa koper, karena ternyata harus naik-naik tangga, pakai
escalator yang panjang banget itu saja sampai dua kali -
barulah tiba di kamar kami di lantai tujuh.
Memang kalau dibandingkan dengan kapal ferry yang kami
naiki di Italy, apalagi dengan Princess Cruise di Alaska dulu,
kapal ini sederhana sekali.
Tapi kamarnya bersih, lengkap dengan TV, kamar mandi,
ber-AC, hanya tidak ada pesawat tilpon saja.
Makan di restorannya juga menyenangkan karena banyak
pilihan, meja kursi cukup banyak apalagi kelihatannya jam
makan para penumpang diatur agar tidak datang bareng.
Didalam kapal juga ada toko kecil, dan ruang tidur para
penumpang yang tidak memakai kamar - diruang yang
agak luas itu mereka tidur geletakan saja diatas karpet.
Kalau ferry dari Italy ke Yunani, penumpang yang tidak
menyewa kamar seperti itu, tidurnya sambil duduk di
kursi yang empuk seakan didalam pesawat terbang.
Orang Jepang mungkin terbiasa tidur diatas tatami,
sehingga geletakan juga tidak jadi masalah.
Jepang terkenal sering kena serangan badai, sempat
terfikir juga gimana kalau saat berlayar kena badai.
Jadi sempat juga nanya bu KimSoan, anggota Jalansutra
yang sudah lama yang menetap di Tokyo.
Diketawain, katanya orang Jepang sangat memperhatikan
keselamatan, kalau bakal bahaya pastilah ferry tidak jalan.
Malam itu tidur kami nyenyak karena getaran mesin kapal
tidak mengganggu seperti ferry di Italy dulu, sehingga esok
pagi menjelang tiba di Osaka barulah kami terbangun.