Berbeda dengan Gunung Gedeh/Pangrango yang terlihat dekat
kalau kita berkendara ke Puncak/Cipanas maka Gunung Salak
yang menjulang di barat kota Bogor "terasa jauh".
Gunung Salak merupakan gunung api strato tipe A, semenjak
tahun 1600-an tercatat beberapa kali meletus, antaranya
tahun 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935.
Letusan terakhir terjadi tahun 1938, berupa erupsi freatik yang
terjadi di Kawah Cikuluwung Putri.
Kurangnya berita tentang gunung setinggi 2200 meter yang
mempunyai tujuh puncak ini, serta sulitnya medan memang
membuatnya tidak terlalu populer bagi para pendaki.
Hal itu pula yang membuat saya selama ini "melupakan-nya"
tidak pernah muncul keinginan untuk mengunjunginya.
Barulah setelah Robiyati dan Budi Tjoe kesana dan bercerita
bahwa ternyata Gunung Salak bisa dikunjungi dengan mudah.
Jalan aspal-nya bagus dan dilerengnya banyak air terjun yang
cantik2 katanya - maka Minggu pagi 3 Juni 2007 kami dengan
mengambil rute Bogor - Ciapus, berkendara menuju lereng/
kaki timur laut Gunung Salak itu.
Rencana disusun ingin sekaligus melihat 6 curug/air terjun,
diawali dari yang paling timur yaitu curug Nangka - Daon-
Kawung, ketiganya berurutan pada satu aliran sungai.
Kemudian mengarah kebarat yaitu curug Luhur, kemudian
curug Ngumpet dan terakhir curug Cigamea.
Sebenarnya masih terdapat beberapa curug lainnya, tapi
kami rencanakan enam buah curug dulu saja, itupun di-
perkirakan sore hari baru selesai.
Mengunjungi curug asyiknya di musim hujan karena debit
air yang terjun akan besar sehingga terlihat bagus,
ketimbang musim kemarau yang air terjunnya kecil saja.
Tapi repotnya kalau pas berada disana turun hujan maka
pasti akan sulit sekali mencapai lokasi curug.
Syukurlah pagi itu cuaca cukup cerah, sehingga besar
harapan perjalanan bisa lancar dan target melihat enam
buah curug itu bisa tercapai.
Setelah berkendara sekitar 20 kilometer dari Bogor, kami
tiba di pintu masuk komplek tiga curug itu, setelah bayar
tiket masuk dan parkir di tepi jalan, kami mempersiapkan
diri pakai sepatu kets, dan mulai berjalan kaki memasuki
kawasan yang asri sekali penuh pepohonan.
Curug pertama/yang paling hilir adalah curug Nangka,
tapi untuk bisa mencapainya kita harus berjalan di aliran
sungai dangkal berbatu yang berada di jurang yang sempit,
kiri kanan sungai ada tebing curam yang menjulang tinggi.
Beberapa waktu lalu kabarnya ada korban jiwa, disaat
beberapa pengunjung sedang berada disana tiba-tiba
datang air bah, mereka tidak bisa menyelamatkan diri
karena dinding tepi sungai itu terjal sekali -
semua tewas disapu air bah.
Tidak mau uji nyali, maka kami lewatkan arah ke curug
Nangka, kini menelusuri jalan setapak dengan disebelah
kanan kami ada jurang dalam menyeramkan yang tidak
terlihat dasarnya karena tertutup pepohonan - itulah
aliran sungai dari curug Nangka.
Setelah sekitar 15 menit berjalan, tibalah kami di sungai
kecil yang dangkal berbatu, air hanya mengalir di sela-
sela batu2 besar, dan ada papan peringatan berbunyi :
Dilarang menelusuri sungai bila keadaan cuaca mendung/
hujan - BERBAHAYA.
Waduh, dag dig dug juga jadinya, belum apa-apa sudah
di warning begitu. Tapi ah sudah kepalang - asal wapada
saja dah, kami teruskan - menyebrangi sungai itu.
Sungai kecil itu koq tampak langsung putus alirannya,
rupanya terjun ke jurang - itulah awal curug Nangka !
Sayang tertutup pepohonan sehingga kami tidak bisa
dari atas itu melihat air terjunnya.
Tempat itu tentu sangat berbahaya, tampak ujung aliran
sungai yang terputus itu dipasangi kawat berduri untuk
mencegah orang mendekat.
Kalau terpeleset bisa terjun entah berapa puluh meter
kedasar curug Nangka.
Persis ditepian jurang itu ada batu prasasti, bertuliskan
nama seseorang, rupanya itu batu kenangan yang dibuat
mengenang seseorang yang tewas terjatuh ke jurang itu !
Whoaa, sungguh menyeramkan lokasi itu.
Kami tentu tidak ingin ber-lama2 disitu, kini jalan pelan2
sepanjang tepian sungai mengarah ke hulu sungai dan
tidak lama sampai lah di Curug Daon.
Wah semua kecewa karena curugnya bukan cuma kecil
saja, juga ketinggiannya paling tiga meter doang.
Tentu jadi penasaran ingin lihat curug ketiga yang entah
berapa jauh dari curug Daon itu karena tidak terlihat.
Sempat ragu juga, karena menuju ke curug Kawung
harus berjalan tidak cuma di tepian sungai berbatu itu
tapi juga harus zig-zag nyebrang2 sungai.
Tapi dinding tebing tepian sungai terlihat tidak terjal,
memungkinkan kami naik menyelamatkan diri kalau
datang air bah, maka kami sepakat jalan terus.
Memang tidak mudah jalannya, harus naik turun dijalan
setapak beralaskan tanah - saya juga sempat terjatuh,
dengan sesekali harus menyebrangi sungai dengan
cara meloncat-loncat diatas bebatuan.
Berjalan bersama banyak pengunjung lainnya membuat
bersemangat, ditambah berada di lingkungan alam
yang begitu segar asri - menyenangkan sekali.
Akhirnya setelah sekitar 20 menit berjalan, tampaklah
dikejauhan sebuah air terjun yang cukup tinggi, keren
dan cantik sekali, hilang dah rasa lelah kami.
Warna warni baju anak2 muda yang berada dikaki
curug Kawung menambah cantiknya pemandangan.
Puas menikmati pemandangan, kami bergegas kembali
selain ingin keburu melihat curug2 lainnya juga karena
sebenarnya terasa seram juga berada ditengah hutan
yang se-waktu2 bisa datang air bah.
Kembali berkendara keluar kawasan, sekitar 8 km
sudah bertemu Curug Luhur dikanan jalan, jadi berbeda
sekali dengan curug sebelumnya yang jauh ditengah
hutan, curug ini berada persis ditepi jalan.
Sayang walau mudah dicapai karena dekat dan ada
jalan setapak yang rapih, sekeliling curug sudah ada
banyak rumah/saung2 sehingga tidak alami lagi.
Berbeda sekali dengan curug Kawung yang asri alami.
Setelah membuka bekal makan siang dan beristirahat,
kami segera kembali ke mobil karena masih ada dua
lagi curug yang akan dikunjungi.
Perjalanan kini menuju Kawasan Gunung Salak Endah
yang berjarak 20 km, jalan mulai terasa ramai - kalau
tadinya hanya sesekali ketemu sepeda motor, kini
banyak ketemu mobil dan motor sehingga harus extra
hati2 dijalan yang banyak belok-belok itu.
Tapi kini pemandangan sepanjang jalan mulai menarik
karena kalau tadinya tertutup pepohonan, kini mulai
terbuka bisa melihat dataran rendah dikejauhan.
Masuk gerbang Kawasan Gunung Salak Endah harus
bayar retribusi dulu, kini dikiri jalan ada beberapa
papan petunjuk obyek wisata, tapi kami lewati saja
karena berniat hanya ke curug Ngumpet saja.
Parkir juga mudah dipinggir jalan, tapi curug Ngumpet
itu benar2 ngumpet jauh dari tepi jalan.
Kami harus berjalan menelusuri tepian sungai sejauh
sekitar 400 meter, jalan nya juga naik turun tapi tidak
se sulit jalan ke curug Kawung tadi.
Ternyata memang betul curug yang lumayan besar
ini tersembunyi jauh ditengah hutan.
Saat itu sudah matahari sudah mulai turun menjelang
sore, kerimbunan pepohonan begitu lebat dan tidak
ada satupun bangunan disitu maka suasana di depan
air terjun itu sungguh alami sekali.
Hari sudah menjelang sore, kami kembalii ke mobil
dan ngebut mencari lokasi curug terakhir dalam list
kami yaitu curug Cigamea, kabarnya kita harus jalan
kaki sejauh 800 meter untuk sampai kesana.
Disatu tempat dikanan jalan terlihat motor parkir
banyak sekali, sempat mengira ada hajatan atau
pertandingan sepak bola - ternyata itu kendaraan
para pengunjung ke curug Cigamea itu.
Turun dari mobil, dari tempat parkir sudah bisa
melihat air terjun yang tampak kecil di ujung lembah
nun jauh sekali dibawah.
Sempat mikir juga karena jauh sekali, menuju
kesana memang enteng karena menuruni lembah,
tapi pulangnya nanti pasti bikin dengkul goyah.
Tapi indahnya pemandangan dan jalan conblock
yang rapih mengundang kami untuk segera jalan.
Perjalanan perginya enteng saja, dan tidak lama
sudah sampai ke curug yang cantik sekali.
Curug Cigamea tinggi besar dan ada dua, banyak
anak muda yang mandi2, ramai sekali.
Sekeliling terlihat banyak saung penjual makanan
dan minuman, yang tentunya mengurangi nuansa
alami curug yang cantik itu - sayang sekali.
Padahal curug Cigamea ini akan sangat indah
dilihat dan difoto kalau tidak terhalang gubuk2 itu.
Perjalanan pulang tentu harus mendaki tangga
yang kelihatan begitu "mengerikan" panjangnya,
maka supaya tidak patah semangat kami semua
jalan sambil menghitung jumlah anak tangganya.
Setelah ber-kali2 mogok ngos2an, akhirnya sampai
juga diatas dan ternyata hitungannya tidak sama
ada yang 225 ada yang 250, maklum ngitung
dalam keadaan otak butek kecapaian.
Perjalanan kembali ke kota Bogor, tidak melewati
jalan semula, tapi melewati Pamijahan dan Gunung
Menyan untuk tembus ke jalan raya antara Jasinga-
Bogor, dan menjelang magrib tibalah kami kembali
di Bogor untuk masuk tol Jagorawi menuju pulang.