Friday, November 30, 2007

Mengunjungi sekaligus Enam Curug Gunung Salak.




Berbeda dengan Gunung Gedeh/Pangrango yang terlihat dekat
kalau kita berkendara ke Puncak/Cipanas maka Gunung Salak
yang menjulang di barat kota Bogor "terasa jauh".

Gunung Salak merupakan gunung api strato tipe A, semenjak
tahun 1600-an tercatat beberapa kali meletus, antaranya
tahun 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935.
Letusan terakhir terjadi tahun 1938, berupa erupsi freatik yang
terjadi di Kawah Cikuluwung Putri.

Kurangnya berita tentang gunung setinggi 2200 meter yang
mempunyai tujuh puncak ini, serta sulitnya medan memang
membuatnya tidak terlalu populer bagi para pendaki.
Hal itu pula yang membuat saya selama ini "melupakan-nya"
tidak pernah muncul keinginan untuk mengunjunginya.

Barulah setelah Robiyati dan Budi Tjoe kesana dan bercerita
bahwa ternyata Gunung Salak bisa dikunjungi dengan mudah.
Jalan aspal-nya bagus dan dilerengnya banyak air terjun yang
cantik2 katanya - maka Minggu pagi 3 Juni 2007 kami dengan
mengambil rute Bogor - Ciapus, berkendara menuju lereng/
kaki timur laut Gunung Salak itu.

Rencana disusun ingin sekaligus melihat 6 curug/air terjun,
diawali dari yang paling timur yaitu curug Nangka - Daon-
Kawung, ketiganya berurutan pada satu aliran sungai.
Kemudian mengarah kebarat yaitu curug Luhur, kemudian
curug Ngumpet dan terakhir curug Cigamea.
Sebenarnya masih terdapat beberapa curug lainnya, tapi
kami rencanakan enam buah curug dulu saja, itupun di-
perkirakan sore hari baru selesai.

Mengunjungi curug asyiknya di musim hujan karena debit
air yang terjun akan besar sehingga terlihat bagus,
ketimbang musim kemarau yang air terjunnya kecil saja.
Tapi repotnya kalau pas berada disana turun hujan maka
pasti akan sulit sekali mencapai lokasi curug.
Syukurlah pagi itu cuaca cukup cerah, sehingga besar
harapan perjalanan bisa lancar dan target melihat enam
buah curug itu bisa tercapai.

Setelah berkendara sekitar 20 kilometer dari Bogor, kami
tiba di pintu masuk komplek tiga curug itu, setelah bayar
tiket masuk dan parkir di tepi jalan, kami mempersiapkan
diri pakai sepatu kets, dan mulai berjalan kaki memasuki
kawasan yang asri sekali penuh pepohonan.

Curug pertama/yang paling hilir adalah curug Nangka,
tapi untuk bisa mencapainya kita harus berjalan di aliran
sungai dangkal berbatu yang berada di jurang yang sempit,
kiri kanan sungai ada tebing curam yang menjulang tinggi.
Beberapa waktu lalu kabarnya ada korban jiwa, disaat
beberapa pengunjung sedang berada disana tiba-tiba
datang air bah, mereka tidak bisa menyelamatkan diri
karena dinding tepi sungai itu terjal sekali -
semua tewas disapu air bah.

Tidak mau uji nyali, maka kami lewatkan arah ke curug
Nangka, kini menelusuri jalan setapak dengan disebelah
kanan kami ada jurang dalam menyeramkan yang tidak
terlihat dasarnya karena tertutup pepohonan - itulah
aliran sungai dari curug Nangka.

Setelah sekitar 15 menit berjalan, tibalah kami di sungai
kecil yang dangkal berbatu, air hanya mengalir di sela-
sela batu2 besar, dan ada papan peringatan berbunyi :
Dilarang menelusuri sungai bila keadaan cuaca mendung/
hujan - BERBAHAYA.
Waduh, dag dig dug juga jadinya, belum apa-apa sudah
di warning begitu. Tapi ah sudah kepalang - asal wapada
saja dah, kami teruskan - menyebrangi sungai itu.

Sungai kecil itu koq tampak langsung putus alirannya,
rupanya terjun ke jurang - itulah awal curug Nangka !
Sayang tertutup pepohonan sehingga kami tidak bisa
dari atas itu melihat air terjunnya.

Tempat itu tentu sangat berbahaya, tampak ujung aliran
sungai yang terputus itu dipasangi kawat berduri untuk
mencegah orang mendekat.
Kalau terpeleset bisa terjun entah berapa puluh meter
kedasar curug Nangka.
Persis ditepian jurang itu ada batu prasasti, bertuliskan
nama seseorang, rupanya itu batu kenangan yang dibuat
mengenang seseorang yang tewas terjatuh ke jurang itu !
Whoaa, sungguh menyeramkan lokasi itu.

Kami tentu tidak ingin ber-lama2 disitu, kini jalan pelan2
sepanjang tepian sungai mengarah ke hulu sungai dan
tidak lama sampai lah di Curug Daon.
Wah semua kecewa karena curugnya bukan cuma kecil
saja, juga ketinggiannya paling tiga meter doang.

Tentu jadi penasaran ingin lihat curug ketiga yang entah
berapa jauh dari curug Daon itu karena tidak terlihat.
Sempat ragu juga, karena menuju ke curug Kawung
harus berjalan tidak cuma di tepian sungai berbatu itu
tapi juga harus zig-zag nyebrang2 sungai.
Tapi dinding tebing tepian sungai terlihat tidak terjal,
memungkinkan kami naik menyelamatkan diri kalau
datang air bah, maka kami sepakat jalan terus.

Memang tidak mudah jalannya, harus naik turun dijalan
setapak beralaskan tanah - saya juga sempat terjatuh,
dengan sesekali harus menyebrangi sungai dengan
cara meloncat-loncat diatas bebatuan.
Berjalan bersama banyak pengunjung lainnya membuat
bersemangat, ditambah berada di lingkungan alam
yang begitu segar asri - menyenangkan sekali.

Akhirnya setelah sekitar 20 menit berjalan, tampaklah
dikejauhan sebuah air terjun yang cukup tinggi, keren
dan cantik sekali, hilang dah rasa lelah kami.
Warna warni baju anak2 muda yang berada dikaki
curug Kawung menambah cantiknya pemandangan.

Puas menikmati pemandangan, kami bergegas kembali
selain ingin keburu melihat curug2 lainnya juga karena
sebenarnya terasa seram juga berada ditengah hutan
yang se-waktu2 bisa datang air bah.

Kembali berkendara keluar kawasan, sekitar 8 km
sudah bertemu Curug Luhur dikanan jalan, jadi berbeda
sekali dengan curug sebelumnya yang jauh ditengah
hutan, curug ini berada persis ditepi jalan.
Sayang walau mudah dicapai karena dekat dan ada
jalan setapak yang rapih, sekeliling curug sudah ada
banyak rumah/saung2 sehingga tidak alami lagi.
Berbeda sekali dengan curug Kawung yang asri alami.
Setelah membuka bekal makan siang dan beristirahat,
kami segera kembali ke mobil karena masih ada dua
lagi curug yang akan dikunjungi.

Perjalanan kini menuju Kawasan Gunung Salak Endah
yang berjarak 20 km, jalan mulai terasa ramai - kalau
tadinya hanya sesekali ketemu sepeda motor, kini
banyak ketemu mobil dan motor sehingga harus extra
hati2 dijalan yang banyak belok-belok itu.
Tapi kini pemandangan sepanjang jalan mulai menarik
karena kalau tadinya tertutup pepohonan, kini mulai
terbuka bisa melihat dataran rendah dikejauhan.

Masuk gerbang Kawasan Gunung Salak Endah harus
bayar retribusi dulu, kini dikiri jalan ada beberapa
papan petunjuk obyek wisata, tapi kami lewati saja
karena berniat hanya ke curug Ngumpet saja.

Parkir juga mudah dipinggir jalan, tapi curug Ngumpet
itu benar2 ngumpet jauh dari tepi jalan.
Kami harus berjalan menelusuri tepian sungai sejauh
sekitar 400 meter, jalan nya juga naik turun tapi tidak
se sulit jalan ke curug Kawung tadi.
Ternyata memang betul curug yang lumayan besar
ini tersembunyi jauh ditengah hutan.
Saat itu sudah matahari sudah mulai turun menjelang
sore, kerimbunan pepohonan begitu lebat dan tidak
ada satupun bangunan disitu maka suasana di depan
air terjun itu sungguh alami sekali.

Hari sudah menjelang sore, kami kembalii ke mobil
dan ngebut mencari lokasi curug terakhir dalam list
kami yaitu curug Cigamea, kabarnya kita harus jalan
kaki sejauh 800 meter untuk sampai kesana.

Disatu tempat dikanan jalan terlihat motor parkir
banyak sekali, sempat mengira ada hajatan atau
pertandingan sepak bola - ternyata itu kendaraan
para pengunjung ke curug Cigamea itu.
Turun dari mobil, dari tempat parkir sudah bisa
melihat air terjun yang tampak kecil di ujung lembah
nun jauh sekali dibawah.

Sempat mikir juga karena jauh sekali, menuju
kesana memang enteng karena menuruni lembah,
tapi pulangnya nanti pasti bikin dengkul goyah.

Tapi indahnya pemandangan dan jalan conblock
yang rapih mengundang kami untuk segera jalan.
Perjalanan perginya enteng saja, dan tidak lama
sudah sampai ke curug yang cantik sekali.
Curug Cigamea tinggi besar dan ada dua, banyak
anak muda yang mandi2, ramai sekali.
Sekeliling terlihat banyak saung penjual makanan
dan minuman, yang tentunya mengurangi nuansa
alami curug yang cantik itu - sayang sekali.
Padahal curug Cigamea ini akan sangat indah
dilihat dan difoto kalau tidak terhalang gubuk2 itu.

Perjalanan pulang tentu harus mendaki tangga
yang kelihatan begitu "mengerikan" panjangnya,
maka supaya tidak patah semangat kami semua
jalan sambil menghitung jumlah anak tangganya.
Setelah ber-kali2 mogok ngos2an, akhirnya sampai
juga diatas dan ternyata hitungannya tidak sama
ada yang 225 ada yang 250, maklum ngitung
dalam keadaan otak butek kecapaian.

Perjalanan kembali ke kota Bogor, tidak melewati
jalan semula, tapi melewati Pamijahan dan Gunung
Menyan untuk tembus ke jalan raya antara Jasinga-
Bogor, dan menjelang magrib tibalah kami kembali
di Bogor untuk masuk tol Jagorawi menuju pulang.


Tuesday, November 27, 2007

jokes : Wrong Number.

Last Wednesday night I was sitting in my room watching
television, when the phone rang.

"Hello?" I said.

A girl's voice came over the line. "Can I speak to Ben, please?"

I live by myself, and my name definitely is not Ben.
It was a wrong number and I was bored.   I replied,
"I'm sorry, he's not in right now. Can I take a message?"

"Do you know what time he'll be back?" she responded.

"I think he said he'd be home around ten."

There was a confused silence on the other end.

"Is this Steve?"
 
My name isn't Steve, either. So I replied,
"Yes, it is. D'you want to leave a message for Ben?"

"Well... he said he would be home tonight and asked
me to call him," she said in a slightly irritated voice.

I replied, "Well, he went out with Karen about an hour ago,
and said that he would be back at ten."

A shocked voice now, "Who's Karen?!"

"The girl he went out with."

"I know that! I mean... who is she?"

"I don't know her last name. Look, do you want me to leave
a message for Ben?"

"Yes... please do. Tell him to call me when he gets home."

She was sounding pretty irate at this point,
I could hear her temper flaring. "I sure will. Is this Jennifer?"

She exploded, "Who the hell is Jennifer?!"

Apparently she wasn't.

"Well... he's going out with Jennifer at ten.
I thought you were her. Sorry... it was an honest mistake."

"Ben's the one that's made the mistake! Tell him that
Alice called and that she's very upset and that I want
him to call me as soon as he gets home."

I smiled and said,
 "Okay, I will... but Becky isn't going to like this..."
*CLICK*

 

Perayaan Shejit Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kait.


Sebuah spanduk yang dipasang melintang dijalan
tengah kota Tangerang menarik perhatian saya,
karena memberitakan tentang akan berlangsungnya
perayaan Shejit (ulang tahun) Kelenteng Tjo Soe Kong
Tanjung Kait, 14 - 16 Desember 2007.

Kelenteng yang berada ditepi pantai ini konon dibangun
pada abad 17, tapi sewaktu saya masih kecil kesana
kelenteng itu sangat tidak terawat, hanya berupa sebuah
bangunan kecil sederhana saja.
Tapi belakangan sekitar tahun 1970-an menjadi begitu
terkenal, banyak peziarah berdatangan apalagi saat
malam "Ce-It" atau "Cap-Go".
Saya ingat benar kalau malam Cap Go itu bus-bus
tidak putus2-nya lewat didepan rumah orang tua saya
di Tangerang.
Kalau kita malam itu ke TanjungKait, jangan harap bisa
parkir dihalaman kelenteng, sekian kilometer kendaraan
sudah tidak bergerak, biasanya orang sudah turun dari
bus dan jalan kaki ramai2 menuju kelenteng.

Kelenteng menjadi satu komplek yang lumayan besar,
tapi belakangan pamor nya meredup, menjadi sunyi
sepi kembali - seakan kompak dengan bangunan
Radar kuno peninggalan jaman konfrontasi Dwikora
yang berada persis disebelah komplek kelenteng.

Saya mencari informasi lebih lanjut dan sempat
bertemu salah seorang panitianya.
Jadi betul kalau ada kegiatan untuk menghidupkan
kembali kelenteng Tjo Soe Kong itu, antara lain
dengan mengadakan perayaan shejit yang diramaikan
dengan berbagai atraksi, antara lain:

- Festival Barongsai
- Bazaar Rakyat
- Gambang Keromong/Lenong
- Wayang Potehi
- Wayang Kulit.

Dipastikan pula bahwa jalan dari Tangerang - Mauk
sampai ke halaman kelenteng dalam keadaan bagus.
Pada hari terakhir - Minggu tanggal 16 Desember itu
akan ada final lomba Barongsay, dan pertunjukan
Wayang Potehi yang sudah langka.

Dihalaman depan kelenteng seperti biasa akan didapati
tenda2 warung makan sea-food, dan juga para penjual
makanan hasil laut yang dikeringkan seperti ikan asin,
cumi asin, terasi dll.

Ada yang mau kesana ?

Monday, November 26, 2007

Bingung nyari cara keluar dari bandara di tengah malam.

 

Senin sore, 26 Nopember 2007,

Saat berkendara menuju warung, mendekati jam 17 radio
ElShinta memberitakan kejadian air pasang menggenangi
tol Sedyatmo, arus ke/dari Bandara macet katanya.
Saya jadi teringat, ada seorang family yang jam 23.45
akan mendarat dari Bangkok dengan AirAsia, tinggalnya
di Jakarta dan akan dijemput sopir saja karena anggauta
keluarga yang lain berhalangan.

Karena warung ramai, sempat terlupa dan setelah dirumah
ingat untuk mencari berita terbaru, istri saya bilang coba
lihat CNN-nya Indonesia, eh yang ada pak SBY sedang
motong kue ultahnya Metro TV.

Normalnya dari Bandara ke Jakarta tentu melalui jalan tol
Sedyatmo, bisa langsung bablas nyambung ke tol dalam-
kota, atau keluar di beberapa exit sebelumnya yaitu di
Kamal, Pantai Indah Kapuk atau Pluit.
Kalau tidak mau masuk tol, pas melewati gerbang selamat
datang, bisa belok kekiri masuk jalan biasa yang nantinya
akan melewati Rawa Bokor - Kalideres - Cengkareng dstnya.

Tapi kalau tol terblokir, bukan saja kendaraan tidak bisa
lewat, buntut antrian bisa sampai ke-mana2, termasuk
sampai ke exit Rawa Bokor itu.

Nah tentu yang penting sekarang nyari info dari yang fihak
yang berkompeten yaitu Petugas Tol Bandara, maka
nanya ke 108 dan dapatlah nomer tilpon nya 2513702,
tapi kayaknya petugasnya "jual mahal", sampai bosen
menceti nomer itu kaga diangkat-angkat.

Lalu teringat teman saya yang tiap malam pasti lewat situ,
prakteknya di TelukNaga tiap malam lewat tol bandara
menuju rumahnya di Kelapa Gading. Ternyata dia hari itu
malah tidak berangkat praktek karena jalan tol tertutup.

Wah, kalo gitu betul nih banjir, lalu ingat ke Captain Gatot
yang pasti banyak info soal per-bandara-an, sms dikirim
dan dijawab betul ada banjir dan saran untuk lewat pintu
belakang bandara saja.
Sms berikut dari Capt.GP, bahwa jalan masih terblokir -
ada petugas security kantornya belum datang aplusan.

Masih ingin dapat laporan pandangan mata, teringat adik
saya yang setiap malam pulang dari kantornya di Sunter,
melewati jalan tol bandara ke Tangerang.
Jam 21.45 dapat kontak adik saya itu, dia pas mobiling
seputaran Ancol, kebetulan dia sedang dengarkan radio
yang memberitakan tol tertutup dua arah, maka segera
dia mengambil arah ke Grogol lanjut tol Tomang.

Butek dah nih, tidak dapat kabar pandangan mata,
terbayang kalau pesawat mendarat jam 23.45, kan
biasanya paling tidak 45 menit baru bisa keluar.
Kalau coba-coba juga lewat jalan kearah tol bandara itu
atau Rawa Bokor, lalu terjebak kemacetan di tengah
malam tentu rawan sekali.

Eh, kebetulan lihat e-mail dari bu Sofia Mansoor van
Bandung, berita banjir lihat Detik.com katanya.
Astaga!, koq bisa lupa nyari berita di portal berita yang
selalu up to date beritanya ini.
Di Detik.com jelaslah duduk perkaranya, jalan tol masih
terblokir dan kemacetan sudah ke-mana2, yang arah
ke bandara macet sudah terjadi dari Grogol !
sedangkan keluar bandara macet dari gerbang bandara !

Jadi tidak ada jalan lain selain ambil jalan lewat pintu
belakang bandara, menuju Tangerang dan lewat tol
Tangerang-Tomang menuju Jakarta.
Kini persoalannya yang boleh lewat pintu belakang itu
hanya kendaraan yang ada sticker khusus, dan juga
sopir yang ditugaskan menjemput tidak tahu jalan.

Maka saya bilang pak sopir suruh datang kerumah
saya, nanti saya pasangkan sticker dan saya antar
masuk ke bandara.

Sambil menunggu kedatangan pak sopir, saya tilpon
Sentra Medika Bandara (021-5505237).
Diawal bandara beroperasi di tahun 80-an sekian
tahun saya bergabung di unit medical emergency ini,
tempatnya di areal perkantoran dekat tower bandara.
Saya menanyakan situasi lalu lintas didepan kantor,
khawatir ekor kemacetan sampai didalam kawasan
bandara itu, ternyata lancar2 saja kata petugas jaga,

Sopir datang dan ternyata memang dia buta huruf
soal jalan masuk ke bandara dari belakang itu.
OK dah, saya pasang sticker di mobilnya, bawa
jaket untuk antisipasi begadang di airport dan
jam 22.45 kami berdua berangkat, melewati
jalan Ki Samaun - lewat depan Vihara Nimmala -
jembatan dekat bendung Sengego dan mendekati
pintu belakang bandara.
Normalnya paling lama 20 menit sampai, tapi kali ini
karena sudah malam hanya 7 menit sudah sampai di
gate pemeriksaan masuk ke pintu belakang yang
ternyata dibuka lebar - penjaganya duduk2 saja -
semua kendaraan malam itu dibebaskan lalu lalang.

Menjelang tengah malam itu lalu lintas masih ramai,
apalagi arus yang mengarah keluar bandara, karena
inilah jalan satu2nya yang terbuka keluar bandara.

Pak Sopir saya arahkan menuju terminal dua, tidak
masuk terminal tapi arah menuju tempat parkir dari
terminal dua itu, setelah dia faham kami kembali
mengarah keluar bandara.
Jadi saya akan diantar pulang, karena sopir ini sudah
faham jalan dan yakin bisa sendiri menjemput.

Dirumah buka Detik.com lagi, diberitakan jam 23.15
seputaran perempatan Cengkareng macet 4 kilometer,
sedangkan antrian di Kalideres panjangnya 7 kilometer.

Sekitar jam 00.30 yang dijemput SMS saya bahwa
sedang ambil koper, dan jam 01.30 SMS lagi bahwa
sudah tiba dirumahnya.

Kompas Selasa pagi memberitakan kejadian genangan
air di KM 27 itu, kekacauan luar biasa di jalan-jalan,
puluhan jadwal penerbangan ditunda, LionAir saja
belasan penerbangan domestik yang dibatalkan.

Lha bagaimana mau terbang, bukan saja penumpangnya nggak datang,
wong air-crew nya juga nggak nyampe2.

Bandara sore itu banyak penumpang terlantar tidak
bisa keluar bandara karena tidak ada yang menjemput,
mau naik taksi juga di getok, ke Tangerang saja yang
biasanya cuma 90 rb diminta 400 rb.

Haiyaaa - jangan sering2 dong ah kejadian begini, puyeeeng!!.


 

Sunday, November 25, 2007

Umurnya 65 ? Kalo saya 72 !

Minggu pagi, 25 Nopember 2007 -

Saya dengan istri meluncur ke Jakarta dengan hati
yang dagdigdug, macet nggak - macet nggak nich.
Saya kan kalau tidak kepaksa nggak mau ke Jakarta,
ini karena ada macam2 urusan.
Sampai-sampai nilpon teman yang tinggal di Meruya
untuk minta laporan pandangan mata arus tol arah
ke Jakarta - Amaaaan katanya!.

Ternyata benar2 Jakarta hari ini sangat bersahabat,
bukan saja tol Tomang dan Dalam Kota lancar, juga
parkir di basement-nya RS Medistra yang sempit itu -
ternyata dapat - persis satu tempat kosong terakhir.

Kesana nengok teman yang dirawat - dia apes banget,
gara-gara dengkulnya pengen enteng - disuntiklah oleh
dokter langganannya obat kedalam sendi lututnya -
eh malah infeksi berat sampai bernanah, demam dan
harus dirawat segala.

Selesai bezoek, karena melihat lalu lintas yang begitu
aman lancar, maka di Semanggi belok lah ke arah
Grand Indonesia, kalau hari kerja sih sorry lah kesana.
Sempat salah masuk, masuknya dari gedung parkir
yang sebelah timur, membuat saya harus ber-pusing2
sampai ke lantai tujuh, disana kami bingung karena
tidak ada satupun mobil lainnya.

Setelah nanya kesana kemari sampailah di ujung
satunya lagi gedung parkir itu, disitu juga tidak ada
satupun kendaraan, yah sudah parkir saja lah.
Memang serba salah, kalo tempat parkir penuh -
pusing, ini dapat leluasa parkir sendirian di tempat
parkir segede lapangan bola juga bingung.

Rupanya parkirnya nggak salah, karena persis
dibawah bioskop Megablitz.
Di Grand Indonesia kami makan siang dan seperti
biasa cuci mata, setelah itu kami putuskan jadi
menuju ke Jalan Gajah Mada untuk mengunjungi
Adira Kenduri Kuliner Nusantara 2007.
Mumpung jalan lancar dan tidak hujan, tapi tentu
saya tidak berani parkir di Gedung Arsip Nasional,
tapi di gedung parkir Gajah Mada Plaza.

Kami menyetop mikrolet, buru-buru naik, eh malah
dia ngetem, lama lama gerah juga itu kan jam 14
yang lagi panas2nya - maklum aja mana ada sih
mikrolet yang pake AC.
Kesel nggak jalan-jalan, saya tanya dah - masih
lama nih pak!, dijawab kalem - dua lagi dah, haiyaa.

Sampai di Gedung Arsip betul saja lapangan parkir
penuh sesak, udara panas sekali.
Baru saja mau keliling lihat2 stand, istri saya terkilir
kakinya, terpaksa minggir nyari bangku buat duduk.

Saya sempat bertemu teman2 Jalansutra yang
bertugas dan juga pak Martin & istri.

Mendadak istri saya bilang, tadi lihat bu Martin beli
(nge-bungkus bawa pulang) Mie Aheng, beliin dong.
Cari-cari tidak ketemu, ketemu Grace yang jaga di
stand Jalansutra.
Saya tanya : Grace, Mie Aheng dimana?.
Dijawab : di Mangga Besar!
Lho ??? - bukan, maksudnya didalam sini !
Nggak ada tuh ! sahut Grace dg yakinnya.
Nah bingung kan, lalu Grace bilang disini yang ada
Mie Kepiting Ameng, Mie Aheng mah nggak ada!.
Astaga, tadi rupanya istri saya salah denger.

Mendekati jam 16 kami meninggalkan halaman
gedung, rencana semula akan nyebrang jalan dan
naik mikrolet lagi kesebrang Gajah Mada Plaza.
Tapi ternyata jembatan penyebrangan jauh sekali,
sedangkan istri saya kakinya masih sakit sekali.
Bingung dah, masa jarak segitu dekat naik taksi !
Oh - naik Bajaj kalo gitu, tapi tengok2 koq nggak
ada satupun Bajaj yang lewat.

Nanya ke tukang parkir, oh disini mana ada Bajaj
yang berani lewat katanya, kan Bajaj tidak boleh
masuk jalan raya.
Kalo mau, nyarinya di jalan Krukut depan radio
Sonora.

Kayaknya itu jalan terbaik, dengan pelan2 kami
jalan melewati Kompas Gramedia, dan masuk
ke jalan menuju Krukut.
Benar saja tampak berbaris belasan Bajaj antri
menunggu penumpang, tapi koq Bajajnya butut2
semua, parah banget penampilannya, rombeng2.

Saat kebingungan, tampak seorang pengemudi
yang menunggu didalam Bajajnya me-lambai2
kepada kami, wah udah tua kurus lagi orangnya -
sepadan banget sama Bajajnya.

Pak, berapa ke Gajah Mada Plaza ?
Goceng dah !
Yah udah - kesian kalo di tawar2.

Begitu naik, saya kesulitan nyari kunci pintunya,
ternyata pakai karet bekas ban mobil, cukup di
kaitkan begitu saja.

Mesin dihidupkan, busyet deh berisik banget
dan dengan ter-engah2 mulai berusaha bergerak,
saya tengok istri saya sedang nyengir2 geli.

Lumayan dah tuh Bajaj bisa jalan walau dengan
begitu hebohnya, berisik banget, lalu iseng saya
tanya - Pak, Bajaj tahun berapa nih ?.
Si engkong ngejawab, tapi nggak nyambung -
kayaknya dia salah dengar.

Saya ulang lagi pertanyaan tadi, kali ini dengan
setengah teriak, dijawab :
tahun 65 !

Saya timpali : Kalo gitu seumuran saya tuh pak.
(becanda-masa saya lahir tahun 1965, itu mah
15 tahun lebih muda, he3)
Istri saya tampak kepayahan nahan ketawa.

Eh si bapak nyaut:
Umurnya 65 ? Kalo saya 72 !

Nggak ketahan dah istri saya ngakak !


 

Wednesday, November 21, 2007

Duch - didepan Pengadilan Genosida.


Harian Kompas - Kamis 22 Nopember 2007, halaman 8 :

Memuat berita tentang dihadapkannya Kaing Guek Eav alias Duch,
ke pengadilan Genosida di PhnomPenh, dia adalah kepala penjara
S-21 (dikenal pula sebagai penjara Toul Sleng) era Khmer Merah.

Duch ditangkap pengadilan genodisa dukungan PBB, Juli 2007,
karena dianggap bertanggung jawab atas tewasnya sekitar 16.000
warga Kamboja saat mengepalai penjara S-21 itu.

Diyakini, mereka dibunuh dengan sebelumnya disiksa dulu dengan
begitu kejam nya, karena dianggap musuh Khmer Merah.
Saat rezim Khmer Merah berkuasa tahun 1975 -1979, sekitar
1,7 juta rakyat Kamboja dibunuh secara kejam.

Dalam foto di Kompas itu, Duch yang tampak muram dan lemah,
mengaku kalau dia berbuat se-mata2 atas perintah dan dalam
ancaman akan dibunuh kalau tidak melaksanakan perintah itu.
Dalam foto itu dia memang tampak mengundang iba, tapi lihat
dulu cerita2 dan foto2 tentang tempat mengerikan penjara S-21
alias Toul Sleng itu.

Toul Sleng Prison - Phnom Penh Cambodia
                          http://smulya.multiply.com/journal/item/19
Toul Sleng Prison - Kamboja
                          http://smulya.multiply.com/photos/album/11

Mengapa PolPot begitu kejam thdp bangsanya sendiri
                           http://smulya.multiply.com/journal/item/21

Konon saat tentara Vietnam menyerbu masuk Kamboja, dan
membebaskan penjara itu, ternyata dari sekitar 15 ribu orang
yang dimasukkan kedalam penjara itu hanya 7 orang saja
yang ditemukan masih hidup !


Foto lain :
Beberapa sudut PhnomPenh
                           http://smulya.multiply.com/photos/album/12
Cruise PhnomPenh
                           http://smulya.multiply.com/photos/album/42

Thursday, November 15, 2007

ADIRA Kendoeri Koeliner Noesantara 2007

Oendangan Kendoerij dari ADIRA dan Jalansutra

 

 

Terboeka oentoek Oemoem!

Kami Rindoe Berdjoempa dengan Saoedara Sekalijan

 

Seboeah pameran koeliner yang menjadjikan beragam masakan otentik tanah air

 

Djadilah saksij atas kekajaan resep poesaka nenek mojang.

Temoekan menoe-menoe pilihan dari dapoer kedaj/waroeng/restoran pudjaan Saoedara!

Setelah poelaoe dan lagoe, bagaimana djadinja djika resejp-resejp masakan leluehoer poen

diakoei sebagai milik bangsa lain? Pastikan djangan sampaj kedjadian!

 

 

ADIRA Finance dan Jalansutra dengan Santoen Mempersembahkan:

ADIRA Kendoeri Koeliner Noesantara 2007

Gedoeng Arsijp Nasional

Djalan Gadjah Mada no 111, Djakarta

 

24 November 2007, djam 09.00- 21.00

25 November 2007, djam 09.00- 17.00

 

|

 

Saoedara dipoedjikan oentoek ambil bahagian mentjitjipi:

 

Boepet Mini Pasar Benhill “ Martabak Palembang “ Mie Tjelor Djalan Biak

Pempek Pak Raden “ Boergo dan Pempek Sari Sandjaja“ Nasij Oedoek Qoemaj

Laksa dan Tape Oeli Tjisalak “ Gaboes Poecoeng Ciboeboer -  Soto Mie" Wahid Hasyim

Tahoe Pong Hayam Woeroek  “ Gado-gado dan Roejak Tjingoer Iboe Bambang

Soto Koedoes “ Koepang Lontong dan Asem-Asem Bhek Poetra Kelapa Gading

Mie Kepiting Pontianak Ameng Pangeran Djajakarta “ Atjil Inoen“ Sate Jamoer

Nasij Bali Ajengan Ciboeboer “ Ajam Taliwang Senggigi Iboe Wati

Coto Marannoe “ Yougwa Masakan Papua “ Koewe Tradisional Lastri

Eis Mangga dan Pala Bogor “ Tjintjaoe Djahe Tjikini “ Biir Pletok dan Tjamilan Omah Sendok

Serabi Solo Notosoeman gaja Menteng “ Eis Kelapa Muda dan Otak-otak Petodjo

Teh Saring Sariwangi AEA

 

Dan banjak lagi hal lainnja!

 

|

Saoedara boleh djuga tengok itu kami poenja pameran teh dan kopi

yang menampilkan koleksij teh dan kopi dari seloeroeh pelosok negeri.

|

 

Masih ingat mainan kampoeng jang pernah Saoedara mainkan saat ketjil doeloe?

Kami poenja koleksij maianan anak djaman doeloe jang bisa Saoedara

nikmati dan beli oentoek poetra-poetrij Saoedara.

|

Pada atjara ini poen, Saoedara boleh berkesempatan untuk peroleh wang toenaij

sampaj Rp 5,000,000 apabila Saoedara berhasil mentjatatkan

rekor MURI sebagaj Pembakar Sate Terlama. Informasi lebih lanjoet,

sila hoebungi kami.

Sabtoe, 24 Nov 2007. Djam 09.00 sampai jam berapa poen.

|

Saksijkan poela demo masak yang akan dibawakan oleh Bondan Winarno,

tokoh koeliner Asia jang makin maknyoes dari waktoe ke waktoe.

Sabtoe, 24 Nov 2007. Djam 11.00 - 12.00.

|

Boet Saoedara jang rindoe akan lagoe-lagoe tahoen 80-an,

sila datang oentoek menikmati pelantoen tembang-tembang sohor.

Moelaj dari Catatan Si Boj sampaj lagoe berjoedoel Suzanna. Pasti Seroe.

Sabtoe, 24 Nov 2007. Djam 19.00 - 21.00.

|

 

Bila Saoedara penggemar batik moderen dengan potongan-potongan seksij,

sila datang ke pameran ini. Saksijkan poela pagelaran boesana batik seksij

jang tiada doeanja.

Sabtoe, 24 Nov 2007. Djam 17.00 -17.30

 

|

 

Ada perlombaan main jojo - Pertoenjoekan main gasing dan koleksij gasing

dari seantero negeri! Bapak Gasing Indonesia akan hadir di sini.

Tari-tari noesantara! Senam SKJ jang nostalgia itoe!

Minggoe, 25 Nov. Djam 09.00 - 17.00

|

Selama atjara berlangsungSaoedara akan dimandjakan dengan hadiach-hadiach

jang menarik hati dari sponsor! Ikoeti Permainannya!

 

-

HTM Rp 20,000

Akan disoembangkan oentoek Jajasan Kemanoesiaan INCRESO

 

-

Oentoek keterangan lebich lanjoet, sila hoebungi kami:

Njonjah Didi [021 985 28264] dan Toean Wasis [021 93460583]

Email adirakkn@gmail.com ataoe adirakkn.blogspot.com

Sekretariat ADIRA Kendoeri Nusantara 2007

Gedoeng ADIRA lantai 10, Djalan Menteng Raja no 21. Djakarta Poesat

 

Tuesday, November 13, 2007

'Eighth Wonder of the World' - Palm Island Dubai.




Senin pagi, 15 Oktober 2007 kami bersiap meninggalkan
Dubai untuk menuju Istanbul Turki, nantinya akan keliling
Turki bagian barat dan tengah selama beberapa hari.

Pesawat berangkat siang, maka sempat city tour lagi
yang diawali mengunjungi Jumeirah Mosque, satu-satunya
mesjid di Dubai yang boleh dikunjungi non-Muslim atau turis.
Mesjid yang dibangun tahun 1978 dari bahan sandstone ini,
didepan-nya ada papan petunjuk tentang jam kunjungan,
aturan2 yang wajib dipatuhi pengunjung seperti melepas
sepatu, berpakaian sopan, wanita memakai kerudung dll.

Yang paling menarik adalah tulisan di bagian atas papan :
Open Doors - Open Minds. Ini mengisyaratkan semangat
keterbukaan untuk terciptanya saling pengertian.
Dalam kunjungan satu jam pengunjung/turis mendapatkan
penjelasan tentang religi dan kultur di United Arab Emirates.
Karena waktu terbatas kami hanya berfoto diluar saja,
segera menuju Spice Souk, komplek pertokoan yang
aneka menjual rempah2, tapi semua teman tidak tertarik
memasukinya, tentu bumbu-masak mana cocok buat
dijadikan souvenir, jadi jalan kaki saja diluarnya.

Dubai dijuluki The City of Gold, setiap tahun meng-import
300 ton emas, maka tentu tempat berikutnya yang dituju
adalah tempat jual beli perhiasan emas yang kesohor
sekali yaitu Gold Souk.
Dari luar terlihat mirip Pasar Baru Jakarta, berupa jalan
yang dipasangi atap, hanya pejalan kaki yang boleh
memasukinya.
Begitu masuk, betul saja mata kita langsung disilaukan
oleh kilauan perhiasan emas/permata yang memenuhi
etalase toko-toko sepanjang jalan itu.
Suasana sih terasa aman, tapi ada mobil polisi yang
mejeng didalam kawasan, dan sesekali ada patroli lewat.

Kami diberi waktu satu jam, saya sih langsung duduk
saja menikmati suasana, memperhatikan orang banyak
yang lalu lalang tapi tampaknya tidak banyak yang
bertransaksi didalam toko-toko itu.
Teman2 juga rupanya cuci mata saja, saat kumpul lagi
tentengan yang dibawa isinya juga souvenir saja.

Selama berkeliling Dubai yang sebenarnya gurun pasir,
terlihat dimana-mana ada taman rumput hijau, kalau
diperhatikan terlihat ada selang air warna hitam untuk
menyiram otomatis yang ditanam dibawah tanah.
Air keran di Dubai yang bisa langsung diminum asalnya
air laut yang disuling, sedangkan recycle water dipakai
untuk menyiram tanaman, untuk mineral water diambil
air dari sumber air bawah tanah.
Dimana-mana terlihat bersih, maklum saja denda buang
sampah sembarangan besar sekali sampai 500 Dirham.

Dalam perjalanan menuju airport kami melewati proyek
Palm Jumeirah yang dibuat dengan cara reklamasi laut
lepas pantai jumeirah itu, memakai sistim rainbowing :
pasir di curahkan diatas blok beton.
Dilihat dari udara Palm Jumeirah seakan bayangan
sebuah pohon Palm, yang terdiri dari sebuah batang
dengan 17 cabang daun, dan dikelilingi pulau buatan
pula yang berbentuk bulan sabit sepanjang 11 kilometer
yang berfungsi sebagai tanggul raksasa pemecah ombak.

Palm Jumeirah ini terhubung ke daratan oleh jembatan
sepanjang 300 meter, sedangkan pulau bulan sabit
terhubung ke mahkota Palm itu dengan subsea tunnel.
Pulau ini ukurannya 5 kali 5 kilometer, sehingga pada
October 2007, Palm Jumeirah bisa disebut :
The World's Largest Man-made Island.
Konon bangunan ini bisa dilihat dari angkasa luar hanya
dengan mata telanjang.
Nantinya akan terdapat 1500 villa dengan private beach,
2500 kamar apartment, 200 toko, 750 berth marina,
dan 30 buah hotel yang 8 diantaranya di batang pohon
dan 22 di bulan sabit.

Saat rumah-rumah ini dipasarkan tahun 2004, ternyata
sold-out hanya dalam waktu 3 hari saja, pembelinya
antara lain David Beckham.

Ternyata Dubai tidak cuma membangun Palm Island
ini saja, Palm Jumeirah malah bakalan jadi yang terkecil
karena Palm Island berikutnya yaitu Palm Jebel Ali dan
Palm Deira lebih besar lagi.
Dengan terbentuknya Palm Island maka panjang garis
pantai Dubai bertambah 520 kilometer alias menjadi
lipat dua.
Untuk segala kedahsyatan Palm Island ini Dubai sendiri
mendeklarasikannya sebagai :
'Eighth Wonder of the World'.

Belum puas dengan proyek gigantic itu, untuk orang
yang bermimpi mempunyai pulau pribadi, maka Dubai
siap mewujudkan-nya dengan "The World" - berlokasi
sekitar 5 kilometer lepas pantai Jumeirah akan dibuat
300 buah pulau buatan berukuran 14.000 - 42.000 m2,
berjarak 100 meter satu sama lain.
Kalau sudah rampung maka kepulauan berbentuk peta
dunia itu akan membentang sejauh 9 kali 6 kilometer.

Pulau ini untuk orang yang ingin mempunyai privasi
sepenuhnya, maka hanya bisa dijangkau dengan
helicopter/ seaplane atau yacht pribadi.
Kabarnya Michael Schumacher, Tommy Lee (suami
Pamela Andersen) sudah membelinya.

Menurut National Geographic Channel (The Best of
Megastructures) total biaya untuk the World adalah
14 milyar USD. Sedangkan pulau-pulau nya harganya
berkisar antara 15 - 45 juta USD.

Proses check-in di bandara Dubai lancar, ada sedikit
masalah karena tas tenteng saya harus dibuka
Mulanya saya bingung si pemeriksa, bilang tape-tape,
ternyata gulungan Celotape bening tidak boleh dibawa
masuk cabin, heran juga kenapa begitu.
Botol aqua kosong dan thermos es malah boleh lewat,
tapi saya lihat ada mainan senapan anak-anak yang
memakai tabung gas kecil disita, pemiliknya orang
barat sempat ngotot karena belinya di airport itu juga.

Pesawat B777-300 Emirates, jam 14.40 take -off
menuju Istanbul yang berjarak 3000 km, saat lepas
landas di layar monitor terlihat speed 300 km/jam.
Pesawat terbang diatas Saudi Arabia, menelusuri
tepian border dengan Irak, lalu diatas Yordania,
dan setelah terbang selama 3 jam 45 menit, maka
dengan mulus mendarat jam 19 waktu Dubai atau
jam 18 waktu Turki.

Monday, November 12, 2007

Fatehpur Sikri - "The City of Victory" yang juga "A City an Emperor Forgot".




Fatehpur Sikri, sebuah kota kecil tak jauh dari Agra
di India utara awalnya menyandang gelar yang gagah,
yaitu "The City of Victory".
Tapi mendadak secara misterius jatuh pamor, menjadi :
"A City an Emperor Forgot".

Kisahnya memang sungguh menarik, terjadi saat
dynasty Mughal mencapai puncak kejayaannya.
Kekuasaan Akbar - sang Raja, membentang di India
Utara, tak ada raja lain yang bisa menyainginya.
Daerah kekuasaannya aman tenteram, dan gudang
harta di istananya penuh sesak.
Sayangnya sang Raja ini belum mempunyai putra
mahkota dari sekian orang Ratu nya.

Disebuah tempat bernama Sikri, 37 kilometer dari Agra
tinggal seorang Sufi suci bernama Sheikh Salim Chishti
yang terkenal sakti.
Sang Raja konon sampai sengaja berjalan kaki dari
Agra ke Sikri untuk menemui dan mohon pertolongan
Sufi Chishti atas masalah berat itu.
Sang Sufi mengatakan bahwa Akbar akan mempunyai
putra, malah sampai tiga orang.
Benar saja tahun 1569 salah seorang ratu melahirkan
Putra Mahkota, dan persis sesuai ramalan dua putra
lainnya juga menyusul lahir.

Sebagai rasa terima kasih dan syukur, tahun 1571
Akbar membangun istana besar di Sikri, dinamainya :
Fatehpur Sikri atau The City of Victory - sebagai simbol
kemenangan berhasil menguasai wilayah Gujarat.

Kota dibangun di sebuah bukit, terdiri dua komplek,
yang pertama adalah bangunan istana serta taman.
Didalamnya selain kediaman raja, ada ruang audiensi,
ruang harta, harem, barak penjaga, serta dapur.
Komplek kedua, untuk kediaman Sufi suci, Mesjid dll.

Akbar menerapkan arsitektur dengan style campuran
elemen Islam dengan Hindu, sehingga unik sekali.
Islamic Arsitektur yang bersumber dari Afganistan dan
Persia ditandai dengan minimnya ornamen2 diatas
motif-motif geometric yang cantik.
Sedangkan pengaruh Hindu dan Buddhist style
tampak dari kayanya warna ke-merah2an.
Memang Akbari style ini didominasi pemakaian red -
sandstone, style ini nantinya ini dikembangkan oleh
cucunya : Shah Jahan, yang mengkombinasinya
dengan pemakaian marmer untuk masterpiece-nya
yaitu Taj Mahal - salah satu tujuh keajaiban dunia.

Bertahap pusat pemerintahan berpindah dari Agra ke
kota baru ini, tetapi mistery terjadi 14 tahun kemudian.
Tahun 1585 Akbar mendadak pindah dari Fatehpur Sikri,
dan tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya lagi
di kota yang belum lama dibangunnya itu.

Awalnya pindah ke Lahore, belakangan malah kembali
ke Agra, sedangkan Fatehpur Sikri tidak pernah lagi
menjadi ibukota kerajaan Mughal.
Tragis sekali, lorong-lorong istana menjadi sunyi senyap
sia-sia menanti kehadiran sang Raja yang tak kunjung
kembali.

Para Ahli mencoba mencari apa alasan kepergian
mendadak itu.
Salah satu theori adalah menipisnya sumber air, ini
agak sulit dipercaya sebab para perancang kota dan
teknisi Akbar mestinya tidak akan membangun kota
tanpa mempertimbangkan hal yang sangat penting
yaitu ketersediaan air.
Seorang ahli sejarah malah bilang bahwa justru itulah
bukti tipikal kelakuan boros Raja-Raja dynasti Mughal.

Kamis, 29 Des 2005, jam 7.30 pagi bus kami sudah
berangkat meninggalkan Jaipur menuju Agra yang
berjarak sekitar 239 kilometer.
Perjalanan sekitar 4,5 jam ini mengarah ke timur,
memakai jalan antar kota yang dua arah model jalan
antara Jakarta - Bogor jaman baheula.
Kendaraan terlihat memakai aneka plat nomer yang
ber kode DL (Delhi), atau UP (Uttar Pradesh) atau
RJ (Rajasthan), dan saya baru ngeh kalau semua
bus turis warnanya seragam - putih !.

Sepanjang jalan pemandangan membosankan, kiri-
kanan hanya tanah kosong, paling banter ladang,
maklum saja masih dekat2 tepian gurun.
Mendekati Fatehpur Sikri, daerah sekitar ada bukit2
kecil diantara daerah agak gersang berdebu itu.

Bus parkir dan kami berjalan sedikit dan memasuki
gerbang komplek istana yang dikelilingi tembok.
Halaman dalam komplek yang lumayan luas itu
beralaskan lantai batu, dan ada taman kecil.
Disana sini ada bangunan dari red sandstone jadi
dominan warna merah seperti bangunan2 di Jaipur,
tapi sedikit hiasan, minimalis sekali.

Kami memasuki Diwan-I-Khas, mungkin dulunya
ruang debat/diskusi, fungsi sebenarnya gedung
dengan struktur unik ini masih tidak diketahui.
Tiang utama Akbar court ini, ditopang oleh siku-
siku berukir yang terinspirasi oleh bangunan2
Gujarat - artistik dan cantik sekali.

Persis disebelahnya adalah Ankh Michauli, diduga
tempat menyimpan barang2 berharga kerajaan.

Yang paling atraktif adalah Panch Mahal, gedung
tinggi terdiri lima tingkat ini adalah tempat dimana
para ratu bersantai menikmati angin sepoi-sepoi
sejuk disore hari dengan pandangan kearah
Pachisi Court - tempat bermain para Harem.
Bersisian dengan Panch Mahal terlihat Khawbgah,
inilah pojok pribadi raja dimana raja tidur didalam
tempat yang disebut " chamber of dream".
Didalamnya terdapat lukisan dinding dan kaligrafi
dari Persia dan lubang2 ventilasi yang dirancang
dengan cerdik bisa mengalirkan udara sejuk.

Didepan Khawbagh tempat raja bersantai itu, ada
sebuah kolam yang kini kering, itulah Anoop Taloo,
konon dahulu raja dihibur oleh pemusik legendaris
yang dikatakan bisa menyalakan lampu minyak
di kolam hanya dengan sihir dari suaranya.

Didalam bangunan bernama Turkish Sultana House,
dinding batu diukir menjadi terlihat seakan terbuat
dari kayu.

Memang sayang sekali komplek istana yang
dibangun dengan cita rasa tinggi itu, diabaikan
oleh sang Raja Akbar begitu saja, untunglah
sangat terawat baik, dan saat ini masuk dalam
daftar Unesco's World Heritage.

Perjalanan berikut ke kota Agra dekat saja,
sekitar jam 14.30 rombongan kami yang sudah
kelaparan berat, tiba di Hotel Sheraton Mughal -
untuk makan siang dan bermalam.

Saturday, November 10, 2007

Patung Bunda Maria yang meneteskan air mata darah - Naju Korea Selatan.




Senin siang, 7 Nopember 2005, pesawat Korean Airline
yang membawa kami dari Shanghai mendarat di airport
Kwangju Korea Selatan.
Nama Kwangju lekat di ingatan saya sebagai kota
dimana 20 tahun yang lalu sebanyak 1300 mahasiswa
tewas dalam bentrokan dengan militer yang dengan
kejam menumpas demonstrasi mahasiswa militan itu.
Rencana kami akan langsung dengan bus menuju Naju -
kota kecil didekat Kwangju yang terkenal karena ada
tempat ziarah Bunda Maria.

Saat antri pemeriksaan imigrasi saya mulai was-was,
teringat kejadian tanggal 12 April 2002 di Airport Busan.
Waktu itu rombongan kami hampir saja ditolak masuk
Korea dalam perjalanan menuju pulau wisata Cheju.
Korea memang khawatir ada tenaga kerja ilegal masuk,
dan kami masuknya juga dari Shanghai bukan langsung
dari Indonesia. Jadi mereka curiga koq paspor Indonesia
datang dari China, apalagi paspor kami tidak ada visa
Korea - saat itu belum ada keharusan minta visa Korea.

Kali ini beberapa teman kami ada pria usia produktif,
paspornya kosong karena belum pernah keluar negeri,
celakanya lagi mereka salah mengisi formulir kesehatan,
apa2 yang seharusnya Yes - malah ditulis No.

Dan astaga ! - jantung saya naik ke tenggorokan melihat
orang pertama dari rombongan kami yang menghadap
petugas imigrasi disuruh menepi - wah terulang dah nih
kejadian tiga tahun lalu itu.
Segera saya ajak teman kami yang ber-16 orang ikut
menepi, dan saya maju menemui si petugas Imigrasi.
Saya perlihatkan itinerary yang memang sudah dipersiapkan
dalam bahasa Inggris, return ticket, nomer HP local guide
Korea yang menjemput , dan mulailah saya di-interogasi
oleh dua orang petugas.

Ditanya mau kemana saja, berapa lama akan berada di
Korea ? (dijawab 4 malam), nama hotel tempat menginap?,
nomer tilpon hotel juga ditanyakan.

Kamu orang Indonesia, mengapa datangnya dari Shanghai ?
(dijawab - kami memang tour di China dulu baru ke Korea).

Di Itinerary ada mengunjungi lokasi ziarah Bunda Maria,
orang Indonesia kan beragama Islam ?
(Saya bilang betul mayoritas demikian, tapi saya Katolik)
Kini ditanya - apa nama baptis saya.

Lalu ditanya siapa dalam rombongan yang juga Katolik.
(nah saya kan tidak mengenal teman seperjalanan sampai
sejauh itu, wong kenalannya juga baru saat kumpul di
bandara Soekarno Hatta).
Maka saya teriaki siapa-siapa yang Katolik angkat tangan.
Astaga!, koq cuma 6 orang yang angkat tangan, untung
saja hal ini tidak jadi masalah.

Saya minta dia mengontak HP local guide yang mestinya
sudah menunggu kami di luar airport itu.

Kami disuruh menunggu, cukup lama dan tampak para
petugas itu kasak-kusuk dan bolak balik ke kantornya.
Saat harapan saya mulai ciut, eh si petugas bilang :
OK, saya kasih kamu stay 10 hari katanya.
(Wah saya mikir, jangan2 dia mau nge-test nih, kan
tadi sudah dibilang sesuai itinerary kami akan menginap
cuma 4 malam saja di Korea, koq ditawari 10 hari ! ).
Maka saya bilang tidak mau, saya perlu 5 hari saja.
Nah giliran dia sekarang bengong, tapi dia main stempel
saja paspor kami - semua dikasih 10 hari.
(he3, barangkali memang aturan minimum-nya 10 hari).

Wah lega deh, kini kami boleh lewat, karena begitu
lamanya pemeriksaan tinggal rombongan kami saja
yang berada di lokasi itu.
Sebelum sampai ke tempat pengambilan koper,
ada petugas menghadang sambil memegang anjing
pelacak narkotika yang menciumi kami semua.

Koper kami sudah berbaris menunggu, disitu sudah
tidak ada lagi orang lain, maka segera ambil koper
masing-masing dan keluar menuju ruang kedatangan.

Saat kami sudah keluar semua, terlihat didalam
masih ada satu koper tertinggal, jelas itu koper
rombongan kami karena ada sticker/tanda pengenal
grup tour kami di koper tersebut.
Kami saling mengingatkan dan bertanya koper siapa
tuh, tapi tidak ada yang bergerak mengambilnya.
Dalam kebingungan itu (petugas didalam gedung
juga kelihatan keheranan ada koper tidak diambil),
eh seorang pria teman kami perlahan maju, masuk
lagi kedalam dan mengambil koper itu.
Karuan saja kopernya di bongkar habis2an oleh
petugas yang tentu saja mencurigai sikap aneh itu.

Setelah dia keluar, tentu kami semua penasaran -
mengerumuninya dan tanya kenapa tadi dia tidak
segera mengambil kopernya, koq bengong saja,
koq bisa lupa kalau belum ambil kopernya dll.

Dia bilang :
Abis saya stress berat!! Kelewatan banget tuh!!,
masa anjing di-cium-ciumkan kebadan kita !! .
Bujugbuneng !! - rupanya dia yang belum pernah
keluar negeri, tidak mengetahui cara kerja anjing
pelacak narkotika.

Setelah bertemu penjemput, Mr.Chang pria usia
60-an, maka kami naik bus menuju Naju.
Dia cerita bahwa tadi dia memang ditilpon petugas
imigrasi, saya bilang mereka itu orang kaya semua -
datang kesini bukan untuk cari kerja katanya, he3.
Saat itu sudah sekitar jam 14, dan kami tanya
kami makan siang dimana. Mr.Chang bengong,
tidak ada tuh di itinerary katanya, Astaga !!

Tapi dia langsung ambil inisiatif, OK kita cari
restoran, tapi saat ini banyak restoran sudah tutup
karena sudah lewat waktu makan siang disana.
Benar saja mampir2 ke beberapa restoran semua
tutup, akhirnya ketemu restoran yang kecil saja.
Ternyata hidangan sederhana Mie Korea dengan
KimChi nya itu sungguh lezat dan sangat
menghibur kami semua yang loyo - bukan saja
habis stress juga karena sudah lapar habis2an.

Naju yang artinya "kota sutera" sebenarnya kota
yang kecil saja, tapi sekarang menjadi begitu
terkenal sejak patung Bunda Maria milik Julia Kim
tanggal 30 Juni 1985 meneteskan air mata.
Sejak itu, Bunda Maria menyampaikan banyak
pesan agar segera bertobat atas dosa-dosa,
kembali kepada Kebenaran dan Kasih-Nya, juga
agar saling mengasihi serta saling mengampuni.
Bunda Maria juga meminta kita untuk menghormati
hidup manusia sejak pembuahan.

Berbagai kejadian aneh susul menyusul seperti
keluarnya air mata darah dari patung Bunda Maria,
berbagai stigmata yang dirasakan Julia Kim,
keluarnya minyak harum, turunnya roti ekaristi,
dan berbagai mujijat melalui Julia Kim.

Walau kota itu kecil saja, tapi untuk menemukan
rumah tempat menyimpan patung Bunda Maria itu,
ternyata sopir bus pakai nyasar kesana kemari.

Turun dari bus, kami diajak berjalan kaki menelusuri
jalan sepanjang sungai kecil, terasa nyaman karena
diudara sejuk berjalan di suasana pedesaan yang
sunyi dan asri.

Diluar dugaan ternyata rumah nya sederhana dan
kecil saja, memasuki halaman terlihat ada patung
Bunda Maria setinggi orang.
Ternyata bukan itu patung yang bisa menangis,
yang kami cari itu adanya didalam rumah.
Memasuki rumah, buka sepatu dan kini kami
berada didalam aula beralas karpet dan didepan
tampak patung Bunda Maria berukuran kecil,
dikiri kanan ada foto Patung Bunda Maria yang
meneteskan air mata darah dan lukisan Jesus.

Kami ternyata boleh kedepan mendekat ke patung
Bunda Maria yang ditutup box kaca, tapi cukup
jelas terlihat aliran air mata warna kekuningan
yang meleleh dari mata ke pipi/dagu.

Disitu juga ada box kaca yang didalamnya ada
permadani yang dulu kena tetesan minyak harum
yang menetes dari patung Bunda Maria.
Bagian atas box kaca ada lubang2 kecil, kami
dipersilahkan mencoba mencium harumnya
permadani itu lewat lubang kecil tersebut.

Kami tidak berlama-lama karena perjalanan ke
hotel Concorde tempat menginap di Kjongju
masih berjarak 270 Km.
Setelah perjalanan sekitar 4 jam, maka jam 21
diudara sekitar 4 derajat tibalah kami di hotel
berlantai lima untuk beristirahat.

Saturday, November 3, 2007

Atraksi "Must Do" bagi turis yang datang ke Dubai.




Selesai mengunjungi BurjAlArab, segera menuju Ascot Hotel
tempat menginap, disana terlihat tiga buah Landcruiser putih
yang akan membawa kami ke tengah gurun sudah menunggu.

Memang sore itu kami akan mengikuti acara yang dikatakan
"Must Do" bagi turis yang datang ke Dubai : Desert Safari.
Jadi kami akan naik Landcruiser itu untuk uji nyali ngebut di
pebukitan gurun pasir, sampai saatnya menyaksikan moment
Sunset in the Desert yang indah sekali.

Tiba di hotel itu sebenarnya sudah kesorean, sekitar jam 16,
mestinya segera naik Landcruiser itu agar keburu lihat sunset,
tapi kalau langsung jalan pastilah "saltum" (salah kostum),
karena baru saja dari acara makan siang di BurjAlArab yang
pada pakai jas dan blazer segala.
Hanya dikasih waktu 10 menit, maka semua lari-lari lagi ke
kamar, tukar pakaian atau minimal tukar sepatu kets agar
tidak kesulitan saat berjalan diatas pasir gurun.

Tepat waktu, ber-iringan mobil berangkat, meninggalkan
kota dan kini berjalan di highway yang membelah gurun,
butuh waktu hampir sejam untuk tiba diareal yang disebut
Big Red.
Kini mobil keluar dari jalan aspal, menelusuri jalan berpasir
dan tiba disatu tempat dimana sudah menunggu belasan
Landcruiser lainnya.
Semua penumpang turun dan berjalan diatas pasir kuning
keemasan yang cantik, dan para sopir tampak mengurangi
tekanan angin ban mobil, tujuannya agar permukaan ban
menjadi makin lebar sehingga tidak mudah terbenam
dipasir dan juga agar bisa lebih "napak" di pasir.

Kini sudah siap, semua naik mobil, saya duduk didepan
bersebelahan dengan pak sopir yang ternyata orang
Pakistan, semua harus pakai belt. Kabarnya orang usia
tua/lemah dan anak-anak disarankan tidak ikut.
Mobil kami ternyata jadi leader, beriringan memasuki
gurun sunyi yang luas sekali itu.
Ternyata padang gurun itu tidaklah datar seperti meja,
tapi berbukit-bukit sehingga mobil berjalan naik turun,
dibeberapa tempat malah cukup tinggi dan lereng-nya
juga lumayan terjal.

Nah kini pak sopir in action, kami dibawanya ngebut
kesana kemari, ngebut bukan saja di tempat datar,
juga saat mendaki bukit dan menuruni lerengnya -
seru sekali bagai naik roller-coaster.
Pernah saat miring menuruni lereng dia tancap gas juga.
Disatu tempat pak sopir stop, kayaknya dia girang
bisa nakutin kami, tapi saya bilang " More, more !" -
tancap gas lagi dah dia, he3 - siapa takut !.

Akhirnya menjelang jam 6 sore, di tengah gurun itu
semua mobil berhenti, penumpang dipersilahkan turun.
Terlihat ada beberapa orang mencoba Sand-skiing,
meluncur menuruni lereng bukit yang cukup tinggi itu.

Bola matahari terlihat sudah merendah di ufuk barat,
makin me-merah dan sekeliling menjadi makin temaram,
sehingga terasa sekali begitu tenang dan tenteramnya
gurun pasir itu.

Semua terpukau menyaksikan pemandangan yang begitu
indah, kalau biasanya kita biasa melihat sunset di pantai -
kali ini ditempat yang sungguh unik - ditengah gurun.

Bola kemerahan telah lenyap ditelan malam, penumpang
kembali ke mobil yang kini mengarah ke sebuah camp
Bedouin yang tampak sederhana saja.

Beberapa orang mengikuti atraksi naik unta, tapi kami
langsung ketengah camp dimana ada pelataran yang
disemen, berkeliling ada meja2 pendek, sehingga kami
duduk menghadap meja makan itu bersila atau selonjoran.

Tak lama muncullah seorang penari Belly Dance, yang
diiringi musik tipikal Timur Tengah menari solo ditengah
pelataran, belakangan menarik sebagian pengunjung
untuk ikut menari bersamanya.
Tariannya lumayan, tapi tentu nggak nempil kalau
dibandingkan dengan Belly Dancing yang saya tonton
di Istanbul 12 tahun tahun lalu - disitu bukan saja penari
nya muda2 dan cantik2, tinggi besar tapi langsing2,
juga tariannya bagus sekali - gerakannya aduhai dan
musiknya juga begitu bergelora sesuai tarian-nya.
Tapi tarian di tengah gurun ini masih mending
ketimbang Belly Dancer yang muncul didepan kami
saat ber -Old and New di Kairo, walau si penari sudah
habis2an action pakai naik2 keatas kursi teteup aja
bikin bete, wong udah tante2 gendut yang mesti nya
sudah dirumah saja momong cucu.

Selesai menikmati Arabian BBQ Dinner diudara
terbuka itu, sekitar jam 20 kami kembali ke hotel.
Masuk kamar hotel sekitar jam 21, saking capenya,
malam itu saya sampai terlewat protap antisipasi
kebakaran yang selalu saya lakukan kalau masuk
kamar hotel yaitu mencari dimana letak pintu darurat-
ini prosedur penting diketahui setiap tamu hotel.

Saat menuju kamar mandi, saya hitung2 berapa
lama belum mandi sejak berangkat dari rumah,
bujugbuneng! - 30 jam !