Sekitar tahun 1980-an dipantai Dadap, Kabupaten Tangerang bermunculan
banyak restoran sea food - sebenarnya sih cuma warung2 beratap rumbia,
bukan bangunan permanen beratap genteng.
Tapi karena lokasinya persis di tepi pantai dan sea foodnya terkesan fresh,
maka tempat itu lumayan nge-top, selalu ramai apalagi di hari libur.
Orang Jakarta-pun bisa mencapai Dadap dengan cukup mudah, karena
lokasinya persis bersebelahan dengan pantai Kamal/utara Cengkareng.
Seingat saya terakhir kesana sekitar akhir 1980-an, dan itupun karena melayat
teman yang dikremasi di krematorium yang berdekatan dengan lokasi restoran.
Penasaran karena ada yang bilang di Dadap masih ada restoran2 sea food itu,
maka Sabtu 9 Mei saya dan istri menuju kesana via bandara Soekarno-Hatta,
ada jalan baru sehingga tidak usah lewat TelukNaga lagi seperti jaman dulu.
Setelah melewati pintu barat kawasan bandara, mengarah ke jalan tol Sedyatmo,
tapi tidak jauh setelah gapura bandara, kami belok kekiri memasuki jalan biasa
dan berikutnya menelusuri kali Dadap yang ada disebelah kanan jalan.
Jalannya dibeton tapi dibeberapa tempat ada rusak sedikit-sedikit, dan surprise
sekali karena hanya 15 menit setelah belok kekiri itu sudah tiba dipertigaan,
yang kalau kekiri mengarah ke TelukNaga dan kalau kekanan kearah Kamal.
Setelah belok kekanan yang berarti menyebrangi Kali Dadap itu, langsung belok
kekiri mengarah ke pantai Dadap dimana krematorium dan restoran2 itu berada.
Ternyata jalannya rusak berat, penuh kubangan air, lumayan jauh mungkin
sekitar 1 kilometer barulah mentok ke pagar dari stasiun rambu penerbangan
Kali Dadap, berarti jalannya habis - sudah sampai ke tepi pantai.
Stasiun locator itu mungkin memancarkan signal untuk menjadi titik panduan
bagi pesawat yang akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta, memang diatas
kepala kami tampak melintas banyak pesawat yang menurun kearah bandara.
Bersisian dengan stasiun itu terlihat tiga restoran yang lumayan besar2, tapi
melihat lingkungan-nya yang bukan main kotor-nya, dimana mana sampah dan
genangan air kotor maka kami balik kanan saja.
Krematorium juga masih berfungsi, malah Rumah Abu-nya yang besar sekali
itu sudah ada satu lagi.
Saat kembali mengarah ke ke pertigaan/jembatan Kali Dadap, karena jalannya
rusak berat sambil jalan merayap kami sempat tengok-tengok memperhatikan
deretan rumah sederhana dikiri kanan jalan yang sejak jaman dulu berfungsi
sebagai rumah hiburan esek-esek.
Ada yang rumah billiard, warung remang2 sampai bangunan permanen dari
sebuah Hotel berlantai dua yang memasang tulisan : Buka 24 jam !.
Saya sampai bilang sama istri, memang ada hotel yang buka nggak 24 jam ?.
Didepan beberapa rumah hiburan yang aktifnya dimalam hari itu, tampak
wanita2 muda yang mungkin pekerja di rumah2 itu sedang duduk2 santai.
Rumah-rumah hiburan itu rata-rata memasang nama, mulai dari Villa Dadap
(Iya lah memang lokasinya di Dadap koq, tapi masa villa kayak gitu), Villa -
Segar Alam ( ini bener-bener nggak nyambung, apanya yang seger disitu ? ).
Sampai nama-nama yang membuat kami berdua senyum-senyum :
Cafe Monggo Mas dan Wisma Goyang Karawang.
Aduh sayang benar tuh ruko...jalannya ancur bune.
ReplyDeletekomplek ruko itu lumayan besar,
ReplyDeletedisampingnya juga ada komplek pergudangan
Waduh pernah tuh ke pelelangan ikan di Dadap awal 80an kali ya, sesudah pelayanan medis KB pake Jeep Wilis tahun 48....sama bidan Hetty yang tinggal di Selapajang cari kepiting telor. Lihat foto2 itu sedih banget koq jadi merana gitu ya.... pembangunan malah mundur kalo cuma villa remang2...bangga pada Kabupaten Tangerang yang menerima Parasamya Purnakarya Nugraha tahun 1974, Kabupaten pertama di Jabar yang dapat penghargaan Presiden karena pembangunan yang pesat Pelita I. Jadi ingat kepemimpinan Bupati H.Muchdi.
ReplyDeleteTrims Sin sudah tulis laporan pandangan mata yang lengkap! Salam untuk isteri yang setia mendampingi 'wartawan' sampai ke ujung Dadap.
salam kembali dari istri - dua bulan lagi dia pensiun
ReplyDeletedari RSU Tangerang, Dr.Reni udah duluan.
Dadap itu jadi rusak mungkin karena air laut sekarang
kalau pasang jadi lebih tinggi dari jaman doeloe,
maka jadi kerendam kayak gitu.
Jalan ke restonya rusak parah terus lokasinya kayak susah dicari, ngenes banget yach?
ReplyDeletewadouw, seperti perjalanan ke negeri antah-berantah!
ReplyDeletemasih mending tanjung pasir dan tanjung kait dong ya...
(bulan lalu ke tj. kait dan kapok, pantainya kotor banget!)
duh kenapa sampah selalu ada d mana2 ....bahkan d dekat lestoran
ReplyDeleteAlm. ayah saya yang wafat 24 tahun lalu, di kremasi di salah satu incinerator ini :(
ReplyDeleteSaya belum pernah kesini...kalau jalan rusak ya males ya...
ReplyDeleteapalagi banyak rumah esek2 nya....ha...ha...ha....:-)
ya jalannya rusak karena sering kerendam rob (pasang laut), kalau lokasinya justru mudah, dari bandara cuma 15 menit sudah nyampe tuh.
ReplyDeletesaya ada satu foto lagi, siang hari setelah foto ini,
ReplyDeletedimana incenerator nya sedang bekerja, tapi nggak
tega memuatnya.
teman saya yg masih suka kesana bilang sea-food
ReplyDeletedi restoran tengah2 langganan dia itu enak2,
maka saya coba lihat, tapi gitulah lingkungannya
sudah banyak menurun dibanding tahun 80-an yang
terlihat rapih dan bisa makan sambil melihat laut.
rumah esek2 itu sudah ada dari jaman dulu he3
saya datang sekitar jam 9 itu, orang2 restoransedang
ReplyDeletemenyapu halaman dari air laut yang masuk kesana,
itu yang kayaknya bikin jadi kotor.
padahal sejengkal tuh dari ibukota,
ReplyDeletepersis berdampingan dengan Kamal yg masuk
Cengkareng dan juga dekat sekali dg bandaara.
Ini sih penyakit dari dulu, gak pernah beres ya, udah puluhan tahun nggak ada kemajuan, msetinya dibeton aja jalannya ;((
ReplyDeleteKalau liat lokasi secara umum, mustinya sudah gaka ada lagi bahan laut yang bermutu ya?
ReplyDeletepas belok dari jembatan, awalnya jalannya beton,
ReplyDeletetrus yang ancur2an kayak gitu, dan mendekati
ujung dimana ada stasiun locator, di beton lagi.
nggak ngerti kenapa di tengah2 hancur parah.
walah..ga beda jauh sama daerah pasar kemis-cikupa via kedaton..
ReplyDeleteCapt, ikannya mungkin dapat dari pelelangan Kamal,
ReplyDeletekan deket banget dg Dadap, tapi mikirnya gini, saat
disiapkan di restoran situ bersih2nya pakai air apa yah ?
tempat itu kan terjepit - dikiri ada kali Dadap, diutaranya
laut dan letaknya jauh diujung jalan rusak itu.
udah lama nggak ke Kedaton, udah dibeton yah ?
ReplyDeletejalan di Dadap ini memang merana, sejajar/bersisian
dengan kali Dadap yang sangat terpolusi, dan dekat
pantai teluk Jakarta yang air pasangnya suka naik tinggi,
maka sering tergenang kayak gitu.
kedaton masih sama..jalan offroad..yg sudah dibeton cuma dari frans brother ke pasar kemis..sisanya dari kedaton ke frans brother merupakan tempat yang cocok untuk uji nyala kemampuan mengemudi sedan dan sejenisnya..kekeke..
ReplyDeletejalan daerah sana nggak stabil karena
ReplyDeletebanyak truk lewat.
karena pemdanya ga belajar dari pengalaman..
ReplyDeletedi ruas jalan yang setelah dan sebelum jalur kedaton-frans brother, jalannya dibeton dan ga rusak2 lagi sampe sekarang..tapi dijalan kedaton-frans brother paling cuma diurug doang terus diaspal sekenanya doang..ya pasti rusak lagi..
ayah sahabat saya dikremasi disini loh pak.. jadi saya pernah kesini.. 2 jam saja ya jadi abu..
ReplyDeletebiarpun becek.. tetap pada kesana.. demi?
ReplyDeletemampir kesini pakdokter? :p
ReplyDeleteada yang jualan apa itu yang lewat?
ReplyDeletejadi ga nemu seafood dong?
makan disini? jalannya parah bikin semangat kalau makan disini, kebayar kalau enak kan..
ReplyDeletegawat pak, mau menuju ketempat istirahat terakhir aja begini parah-nya pak, semua serba rusak/ kotor, jadi tempat sampah......kalo boleh, lebih baik hidup aja deh...masih bisa 'milih jalan' sendiri...hehehe
ReplyDeletetanggung jawab Pemda mana tu pak, DKI atau Tanggerang?
Lho kok ancur begini Doc.
ReplyDeleteTerakhir ke sini kayanya 5 tahunan yang lalu deh.
Masih ramai pengunjung.
katanya yang paling enak yang H.Tarma (restoran yg tengah2).
ReplyDeleteDadap masuk Kabupaten Tangerang,
ReplyDeletekapan2 pak Eddy mesti main kesini,
kebayang kalo BMW dijalanin dijalan rusak gini, he3
bung Hanny van Melbourne,
ReplyDeleteini jam 9 pagi, belum ada yang datang tentunya,
kayaknya sih rame kalau siangnya.
Biar diajak rasanya aku ogah ke sana.
ReplyDeleteBisa punggung remuk lewat jalan-jalan yang berlobang.
duh..kalo beli seafood, titip aja deh dok...badan bisa ronrok nih!! hahaha...
ReplyDeletehm.. hotel ya mestinya buka 24 jam? :)
ReplyDeletehe3- jaman doeloe sih di bela2in kesana,
ReplyDeletekarena suasananya masih lumayan, kita
duduk2 di saung dengan pemandangan ke laut,
sekarang sudah ketutup dan kotor gitu.
kayaknya sih mau ngasih tau kalo malam2
ReplyDeleteperlu kamar - disitu tersedia he3
urang Bandung ayo kesitu,
ReplyDeletekapan lagi bisa menikmati sea food fresh he33
wah, duluuuuu bgt saya pernah ke sini, Pak. pas jaman masih TK :D
ReplyDeletekayanya masih bagus deh, skrg ga terawat yah jadinya