Mencicipi Emperor Tea : Tea Village - Mei Jia Wu, Hangzhou
Saat memasuki kota HangZhou, local guide memberikan penjelasan
bahwa kota kuno ini yang mempunyai banyak julukan, mulai dari :
Heaven on Earth ( konon karena saking indahnya kota ini, membuat
orang2 disana jadi pada males kerja katanya).
dan ternyata juga dijuluki : Capital of tea in China.
Hangzhou yang pernah menjadi salah satu dari tujuh ibukota kuno
China, memang terkenal dengan Teh Hijau-nya.
Lokasi perkebunan teh yang paling kesohor disana adalah
Mei Jia Wu Village, sebuah Tea Village yang hanya 20 menit
berkendara dari danau Xi-Hu yang sangat cantik melegenda.
Perjalanan ke Village itu melalui jalan kecil yang nge-pas dua mobil
saja berpapasan, tapi jalannya bagus sekali dengan pemandangan
kiri kanan didominasi gunung hutan dan tentunya juga pohon teh.
Udara sejuk dan bersih sekali, cocok untuk perkebunan teh, dan
konon penduduk Village dengan 500 KK ini rata-rata panjang umur.
Setiba di Village itu, bus kami kesulitan parkir karena banyak
sekali bus turis sudah parkir disana.
Sebelum memasuki bangunan bergaya China kuno yang besar,
kami diajak melihat cara tradisional mengeringkan daun teh.
Disuatu gubuk, ada seorang pria menghadap sebuah kuali besi
besar yang tampak panas sekali, didalam kuali tersebut tampak
daun teh yang sedang dikeringkan.
Tapi alamak !!, ternyata si pria itu mengaduk2 daun teh itu pakai
tangan telanjang !!
Padahal suhu kuali besi itu 120 derajat C.
Ternyata agar daun teh itu mengering dengan sempurna, maka
suhunya harus berkisar 80 -100 derajat C.
Yang bisa dijamin pas kalau memakai tangan telanjang, kalau
memakai alat tentunya feeling-nya tidak setepat memakai
tangan telanjang.
Karena itulah 8 jam kerja hanya dapat mengeringkan 3 kilo saja.
Kami kemudian diajak memasuki kamar dimana ada meja dan
peralatan minum teh.
Lalu diedarkan cawan kecil, diisikan daun teh dan kemudian
sedikit air panas dituangkan kedalam cawan.
Menyadari semua keheranan kenapa air yang dituang cuma sedikit,
maka pegawai Tea Village itu memberi tahu bahwa itu disengaja
dan kami dipersilahkan untuk mencium dahulu aroma dari teh
yang diseduh barusan itu, dan silahkan tebak apa aromanya.
Oooh gitu, lalu rame2 mencium dan semua bengong dan sepakat
bahwa aromanya adalah ...... wangi kacang hijau !!
Lalu si pegawai menuangkan lagi air panas dari ceret, dengan cara
yang unik sekali.
Air tidak dikocorkan brek sekaligus seperti lazimnya, tapi :
sambil ceretnya di-angguk2an - tanda menghormati tamu katanya.
Air panas itu suhunya harus 85 - 90 derajat C, kalau lebih maka
antioksidan dari teh-nya bisa hilang.
Selanjutnya diterangkan bahwa kwalitas teh disana bervariasi,
tergantung kapan dipetiknya, apakah saat Spring, Autumn atau
Summer.
Saat terbaik mendapatkan teh kwalitas utama yang disebut
Emperor Tea adalah yang dipetik sekitar bulan Maret dimana
daun teh baru saja bersemi.
Teh Raja itu dibandrol 900 Yuan setiap setengah kilo-nya.
Saat dalam perjalanan dari HangZhou menuju kota Suzhou,
kami mampir disebuah toko teh yang besar.
Kali ini disuguhi teh lain - bukan seduhan daun teh tapi bunga,
yaitu teh Tong Xiang ( bunga Chrysant/Cwie Hwa ).
Sempat bingung juga melihat dalam gelas kita ada bunga yang
terapung, sempat saya berfikir apa iya enak rasanya -
ternyata memang enak dan terasa eksotis dilidah.
Lucu ya, masih bentuk bunga begitu.Soalnya biasanya kalau beli udah jadi bubuk, campur gula lagi.
ReplyDeleteSaya sering sekali menemui bunga ini di Cina dan bisa juga di beli di Singapore. Harganya relatif murah Dr. Sindharta:) Lebih sehat daripada mium yang sudah siap minum dalam kemasan tetrapak ata botol.:)
ReplyDeleteDi glodok/petak 9 masih banyak kok yg masih bentuk bunga
ReplyDeletetoko kecil di Bandung juga jual kok yie
ReplyDeletekalo di banten namanya the bush
ReplyDelete(alias debus) :D