Mendengar nama Fez atau Fes, mungkin tidak banyak orang
yang tahu dimana letaknya, padahal kota ketiga terbesar di
Maroko ini (setelah Casablanca dan Rabat) konon pada kurun
waktu tahun 1170 - 1180 adalah kota terbesar didunia, saat itu
menjadi ibukota Kerajaan Fez.
Kota kuno ini dibangun oleh Raja Idris I pada tahun 789, dan
diteruskan oleh putranya - Idris II pada 810, kini merupakan
salah satu dari empat "imperial cities" di Maroko, selain
Marrakesh, Meknes dan Rabat.
Kota kuno ini terdiri tiga bagian, Fes el Bali (The Old, Walled City),
Fes-Jdid (New Fes, Home of the Mellah)-bagian orang Yahudi, dan
The Ville Nouvelle (the French-created, Newest Section of Fes).
Fes kabarnya kota kerajaan yang paling menarik dan paling indah
di Maroko, dimana walaupun sebagian besar terlihat tradisional,
tapi juga ada bagian modern-nya yaitu Ville Nouvelle or "New City",
yang menjadi commercial center.
Yang paling menarik bagi para turis adalah Medina di Fes al Bali,
ini adalah wilayah pemukiman bebas kendaraan bermotor terbesar
didunia, dan masuk list Unesco's World Heritage sejak tahun 1981
karena 13,380 historic buildings didalamnya masih utuh sekali.
Pagi hari, 16 Nopember 2004, kami meninggalkan Sheraton Hotel
yang berada di wilayah Ville Nouvelle, langsung memasuki jalan
utama kota Fez yang anggun.
Jalan itu lebar, kiri kanan-nya dipagari pepohonan, dan gedung-
gedung megah/antik berderet sepanjang jalan yang nantinya akan
mentok ke halaman depan yang luas dari Royal Palace.
Inilah Champ Elysee-nya kota Fez kata Ahmed, Local Guide kami.
Dijaman lampau pernah orang Yahudi yang terancam jiwanya
minta perlindungan kepada raja Maroko, dikabulkan dan diberikan
tempat bermukim tidak jauh dari istana Raja, sekarang masih ada
dan disebut Fes-Jdid atau Jewish Section itu.
Lokasinya memang berdekatan sekali dengan Royal Palace.
Setelah mengunjungi istana itu - tepatnya sih mengunjungi
gerbang istana karena tidak ada istana di Maroko yang boleh
dimasuki turis - kami cuma bisa motret2 didepan gerbang,
maka dengan menyebrang jalan saja kami sudah berada
di Jewish Section itu.
Diawali mengunjungi Gate dari sepenggal sisa benteng kuno,
kemudian berjalan kaki memasuki kota tua dimana terdapat
banyak rumah kuno milik orang Yahudi itu.
Waktu seakan mundur ke abad 14, gedung-gedung tua yang
masih terawat baik berdesakan sepanjang lorong-lorong kecil
yang bersimpangan satu sama lain.
Keturunan orang Yahudi tentu banyak didaerah itu, cuma
kami tidak bisa membedakan mana orang Yahudi dan mana
orang Maroko asli.
Sempat juga kami tanyakan ke Ahmed, kenapa selama di
Maroko yang berada di benua Afrika ini kami tidak melihat
satupun orang berkulit hitam, dijawab bahwa orang kulit
hitam adanya di beberapa wilayah gurun yang terletak jauh
di bagian selatan Maroko.
Sampai nantinya kami meninggalkan Maroko, hanya orang
yang seperti Ahmed itu yang kami lihat - berkulit agak putih
bersih, berhidung agak mancung, perawakan sedang dan
berambut hitam.
Berikutnya adalah tujuan utama hari itu yaitu memasuki
Labyrinth yang legendaris, yang terletak didalam Medina/
Old City dari Fez. Kota perdagangan kuno dari abad 9 itu
telah berkembang menjadi kawasan yang bukan saja luas
juga super padat.
Jalan-jalan kecil didalamnya, begitu banyak dan begitu
simpang siur, sehingga bisa menyesatkan orang yang
tak terbiasa memasukinya. Karena rumitnya itulah maka
kawasan ini dijuluki Labyrinth.
Sebelum memasukinya, kami diajak keatas sebuah bukit
dimana bisa mendapatkan pemandangan lepas kearah
keseluruhan Medina. Tampak dikejauhan lembah yang
dikelilingi pebukitan terisi begitu banyak rumah berlantai
dua-tiga yang mempunyai banyak jendela.
Dinding rumah berwarna seragam putih kecoklatan
dengan antena parabola bertengger diatasnya.
Kabarnya ukuran Medina sekitar 2400 kali 1600 meter,
luasnya 300 hektar.
Rumah-rumah yang berjejalan penuh sesak itu menjadi
sebuah kota tanpa ada satupun jalan raya didalamnya.
Memang memasuki Labirynth Medina, harus berjalan kaki.
Sejak abad 9 sampai kini, kendaraan yang boleh masuk
hanyalah unta/keledai, jalannya sempit sekali selebar
hanya satu sampai tiga meter saja, malah ada yang
hanya selebar 60 sentimeter.
Kebetulan sekali, persis saat kami memasuki gerbang
Labyrinth, ada seekor keledai sedang dituntun keluar
dari jalan kecil tapi ramai itu, langsung saja kami serasa
tersedot mesin waktu mundur ke abad 9.
Holden, Tour Leader dari Jade Tour "mengancam" kami :
Awas!, jangan mata keranjang ya!, jangan belanja sendirian!.
Pokoknya jangan sekali-kali sampai terpisah dari rombongan!.
Jadi kami tidak boleh nyelonong sendirian mampir ke
toko-toko yang banyak terdapat sepanjang jalan kecil/
lorong-lorong itu.
Sepanjang jalan kuno yang sempit beralas bebatuan itu
banyak sekali toko kecil-kecil yang menjual begitu
beragamnya barang, baik makanan/minuman, pakaian,
souvenir yang memang membuat kami jadi ngiler banget
pengen mampir sebentar.
Kabarnya terdapat sampai 10,539 buah toko2 kecil disitu.
Berjalan dijalan sempit beriringan dan berpapasan dengan
begitu banyak orang cukup mendebarkan hati.
Kami melihat begitu banyaknya persimpangan jalan,
apalagi perjalanan kami tidak lurus saja tapi belok-belok
menyimpang kesana kemari.
Pokoknya betul-betul kami kehilangan orientasi arah,
tidak tahu lagi dimana arah awal perjalanan kami tadi.
Kalau sampai terpisah, rasanya jadilah mesti cari pak
Lurah setempat untuk bikin KTP baru disitu.
Didalam kawasan yang sungguh luas itu, walaupun tampak
sudah begitu tua dan kusam tapi gedung-gedungnya masih
utuh sekali seperti keadaannya sekian abad yang lalu itu.
Kami melihat gedung kuno bekas tempat menginap para
pedagang dari Mali, Senegal, Sudan dan lain-lain.
Dijaman itu mereka menginap dilantai dua dari gedung yang
dipakai sebagai pasar kuno. Kendaraannya, yaitu unta atau
keledai dahulu ditambat dihalaman tengah rumah itu.
Bangunan kuno/bersejarah semua masih bagus kondisinya,
antara lain Mesjid Najjerine yang tempat ambil air wudhunya
cantik dan antik sekali.
Mesjid Qaraquiyine yang kelihatan kuno sekali, dibangun
pada tahun 859 yaitu pada masa pemerintahan Yahya ibn
Muhammad. Mesjid ini adalah salah satu mesjid tertua
dan terbesar di Africa.
Sungguh meninggalkan kesan yang unik dan mendalam,
berada disitu kita merasa terdampar muncul bergabung
dikeramaian tengah kota masa lampau.