Kelimutu, foto dari pak Leonard, kawah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo |
platform beton dipuncak Kelimutu, di peta pada titik warna merah dibawah huruf N dari kata DENAH |
sunrise menjelang |
Sunrise dilihat dari puncak, dilatar depan mulai kelihatan danau kawah | Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
platform beton dipuncak Kelimutu |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
platform dipuncak Kelimutu, ada tugu kecil diatasnya |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai, dikejauhan tampak Tiwu Ata Polo |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
Kawah Tiwu Ara Mbupu - konon roh orang2 tua bersemayam disitu |
dikanan tampak jalan tangga menuju puncak/tempat foto ini dibuat |
Kawah menyeramkan Tiwu Ata Polo yang diyakini tempat bersemayamnya roh-roh jahat. |
Sekat antara dua kawah yang sudah tipis dan sudah tidak bisa lagi dilalui |
Tiwu Ata Polo, lihat sekat tipis ditengah kiri yg memisahkannya dgTiwu Nuwa Muri Koo Fai . Tanah tepian kawah begitu rawan runtuh/longsor |
jala menuju puncak |
rame2 pose diatas platform puncak Kelimutu sebelum balik ke mobil |
tepi kawah yang terjal menyeramkan dari Tiwu Ata Polo |
Gunung Kelimutu dilihat dari desa Moni tempat kami menginap |
dari teras villa Eco Lodge di Moni, tampak menyembul sedikit puncak Kelimutu |
Gunung Kelimutu (Keli=gunung, mutu=mendidih) adalah
strato-volcano yang terletak ditengah Flores, statusnya kini
dormant, setelah letusan terakhir tahun 1968.
Lokasinya timur laut dari Ende, selintas gunung biasa2 saja,
tingginya hanya 1639 meter jauh dibawah Gede/Pangrango
yang 3 ribuan meter dari permukaan laut, apalagi dibanding-
kan Semeru (3676 mtr dpl - gunung tertinggi di pulau Jawa).
Tapi inilah gunung yang sungguh unik, dipuncaknya bukan
saja ada sampai tiga kawah, juga air danau didalam kawah itu
warna-nya bisa beda2 dan bisa ber-ganti2 pula dari biru/merah/
hijau/hitam/putih dll, sungguh menakjubkan.
Diduga perubahan warna karena aktivitas kimiawi mineral
dalam air danau, yang dipicu aktivitas vulkanik kawah itu.
Awalnya ditemukan tahun 1915 oleh B van Suchtelen orang
Belanda, dan tahun 1929 Y.Bouman membuat tulisan yang
mempopulerkannya, sampai pernah masuk salah satu tempat
wisata paling populer di Indonesia:
http://www.unikdunia.com/2012/05/10-tempat-wisata-paling-
populer-di-indonesia.html
Tepat waktu jam 04.00 WITA kami start dari hotel, tidak jauh
iringan 4 mobil kami berbelok masuk jalan aspal kecil dan
mendaki di kegelapan menembus hutan.
Sempat mikir, kalau ada yang nyegat berabe juga karena
sepi sekali, dikiri jurang dan dikanan tebing penuh pohon.
Sekitar jam 5 tibalah dihalaman parkir yang luas, turun dari
mobil kami semua terpana, langit begitu bersih dan rasanya
sudah lupa kapan terakhir bisa melihat langit yang begitu
jernih dipenuhi bintang gemerlapan, sungguh menawan hati.
Lokasi itu tentu masih jauh dari puncak gunung, sekeliling
masih hutan, setelah siap kami mulai menapaki tangga -
tidak terlalu terjal sih, tapi gelap bukan main.
Untunglah kali ini saya tidak kelupaan lagi bawa senter,
biasanya kalau masuk telusur gua kelupaan melulu.
Kesian teman yang tidak bawa (karena niat awal kan naik
jam 6 pagi) jadi pake lampu handphone aja seadanya -
semua harus extra hati2 karena sangat gelap.
Berjalan hati2 sekitar 15 menit, kiri kanan tidak lagi hutan,
kini di semacam dataran dan pandangan terbuka, jalannya
pun tidak terlalu nanjak, tapi perjalanan masih jauh dan
langit keliatan mulai terang, wah harus cepetan jalannya.
Sekitar 10 menit, ketemu tangga mengular keatas konon
250 anak tangga, kali ini lumayan nanjak bikin ngos2an
apalagi buru2 supaya nggak telat lihat sunrise dari puncak.
Udara tidak terlalu dingin, padahal saya sdh pakai longjohn
segala, sejuk2 saja seperti kata bu Lisa Hendrawan kemarin.
Setelah ngos2an 15 menit tibalah dipuncak tangga, tampak
dataran sekitar seukuran lapangan basket, itu bener2 puncak
karena pandangan keseliling terbuka, tidak ada pepohonan.
Ditengah dataran sempit itu dibuatkan semacam platform
dari beton, ukuran sekitar 5 kali 3 meter dan tinggi 2 meter,
ditengahnya ada tugu pendek saja, ada tangganya sehingga
pengunjung bisa naik, maka dari ketinggian itu pemandangan
keliling makin terbuka/leluasa.
Bersama para turis dalam dan luar negeri, kami duduk di
tangga menghadap ke timur menunggu momen sunrise.
Ufuk timur mulai terang pelan2, sayang ada awan menutupi
sehingga sunrise-nya tidak spektakuler.
Dan dalam keremangan yang makin pudar, tampaklah dua
danau kawah besar yang bersisian di arah tenggara.
Danau kawah yang lebih dekat warna airnya hijau, itulah
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai yang dipercaya penduduk lokal
sebagai tempat bersemayamnya roh para muda mudi.
Ada dinding tipis yang memisahkannya dengan kawah lain
yang lebih jauh dari puncak tempat kami berdiri, air-nya
berwarna hitam/gelap - itulah kawah Tiwu Ata Polo yang
diyakini tempat bersemayamnya roh-roh jahat.
Dari puncak itu kalau melihat ke barat, terlihat air danau kawah
berwarna biru gelap dari Tiwu Ara Mbupu - konon roh orang2
tua bersemayam disitu. Memang sekitar tiga kawah itu diyakini
tempat keramat oleh penduduk setempat, pengunjung diminta
untuk menaruh respek selama berada disana dengan tidak
mengotori tempat itu, dan berjalan di track yang ditentukan.
Matahari makin naik, dan pandangan ke kawah2 yang warna
air-nya beda2 itu makin jelas - terlihat dinding kawah yang
begitu terjal sekitar 70 derajat, dengan permukaan airnya sekitar
seratusan meter dibawah bibir kawah.
Kami asyik kesana kemari sekeliling tugu untuk mencari lokasi
yang bagus kearah berbagai kawah untuk berfoto.
Memang ada pagar besi pengaman, sayangnya jadi mengganggu
dalam ambil foto, saya lihat antara pagar pengaman dengan tepi
kawah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai masih ada dataran cukup lebar,
maka saya loncati pagar shg bisa berfoto tanpa terhalang pagar.
Tentu harus sangat hati2, karena tanah disitu agak gembur/
labil, tahun 1995 ada turis Belanda jatuh kedalam kawah itu.
Tim rescue yang turun dengan tali dan masker oksigen gagal
menemukan, mereka hanya berhasil mengambil sample air
yang ternyata pH-nya 0.5 dengan suhu 37 C.
Sekitar jam 6.30 kami turun dari puncak, ambil jalan yang tadi
tapi sebelum masuk hutan diajak mendaki tangga lain yg tidak
terlalu tinggi untuk melihat dari dekat kawah Tiwu Ata Polo
(kawah ini hanya terpisah sekat tipis dangan kawah lainnya).
Kawah yang lokasinya paling jauh dari puncak Kelimutu ini,
dipercaya tempat bersemayamnya roh-roh jahat. Tangga dibuat
sampai persis nyampe ke bibir kawah yang menyeramkan itu.
Ada pagar pengaman, dari titik itu bisa melihat dinding kawah
yang nyaris tegak lurus didekat kaki kita, dan nun jauh dibawah
tampak air yang berwarna kehitaman.
Kabarnya danau ini yang paling sering gonta ganti warna.
Penasaran pengen bisa lihat sekat antar dua kawah lebih jelas,
saya loncat pagar lagi, dengan pelan2 coba mendekati sekat itu,
harus sangat hati2 berjalan didekat tepi kawah itu karena tanah
kelihatan agak gembur/labil.
Akibat gempa tahun 1992, sekat kawah yang 20 tahun lalu
masih masih lebar dan bisa dilalui, kini tinggal selebar satu
meteran saja, juga tidak lagi berupa jalan yang rata tapi sudah
tidak beraturan, sungguh hanya orang kurang waras yang
berani melaluinya. (lihat foto)
Setiba di hotel kembali, langsung breakfast di restoran hotel
sambil memandang puncak Kelimutu dikejauhan, walau sajian
hanya nasi goreng tapi tidak mengurangi rasa lega dan bahagia
sudah bisa mendaki dan melihat danau kawah spektakuler itu.