Thursday, December 12, 2013

China Hokian Tongshan Tour: part 1 menuju Fuzhou


China Hokian Tongshan Tour:

Tur kami ke China 15-25 Nopember 2013 ini sebenarnya
dadakan, tadinya sudah siap ke Myanmar (3-11 Nop 2013),
tapi hanya dua minggu sebelum keberangkatan ada berita
bom berledakan di Myanmar sampai sekian hari.
Kabarnya bom-nya sih kecil saja, sehingga sebagian teman
nekat ingin tetap pergi. Ternyata bom juga diledakkan di
dalam kamar dari hotel yang akan kami inapi di Yangoon,
maka nyerah dah - diputuskan batal saja.

Kepalang udah niat jalan maka sepakat dialihkan ke China,
tapi mau jalan kemana susah juga milihnya karena lumayan
banyak tempat yang sudah pernah dikunjungi.
Akhirnya kami sepakat mau kukurilingan saja di propinsi
Fujian, disana ada 3 situs Unesco World Heritage.
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_World_Heritage_Sites_in_China
China dengan 45 situs berada di ranking dua, dibawah Italy
(49), nomer 3 Spain (44), kalau Indonesia hanya ada 8 situs.
Saya pernah lihat 18 dari 45 situs itu, ke Fujian ini nambah 3 :
Wuyishan, Fujian Tulou, dan Danxia Taining.

Propinsi Fujian ditepi Laut China Selatan, dengan pulau Taiwan
berada dilepas pantainya - terpisah oleh selat Taiwan. Kalau lihat
dipeta, posisi ibukotanya Fuzhou: dalam arah barat timur sejajar/
sedikit diatas Taipei atau sedikit dibawah Kathmandu-NewDelhi,
kalau dalam arah utara selatan persis diatas Makasar/Sumba.

Awalnya direncanakan terbang dengan Xiamen Airline:
Jakarta-Xiamen-Wuyishan, tapi ternyata  penerbangan Xiamen -
Wuyishan penuh, sampai seminggu kedepanpun udah pol.
Tidak mau menunda (takut keburu dingin di Wuyishan yang
pegunungan itu), maka terbangnya diganti saja ke Fuzhou.
Xiamen Airline tiap hari terbang bergantian antara Jakarta ke
Fuzhou atau Xiamen (300 km selatan Fuzhou).
Masalahnya, tidak ada penerbangan Fuzhou-Wuyishan, tapi
ini teratasi karena ada highway antara kedua kota itu, dengan
bus jarak sekitar 330 km bisa ditempuh dalam 4 jam, jadi beda
tipis lah dg naik pesawat, kan masuk keluar airport juga ribet.
Bus itu nanti akan terus mengantar kami selama perjalanan
11 hari keliling Fujian dan dua kota di propinsi Guangdong.

B737-800 Xiamen Airlines on-time 8.10 WIB lepas landas
dari CGK, dengan hanya sepertiga kursi terisi, jadi duduk
bisa leluasa, malah ada yang bisa tiduran diatas 3 kursi.
Nggak soal dah walau dalam penerbangan 5 jam itu cuma
dibagikan-nya nasi kotak doang, yang penting duduk lega
dan ke toilet jadi nggak rebutan.
Setiba di tujuan, waktu keluar pesawat dan akan masuk
gedung bandara aneh banget semua penumpang harus
tunjukkan bekas boarding pass, untung saja semua teman
masih menyimpannya. 
Eh pas mau keluar gedung bukan cuma harus kasih liat
baggage claim koper, tapi juga semua koper harus di x-ray!
Ketat banget, alhasil ada koper teman yang dibongkar -
buah jeruknya disita.

Kami dijemput guide China, yang memperkenalkan dirinya
Thomas, pria 50 tahun ini fasih bahasa Indonesia, dia asal
Xiamen dan akan menemani kami sampai tur selesai.
Dalam bus 37 seat yang besar, terasa nyaman karena kami
hanya ber-8 pasang. Diperjalanan menuju Fuzhou, Thomas
cerita2 bahwa Fuzhou jaraknya 45 km dari airport, dialiri
sungai Min dan hijau sekali diapit tiga buah gunung.
Fuzhou memang sekian kilometer dari pantai, tapi ini kota
pelabuhan kuno, Marco Polo saja pernah kesana dan konon
armada Laksamana ChengHo yang mengunjungi Indonesia
berasal dari sekitar pelabuhan Fuzhou ini.

Menjelang sore itu kami langsung city tour, diawali jalan
kaki dipertokoan yang ramai asri dan memasuki Lin ZeXu
memorial hall. Gedung kuno itu luasnya sampai 3.000 m2,
ada taman ditengahnya, dan diperuntukan untuk mengenang
Lin ZeXu (1785-1850), pejabat inilah yang memerintahkan
membakar 1,2 juta kilogram candu. Inilah kejadian yang
memicu Perang Candu I, saat itu fihak China kalah perang
dan Lin ZeXu sempat diasingkan ke XinJiang, tapi kini ia
dianggap national hero. Kami sempat melihat patungnya
serta berbagai benda antik didalam memorial hall itu.

Dalam bus yang menuju ke hotel, kami terkesan banget
akan kebersihan kota yang banyak pohon beringinnya itu.
Saya tanya ke Thomas, bagaimana soal keamanan disana.
Dijawab sangat aman, ada yang berantem aja kalo telpon
110 maka dalam 3 menit Polisi sudah tiba katanya.
Trus saya tanya kelihatannya kamar2 apartment sampai
sekian lantai keatas koq pake tralis yang mengesankan
kurang aman.
Dia jawab flat dia di lantai 10 juga begitu, karena istrinya
merasa nggak aman -  bukan kuatir kemasukan maling
tapi takut ada yang jatuh dari jendela.
Saya jadi mikir, kebayang kalau apartment2 di Jakarta
yang cakep2 juga berhiaskan teralis kayak gitu hehe.

bersambung - menuju Wuyishan

Monday, December 2, 2013

Dubrovnik - Croatia



Dubrovnik – Mutiara Cantik Ditepi Adriatic.

“Those who seek Paradise on Earth should come to see Dubrovnik”.

Demikian ujar George Bernard Shaw, yang rupanya begitu terpukau
saat berkunjung ke kota tersebut.
Selintas tentu ungkapan itu terasa berlebihan, tapi yang bicara ini
bukan orang sembarangan, dia pemenang Nobel Kesusasteraan tahun
1925, dan juga Oscar tahun 1938 untuk naskah film Pygmalion.
Maka tentulah pantas sanjungan-nya itu kita simak atau malah kita
uji sendiri kebenarannya dengan berkunjung pula ke Dubrovnik.

Tentunya dimana letak Dubrovnik tidak banyak orang yang tahu,
jangankan kota kecil itu - mencari letak negaranya saja yaitu
Croatia didalam peta, kita bisa “keringatan”.
Negara pecahan Yugoslavia ini ternyata menyimpan segudang  
keunikan, bentuk wilayahnya seperti Boomerang dengan sisi
panjangnya adalah tepian Laut Adriatic.
Laut terbersih didunia ini adalah cabang Laut Mediterania,
bentuknya seakan sebuah kanal selebar 175 kilometer yang
menusuk masuk ke ulu hati benua Eropa sejauh 800 km.
Kalau salah satu sisi “kanal” itu adalah pantai Italy, maka sisi
lainnya adalah Semenanjung Balkan dimana Croatia berada.

Garis pantai Italy relatif lurus, datar dan tanpa pulau di lepas
pantainya, sebaliknya pantai Semenanjung Balkan berbukit-bukit
serta berkelok-kelok indah sekali, dengan banyak sekali pulau
besar kecil berjajar sepanjang dan tidak jauh dari pantai.
Hal inilah yang membuat  pantai semenanjung Balkan bukan saja
indah juga nyaman dan aman, sehingga menarik turis berdatangan.

Diujung paling bawah boomerang-shaped Croatia itulah terletak
Dubrovnik, kota ditepi laut Adriatic yang saking cantiknya sampai
dijuluki : Pearl of the Adriatic.

Dubrovnik memang sungguh menakjubkan, berusia ratusan tahun
dengan dinding benteng tinggi mengelilingi kota, dan sejak
tahun 1979 ditetapkan oleh Unesco sebagai World Heritage karena
sarat dengan berbagai gereja-biara-istana dan air mancur bergaya
Gothic/Renaissance/Baroque yang sangat terpelihara baik.
Seluruh isi kota seakan menjadi monumen, ditambah dengan
arsitektur dan alam yang begitu indah, menjadikan Dubrovnik
kota yang paling cantik di Croatia.

Mencapai Dubrovnik paling praktis tentu lewat udara.
Ada penerbangan reguler setiap hari dari London dengan
British Airway (beberapa kali seminggu dengan Croatia Airlines).
Penerbangan harian juga ada dari ibukota Croatia Zagreb atau
dari Dublin dengan Air Lingus.
Lewat laut, bisa dengan ferry internasional dari Bari (Italy).
Kami sendiri memilih jalan darat, berangkat dari Sarajevo/Bosnia
pada pagi hari Sabtu 28 Oktober 2006.
Karena mampir dulu ke Medjugorje dan Mostar, dan harus melalui
pemeriksaan imigrasi yang cukup lama di border Bosnia dan Croatia
(negara Balkan belum masuk Schengen), sekitar jam 21 barulah bus
kami tiba direstoran Komin di Babinkuk Holiday Park Dubrovnik.

Selesai makan malam, kami menuju President Hotel yang berbintang
empat dan setelah menerima kunci kamar, dengan ter-kantuk2 kami
memasuki kotak lift, lalu tekan tombol angka 7 .
Tapi kemudian kami semua terperangah, sesudah pintu lift tertutup
bukannya lantai lift terangkat sesuai asumsi kami, malah sangkar lift
itu bergeser kesamping dan mulai miring menurun!
Astaga!, ternyata hotel dibangun mengikuti kemiringan lereng bukit.
Jadi lobby-nya ada di atas bukit, dan tingkat-tingkat lantai hotel
berikutnya ada dibawahnya sampai ke tepi pantai, tidak ubahnya
bentuk terasering petak-petak sawah di lereng pegunungan.
Maka sangkar lift itu berjalan miring diatas sebuah escalator.
Pengalaman teman kami lebih heboh lagi, pasangan yang membawa
dua anak kecil ini sampai histeris, dikiranya kabel lift itu mau putus.
Sambil teriak-teriak kalap mereka berebutan memenceti seadanya
tombol-tombol yang ada didalam lift.

Esok pagi-nya, hiruk pikuk semalam itu langsung terbayar lunas,
karena saat terbangun kami mendapati pemandangan dari kamar
kearah laut yang luar biasa indahnya.
Tampak laut yang berwarna crystalline blue, airnya tenang sekali
terlindungi oleh deretan pulau-pulau besar kecil, dan kebetulan
sekali ada sebuah kapal pesiar besar warna putih sedang melintas.
Tampak cantik dan anggun sekali bak Angsa putih sedang
meluncur tenang diatas air membiru itu.

Setelah makan pagi, dengan bus kami menuju highlight perjalanan
kami di Croatia ini yaitu memasuki Old City of Dubrovnik.
Dubrovnik mempunyai sejarah yang menarik, pernah selama ratusan
tahun menjadi Republik Ragusa yang perdagangannya maju sekali
Mereka bisa berdagang dengan banyak negara, mulai dari Turki 
sampai India di timur (dengan menempatkan seorang consul di Goa),
dan punya perwakilan perdagangan di Afrika (Cape Verde).
Selain menjadi negara yang  kuat dalam perdagangan, art dan culture
juga maju sekali.
Republik Ragusa yang mencapai jaman keemasan pada abad 15 dan
16, sangat menghormati kebebasan termasuk menyetop perdagangan
budak pada tahun 1418. Dan ternyata negara pertama yang mengakui
kemerdekaan Amerika adalah Republik Ragusa ini.

Belakangan perdagangan di Mediterrania meredup, kemalangan
demi kemalangan menerpa – terjadi gempa bumi dahsyat tahun
1667 yang meluluh lantakkan Dubrovnik.
Pukulan maut bagi Republik Ragusa bukanlah kejadian itu, tapi
datang dari pasukan Napoleon pada tahun 1806.
Awalnya Napoleon hanya memblokade Dubrovnik, tapi akhirnya
memasuki kota. Pada hari itu seluruh bendera didalam kota
Dubrovnik di cat hitam sebagai tanda duka yang mendalam.

Perjalanan dengan bus hanya sebentar saja dan kami diturunkan
di depan Pile Gate, salah satu dari dua gate dari bentengan kota  
kuno yang diameternya sekitar 500 meter itu.
Memang bentengan banyak dimana-mana, tapi bentengan ini
unik sekali karena dibuat bukan cuma untuk melindungi sebuah
kastil, tapi sebuah kota yang cukup besar.
Panjang kelilingnya sampai dua kilometer, tingginya 25 meter
dan mempunyai 15 buah menara.
Dinding benteng yang dibangun antara abad 13 dan 16 , masih
sangat utuh seperti awalnya.

Bersama banyak turis lain kami berjalan memasuki Pile Gate dan
kemudian kami seakan terdampar mundur ke abad pertengahan.
Didepan kami tampak membentang Stradun, jalan utama Old City
dan disebelah kanan tampaklah Big Onofrio Fountain yang dibangun
tahun 1348, yang tampak atraktif berupa huge central dome dengan
16 buah pancuran disekelilingnya.
Anak tangga sekeliling fountain tampak menjadi tempat duduk para
pengunjung yang kelelahan.
Juga tampak Franciskan Monastery, pabrik farmasi tertua di Eropa
yang sudah mulai beroperasi pada tahun 1391.

Dimana mana terlihat gedung-gedung kuno yang tinggi-tinggi, 
dengan tembok batu kapur warna coklat  keabuan, semua gedung
seragam beratapkan genteng warna merah.
Sama sekali tidak terlihat tanda tanda modernisasi, walaupun
banyak rumah itu dijadikan toko atau restoran tetapi tidak ada
satupun yang memasang papan nama atau spanduk.

Kami kemudian menapaki Stradun, city promenade yang panjangnya
 292 meter dan lebar 15 meter ini sejak  tahun 1468 beralaskan
batu marmer. Telapak kaki orang yang lalu lalang selama berabad-
abad menjadikannya seolah digosok setiap hari, hingga kini tampak
licin berkilat.
Dimalam hari lantai itu memantulkan cahaya lampu, maka tampak
menakjubkan - berkilau indah sekali.
Diujung Stradun sampailah kami di Orlando Column, sebuah
plaza yang menjadi tempat paling favorit bagi para turis untuk
menikmati suasana kota.
Tampak banyak orang duduk-duduk santai di kursi yang
disediakan oleh cafe-cafe, maupun ditangga St. Blaise Church
yang bergaya Baroque dan merupakan gereja dari Santo Blaise –
Santo pelindung kota.
Sekeliling plaza tampak berbagai bangunan kuno lainnya seperti
Small Onofrio Fountain, Sponza Palace ( Gothic Renaissance
Palace ini salah satu dari sedikit bangunan yang selamat dari
gempa bumi dahsyat tahun 1667 ), Bell Tower, dan Rector
Palace yang dibangun tahun 1441 dan kini dijadikan city museum.
Benarlah kata walikota Dubrovnik bahwa kota ini bukanlah
Museum Kota tapi Kota yang sarat dengan Museum.

Kini saatnya kami naik ke atas dinding benteng dan akan

berjalan disana mengelilingi kota kuno yang dibangun
menjorok kelaut itu.
Begitu sampai diatas dinding kami langsung terpana melihat
pemandangan kearah luar benteng yang indah sekali.
Kami rupanya berada diatas St.John Fort, dan dibawah kami
tampak Old Port Dubrovnik. Diatas air laut yang membiru
banyak boat sedang berlabuh dimuka berbagai gedung kuno
yang memakai genteng merah, dengan dilatarbelakangi
lereng kehijauan dari Mount Sergius, mempesona sekali.

Tak jauh dari Old Port tampak sebuah kapal wisata besar
sedang berlabuh, perahu perahu tampak menjemput para
penumpang yang mau mendarat di kota Dubrovnik atau
bertamasya menuju ke pulau2 sekitar.

Kalau pandangan dialihkan kedalam kota, tampak lautan
genteng merah yang terlihat rapih sekali karena semua
gedung didalam kota tua seragam memakai genteng
warna merah sehingga kontras dengan warna hijau dari
lereng Mount Sergius dibelakang kota dan langit yang
berwarna biru cerah.

Sepanjang perjalanan menelusuri dinding benteng itu kami
disuguhi pemandangan yang sungguh luar biasa cantik.
Baik kearah laut yang terlihat begitu bersih membiru,
maupun kearah kota kuno yang begitu terjaga keasliannya
seperti sekian ratus tahun lalu, sungguh menawan hati.

Saat tiba kembali dihotel, persis Sunset menjelang, kami
semua berebut mencari tempat yang strategis ditepi pantai,
untuk menyaksikan bola kemerahan yang makin meredup
sinarnya itu dengan perlahan masuk ke peraduannya.
Hari dan tahun boleh berganti tapi tidak dengan Dubrovnik
yang tetap abadi, setia dengan keaslian dan keindahannya.