Wednesday, March 19, 2008

Kuliner Jalansutra - Tempat Makan Jakarta Tempo Doeloe.

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Entertainment
Author:Jalansutra
Saat selintas mendengar kabar ada beberapa teman Jalansutra
mau menerbitkan tulisan tentang Kuliner, saat itu terfikir kalau ini
paling tulisan kuliner "me-too" berbentuk tabloid yang menyesaki
rak berbagai toko buku.

Tapi saat melihatnya di Gramedia, ternyata bentuknya bukan
seperti tabloid yang selebar koran, tapi seukuran Intisari dan saat
mem-balik2 isinya - saya terpesona.
Bukan saja kertasnya begitu lux, juga cetakannya sungguh prima,
fotonya cantik2 warna warni - ini mah bener2 serius bikin bukunya.

Di cover buku yang merupakan buku pertama dari serial Kuliner
Jalansutra ini, tampak foto pak Bondan Winarno yang menekankan
satu istilah baru yaitu "Kecerdasan Lidah".
Dalam Kata Pengantar, pak Bondan menyampaikan bahwa dalam
komunitas Jalansutra yang anggautanya sudah lebih dari 12.000
orang, daftar tempat makan tidak dianggap informasi penting.
Karena info tentang kuliner yang dicari bukan sekedar nama tempat,
tapi review yang akurat, jujur, digambarkan secara baik dan didasari
pengetahuan/pengalaman kuliner yang bagus.

Didalam komunitas Jalansutra yang sudah berusia lima tahun inilah
banyak reviewers andal yang foodies dalam arti sejatinya, yaitu
mereka doyan makan dan mengapresiasi makanan yang dinikmatinya.
Mereka juga mampu menganalisa elemen2 yang dikandung dalam
makanan - ini yang dimaksud mempunyai lidah yang "cerdas".
Dan yang terpenting - yang ditunggu-tunggu rekan lainnya adalah
mereka mampu mengartikulasikan temuannya itu dengan kata-kata
yang membuat orang lain sampai "jatuh ngiler" saat membacanya.

Hal inilah yang rupanya ditangkap oleh sebuah penerbit, yang mem-
berikan kepercayaan kepada beberapa reviewers andal Jalansutra
untuk mengisi serial pertama Kuliner Jalansutra ini.

Serial pertama ini berjudul Tempat Makan Jakarta Tempo Doeloe,
saat membacanya memang membuat saya terbawa kemasa lalu.
Saat masih "ingusan" saya pernah diajak almarhum ayah mampir
ke Restoran Tan Goei, Ice Cream Ragusa, dan juga Restoran Trio,
tentu ingatan sudah samar-samar karena sudah begitu lamanya.
Hebatnya tempat2 itu bisa masih bisa bertahan walaupun saat ini
bermunculan begitu banyaknya restoran baru yang menawarkan
aneka menu masa kini.

Review Tape Uli Cisalak serta Laksa Cibinong-nya Rumah Makan-
Pengharapan, membawa kenangan saya ke masa2 ABG yang
nyaris setiap hari Minggu ngukur jalan Tangerang - Puncak via
Cibinong/Cisalak. Kami kebut2an pakai sepeda motor, dan masih
teringat sok gayanya kami saat memasuki rumah makan itu
dengan muka belepotan debu.

Memang dari 20 tempat makan jadoel yang di review itu, tidak
semua pernah saya kunjungi, tapi review ini membuat saya jadi
ter-provokasi untuk bukan saja napak tilas, juga ingin bisa melihat
dan menikmati suasana/makanan berbagai tempat makan/minum
yang terbukti tetap diminati walau sudah puluhan tahun berdiri.

Buku ini memang begitu lengkap isinya, begitu memudahkan
dalam mencari lokasinya, karena lengkap dengan alamat dan
nomer tilpon, jam buka, sampai harga dari makanan-nya.
Sampai pula plus minus-nya kalau kita makan disitu, dan
skoring/penilaian dari para reviewers-nya.

Buku keren setebal hampir 100 halaman itu yang dibandrol
hanya Rp.29.800,- saja tentu bukan saja menjadi "buku wajib"
anggota komunitas Jalansutra, juga bisa menjadi buku panduan
yang berharga bagi siapapun yang ingin mengetahui mengapa
kita pantas mencari makanan di tempat se jadoel itu.



DownTown Walk SMS dan Live Country Music.




Malam Senin semakin larut tapi DownTown Walk dari SMS
(Sumarecon Mal Serpong) tetap ramai pengunjung yang
memadati puluhan meja kursi yang tersedia - mereka
menantikan pukul 21.30 - saat dimana Band Dalton akan
mulai memainkan lagu2 irama musik country.

Sekeliling DownTown Walk itu terdapat berbagai cafe
dan resto, mulai dari Pizza Hut - Solaria - Dante Coffee -
Bengawan Solo Coffee - Wendy's - Dinamic Cafe -
Ya Kun Kaya Toast dll, sehingga pengunjung bisa duduk2
santai memanfaatkan Free Broadband Wireless Internet,
menikmati live musik maupun ikut ber-line dance ria.

Setiap Minggu malam itu belasan kadang sampai puluhan
pengunjung ber line-dance sampai larut malam dipimpin
oleh Pingky - sobatnya Tantowi Yahya yang biasa tampil
di acara Country Road di TVRI.

Sebenarnya Mall tutup jam 22.00 tapi justru DownTown
Walk yang cerah diterangi lampu warna warni itu tetap
ramai sampai live musik berakhir jam 24.00.
Suasana yang nyantai, nyaman dan begitu ceria, juga
lingkungan yang terasa aman menjadi daya tarik SMS
yang setiap malam menghadirkan aneka live musik.

Selasa malam saya pernah menikmati musik Beatles yang
dimainkan oleh Abadi Soesman.
Bersama sekian banyak pengunjung kami terhanyut ke masa
tahun 60-an saat dimana John Lennon, Paul McCartney,
George Harrison dan Ringo Star memukau dunia.
Duduk disebelah saya ada pasangan yang begitu menikmati -
mereka asyik ikut menyanyikan setiap lagu yang dimainkan.

Mau ikut menikmati acara asyik yang gratisan ini, ayo atuh
Minggu malam gabung disana.
Jauh dari Jakarta ? - ah nggak juga tuh, hanya lima menit
berkendara sudah bisa masuk tol Tangerang menuju Tomang.



Friday, March 14, 2008

Foto perjalanan Ben Darmawan di Iran: 20 - 26 February 2008.




Selama seminggu pak Ben Darmawan berada di Iran, sempat
mengunjungi Tehran - Yazd - Shiraz - Isfahan - Kashan.
Mendarat di Imam Khomeini International Airport pada hari
Rabu, 20 Februari 2008.
Temperatur masih lumayan dingin, kalau sekitar tiga minggu
sebelum kedatangannya di Tehran suhu masih minus 23 C -
tapi untungnya saat mendarat disana suhu sudah 2 derajat C.

Ini foto2 yang dibuatnya diberbagai tempat yang memang
tampak begitu unik dan menarik, antara lain :
King Palace, Imam Khomeini Mausoleum di Tehran.
Zoroastrian Fire Temple, Jame Mosque di Yazd.
Makam Cyrus the Great, dan Afifabad Garden di Shiraz.
Naghsh-e-Jahan Square, Isfahan bazaar di Isfahan.
Fin Garden, Tabataba El's House di Kashan.

Selasa, 26 Februari 2008 rombongan pak Ben meninggalkan
Teheran kembali ke Jakarta via Kuala Lumpur dengan MAS.

Friday, March 7, 2008

Dari SpringHeaven ke Rit's.




Jumat pagi 7 Maret 2008, berdua dengan istri kembali menuju
Bandung, dan seperti biasa melalui tol Cikampek - Purbaleunyi.
Berbeda dengan dua minggu yang lalu, jalan tol padat sekali,
istri saya mengingatkan kalau ini tanggal muda, kalau tanggal
tua seperti minggu lalu sepi katanya.
Mestinya kita tadi berangkat lebih pagian, tambahnya.

Sudah jalan lambat, ditambah lagi terjadi kecelakaan tunggal,
sampai dua kali pula.
Pertama ada sebuah truk tangki yang entah kenapa mendarat
di jalur hijau tengah2 jalan tol.
Sekian belas kilometer didepan, ada sedan tau-tau membelok
kekiri keluar badan jalan tol sampai menabrak sebuah batu
besar di rerumputan pinggir jalan.
Walaupun tidak ada korban, jalan jadi tersendat, karena
semua pengendara melambatkan laju kendaraannya.
Ditambah lagi antrian panjang sekali di toll gate Purbaleunyi,
alhasil lebih dari tiga jam baru masuk Bandung.

Penasaran minggu lalu "ditolak" masuk ke Spring Heaven -
Chinese Restaurant, maka kali ini sudah booking dulu.
Eh, ternyata kali ini malah beberapa meja terlihat kosong.
Tapi kedatangan kami yang kedua kali ini langkah kanan,
karena baru saja dimulai promo Mega credit-card, diskonnya
nggak kira2 - sampai 50 % untuk pembelian minimal 250 ribu.
Pesanan kami Bebek Panggang, Brokoli Udang Salju,
Gurame Tim HongKong dan Udang Goreng Mayonaise.

Restoran berlantai dua yang lokasinya persis sebelah Apartment
Setiabudi ini, baru beberapa bulan buka tapi langsung ramai.
Bebek Panggang nya lumayan, standard lah - tapi rasanya
lebih enak Duck King. Gurame Tim Hongkong nya juga kurang
nendang, kalau Udang Mayonaise nya cukup enak.

Selesai makan, ingin mencoba ice-cream home made yang
kabarnya tempatnya asyik-homey, maka kami menuju kearah
Lembang. Awalnya melewati dulu wilayah Ledeng, lalu melewati
resto Telagasari dikiri jalan, ketemu pompa bensin dikanan jalan
dan tibalah di Rit's Ice Cream & Snacks di kanan jalan pula.

Berbentuk rumah tinggal, dan berlantai dua, disana sini banyak
pot tanaman sehingga benar terasa nyaman berada didalamnya.
Resto ini menyediakan makanan seperti Steak & Bratwusrt juga,
tapi karena baru saja makan maka kami pesan ice cream saja,
antara lain yang rasa Strawberry dan Rum Raisin.
Memang sesuai janjinya bahwa ice cream home made ini dibuat
dari bahan yang natural dan murni, sehingga terasa enak sekali.
Tak terasa ber-jam2 kami duduk2 disana, menikmati suasana
dan sempat nambah Apple Pie nya yang juga enak.

Menjelang sore kami baru beranjak, dan sayangnya seperti biasa
daerah sana macet, sehingga kami mengambil jalan melambung
melewati perumahan dimana ada Restoran Sapi Lidi, dan selusup2
jalan kecil daerah Gegerkalong untuk tembus di KarangSetra.

Malamnya sekitar jam 24 tiba tiba kembali di Tangerang, terlihat
trip meter mobil menunjuk angka 385.
Whoaa, nyetir sekian jauh rasanya masih OK aja nih, enceerr -
kalo gini jadi dah sekitar bulan Agustus uji nyali nyetir ke Jogya,
ayo siapa berani ikut ? he3.


Spring Heaven Restaurant
Jl. Setiabudi No: 130 A
Bandung
phone: 022-2040400.
springheavenresto@yahoo.co.id
chinese cuisine-dimsum-shabu

Rit's
Pure &Natural Ice Cream & Snacks
Jl. Dr. Setiabudi 388 Bandung.
Telpon: 022-2011955.

Tuesday, March 4, 2008

Rubrik Petualang di Kompas.com

Rating:★★★★
Category:Other




Saya baru saja membaca di :
http://hongmingd.multiply.com/photos/album/7/Rubrik_Petualang_Kompas?replies_read=9
Ini tentang anggota Jalansutra : Agustinus Wibowo.
Pemuda Lumajang yang sekarang masih berada di Kabul Afganistan ini, kini cerita
perjalanan-nya rutin dimuat di Rubrik Petualang - Kompas dot com.

Ini tulisan Agustinus Wibowo di MP nya itu :

Kawans,

Cerita perjalanan saya akan dimuat harian di Rubrik Petualang Kompas dot com. Kisahnya tentang perjalanan saya di Asia Tengah, mulai dari Tajikistan sampai ke Turkmenistan. Kalau ada waktu, mampir-mampir ya....

Terima kasih...

http://kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.03.04.14234376&channel=1&mn=59&idx=76&profile=yes

Agustinus Wibowo

Agus: Karena Hidup Ini Adalah Perjalanan...


“HIDUP ini adalah sebuah perjalanan. Kita tidak tahu kapan perjalanan hidup kita akan selesai. Begitu pula saya tidak tahu kapan petualangan saya ini akan berakhir. Yang saya tahu, saya masih ingin terus melanjutkan petualangan saya. Masih ada banyak tempat yang ingin saya kunjungi,” ujar Agustinus Wibowo dalam sebuah perbincangan.

Ketika tulisan ini dibuat, Agus, begitu biasa ia disapa, sedang menetap sementara di Afghanistan. Ia telah hampir tiga tahun melakukan perjalanan tanpa jeda melalu jalur darat melintasi Asia Selatan dan Tengah. Ia sedang melakukan ”misi pribadinya” keliling Asia, bagian dari cita-citanya keliling dunia. Perjalanannya dimulai dari Stasiun Kereta Api Beijing, China pada tanggal 31 Juli 2005. Dari negeri tirai bambu itu ia naik ke atap dunia Tibet, menyeberang ke Nepal, turun ke India, kemudian menembus ke barat, masuk ke Pakistan, Afghanistan, Iran, berputar lagi ke Asia Tengah, diawali Tajikistan, kemudian Kyrgyzstan, Kazakhstan, hingga Uzbekistan dan Turkmenistan. Ribuan kilometer yang dilaluinya ia tempuh dengan berbaga macam alat transportasi seperti kereta api, bus, truk, hingga kuda, keledai dan tak ketinggalan jalan kaki.

”Saya menghindari perjalanan dengan pesawat. Perjalanan udara menghalangi saya menyerap saripati tempat-tempat yang saya kunjungi. Menyatu dengan budaya setempat, menjalin persahabatan dengan banyak orang di tiap tempat, merasakan kehidupan masyarakat di suatu tempat adalah hal-hal yang tidak mungkin saya dapatkan jika saya menggunakan pesawat terbang. Selain itu, uang saya tidak cukup untuk tiap kali naik pesawat..hehehe...” terangnya.

Agus adalah seorang petualang, pengembara, musafir, seorang backpaker sejati. Bagi banyak orang, aktivitas travelling murah sebagai seorang bakckpaker adalah hobi. Bagi Agus menjadi backpaker adalah hidupnya, napasnya setiap hari.

Ia memulai perjalanannya dengan bekal 2.000 US dolar hasil tabungannya selama kuliah di Universitas Tshinghua, Beijing, Cina. Ketika duitnya habis ia akan menetap sementara di suatu tempat, bekerja serabutan guna mengumpulkan duit lagi dan kembali melanjutkan perjalanan.

”Kebetulan saya suka fotografi. Saya menjual foto-foto saya dan menulis tentang tempat-tempat yang saya kunjungi untuk saya jual ke beberapa media di China, Singapura dan Indonesia. Selain itu saya bekerja serabutan sebagai apa saja untuk bertahan hidup,” tuturnya.

***

Agustinus Wibowo lahir di Lumajang, Jawa Timur, tahun 1981 sebagai putra pertama pasangan Chandra Wibowo dan Widyawati. Lulus dari SMU 2 Lumajang ia melanjutkan kuliah di Jurusan Informatika Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS). Hanya satu semester ia di ITS, sebelum memutuskan pindah kuliah ke Fakultas Komputer Universitas Tshinghua, Beijing, universitas paling ternama di daratan Tiongkok.

Sejak kecil ia sudah menyimpan harapan untuk berkelana ke negeri-negeri jauh. Waktu SD gurunya pernah bertanya tentang cita-citanya. Dengan polos dia menjawab ingin jadi turis. Gurunya bilang kalau turis itu bukan pekerjaan, bukan cita-cita. Tapi, Agus terus menyimpan mimpi masa kecilnya itu.

Di Lumajang ia tumbuh sebagai anak rumahan, lebih senang menghabiskan waktunya di kamar membaca buku. Jika harus keluar rumah ia memanggil becak. ”Dulu saya ini malas banget jalan siang-siang, panas. Bahkan, untuk pergi 400 meter saja saya pasti naik becak,” aku dia.

Semua itu telah berubah. Ia telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang ”turis”. Anak manis yang malas bertemu panas matahari telah menjadi anak kehidupan yang tidur berselimut debu jalanan. ”Saya berubah dari seorang kutu buku tidak berguna menjadi seorang musafir yang tahan banting. Perjalanan mengajarkan saya tentang warna-wani hidup, ragam budaya dan manusia. Perjalanan ini juga memaparkan pada saya bahwa dunia tidak seindah yang kita impikan. Hidup ini cantik sekaligus buruk rupa, bahagia sekaligus muram, berwarna sekaligus kelabu. Saya belajar untuk tidak mengeluh dan belajar untuk selalu bersyukur atas segala hal yang saya terima setiap hari,” tutur dia.

Semua perubahan itu dimulai pada tahun 2002. Saat itu, seorang temannya di Tsinghua menantangnya untuk ”backpack” ke Mongolia. Kebetulan pada saat yang sama ia terinspirasi oleh seorang teman lainnya, cewek Jepang, yang pernah keliling Asia Tenggara sendirian selama enam bulan. Ia begitu terkagum-kagum ketika si cewek Jepang-nya itu bercerita bahwa selama perjalanan ia bertahan hidup dan berkomunikasi menggunakan ”bahasa tarzan” karena sama sekali tidak bisa bahasa Inggris, apalagi bahasa negara-negara ASEAN.

”Waktu itu saya begitu terpesona oleh cerita petualangan teman Jepang saya ini. Petualangan yang wah, berani, dan penuh tantangan. Saya jadi bertanya sendiri, kapan saya bisa begitu? Maka ketika ada teman yang mengajak saya pergi ke Mongolia saya langsung mengiyakan,” ujarnya.

Ternyata, Agus tidak pernah bisa menghentikan langkahnya sejak saat itu. ”Semakin sering saya travelling sebagai backpaker, semakin dalam keingintahuan saya tentang hal-hal baru di dunia ini. Tidak hanya sebagai penonton, tapi terlibat sepenuhnya dengan seluruh pengalaman perjumpaan dengan masyarakat dan kebudayaannya. Dunia ini tidak seluas daun kelor. Ada banyak kehidupan lain di luar sana dan ada banyak kebajikan yang kita tidak pernah tahu sebelumnya,” jelas Agus yang karena perjalanannya telah menguasai bahasa Hindi, Urdu, Farsi, Rusia, Tajik, Kirghiz, Uzbek, Turki, dan sekarang dalam proses menguasai bahasa Arab, Armenia, dan Georgia. Selain itu, ia fasih bahasa Inggris, Mandarin, Indonesia dan tentu saja bahasa Jawa.

Kemampuannya menguasai berbagai bahasa ini pernah membuatnya hampir cilaka. Suatu waktu di Afghanistan polisi setempat mencurigai dirinya sebagai seorang teroris dari Pakistan. Tiba-tiba, tanpa sebab dan alasan, sekelompok polisi memukulinya dengan garang. Spontan ia berteriak dan memaki. Namun sial, yang keluar dari mulutnya adalah bahasa Urdu. ”Seharusnya saya ngomong dalam bahasa Inggris, tapi waktu itu spontan yang keluar bahasa Urdu,” cerita dia. Urdu, tak lain dan tak bukan, adalah bahasa nasional Pakistan.

Tidak cuma sekali dua kali Agus mengalami kejadian-kejadian naas seperti itu. Seorang pengelana mau tidak mau harus berteman dengan marabahaya. Anak mami yang bertahun-tahun hidup dalam kehangatan keluarga itu telah berulangkali ditangkap polisi, ditahan agen rahasia, dipukul preman, diserang perampok, dan bersahabat dengan rasa lapar. Ia pernah putus asa karena kameranya rusak total dan uang bekalnya dicuri orang. Yang paling buruk, karena sembarangan menginap di rumah orang ia pernah salah mampir di rumah pelaku kriminal.

Apakah orang tuamu tidak khawatir Gus? O, tentu saja sangat khawatir. Ia ingat betul pada perjalanan pertamanya ke Mongolia tahun 2002. Setelah tiga minggu di Mongolia ia menelepon ke rumah dan ibunya menjerit begitu medengar suaranya.

Tahun 2003 ia terobsesi mengunjungi Afghanistan. Mendengar nama negara itu saja orang sudah bergidik ngeri karena bayang-bayang kekerasan perang yang tiada henti di sana. Agus pun pergi diam-diam tanpa memberitahu orangtuanya, menuju negeri yang identik dengan darah, Taliban, dan perang. Tapi, toh mereka tahu juga tentang ”perjalanan gelapnya” ini. Sekembalinya dari Afghanistan, ia dimarahi habis-habisan oleh ibunya. ”Tapi itu dulu, sekarang mereka sudah mulai mengerti. Ayah saya akhirnya malah bangga memiliki putra seorang pengembara. Tapi, saya tahu di lubuk hati yang paling dalam mereka berharap suatu saat nanti saya kembali ke Indonesia, menetap dan hidup normal di sana. Mmmm.....bagian itu, saya belum bisa menjawabnya saat ini,” katanya.

***

Bagi Agus, pada batas tertentu travelling tidak lagi sekadar menikmati keindahan pantai, kesejukan udara pengunungan atau kemewahan spa di hotel berbintang. Bagian terbaik dari travelling adalah ketika kita menemukan apa yang disebutnya sebagai 'seni mengembara'. ”Itu adalah ketika kita tidak lagi menjadi diri kita sendiri, ketika kita kehilangan identitas kita, masa lalu kita, ikatan norma masyarakat yang selama ini mengikat kita, dan pada akhirnya lepas dari jerat-jerat yang selama ini memasung jiwa kita. Kita menjadi terbuka pada kehidupan dan menerima apa yang diajarkan oleh kehidupan pada kita. Ketika sampai pada titik ini, kita akan melihat dunia dengan mata hati yang baru,” tuturnya bijak. "Bahkan di negeri-negeri terpencil dan terbelakang seperti lekukan gunung Afghanistan dan padang pasir Pakistan, ada kebijaksanaan maha tinggi yang bisa dikisahkan orang-orang dari pedalaman yang terlupakan dunia," tambah dia lagi.

Masih di jalanan dia sekarang, entah sampai kapan. ”Cita-cita saya mencapai Afrika Selatan dengan menempuh perjalanan darat (kalau memungkinkan seratus persen), melintasi Kaukasus, Eropa Timur, Timur Tengah, dan Afrika Barat." Di pelosok bumi sana, ada negeri-negeri yang hampir tak pernah kita dengar. Abkhazia, Transdniestr, Ossetia, Nagorno Karabakh. Negara-negara itulah yang menjadi obsesi Agus. Sampai kapan perjalanan ini akan terus berlangsung? "Tidak tahu. Saya tidak memberi batas waktu, dan biarlah perjalanan ini mengalir begitu saja,” ungkapnya.

Di Kolom Petualang di Rubrik Travel kompas.com ini Agus menyajikan secuplik kisah perjalanannya melintasi Asia Tengah, yaitu negara-negara yang semuanya berakhiran 'stan', mulai dari Tajikistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Uzbekistan, hingga Turkmenistan. Kita mungkin merasa asing membaca kisah tentang tempat-tempat terpencil yang tertutup gunung dan tidak pernah disebut-sebut dalam peta dunia. Di sanalah Agus telah menginjakkan kakinya.

Nantikan kisah petualangannya.....






profile.jpg




Monday, March 3, 2008

Kashmir - Desember 2007 : Foto2 pak Ben Darmawan




Kashmir - Desember 2007.
Pak Ben dan bu Sanny berkesempatan mengunjungi Kashmir India,
mendarat di bandara Srinagar yang sedang direnovasi, mereka terkejut
dengan penjagaan oleh tentara yang begitu ketatnya.
Dimusim dingin yang membekukan itu mereka menginap didalam boat-
house yang bikin heboh karena pemanasnya memakai kayu bakar.
Praktis susah tidur semalaman, karena apinya mesti dijagain terus -
jangan sampai mati kehabisan kayu kalau tidak mau kedinginan.
Mungkin dimasa lampau menginap di boat house itu suatu kemewahan
yang eksotis dengan pemanas alami itu, tapi kini sudah kurang terawat.

Wilayah pegunungan bersalju yang begitu cantik terasa "aman",
karena setiap sekian ratus meter ada saja tentara yang berjaga-jaga.
Memang situasi Kashmir masih tegang, tapi turis tetap berdatangan
mengunjungi negeri yang cantik itu.