Tuesday, October 30, 2007

Burj Al Arab - The World's only 7-star Hotel.




Ke Dubai tidak melihat Burj Al Arab ?, orang bilang itu sih
sama saja dengan ke Paris tapi melewatkan mengunjungi
Eiffel Tower, atau ke Sydney terlewat lihat Opera House.

Burj Al Arab yang artinya Tower of The Arabs, memang
sungguh pantas menjadi icon-nya Dubai.
Dibuat sengaja mirip dengan bentuk anggun layar dari
Arabian Dhow -perahu tradisional Dubai, dan sengaja pula
dibangun tidak didaratan tapi muncul dari dasar laut sejauh
280 meter dari garis pantai.
Jadi seakan sebuah Dhow yang sedang mengembangkan
layar, simbolisasi transformasi urban Dubai.

Dibangun dari tahun 1994, dan dioperasikan tahun 1999,
Burj Al Arab menjadi hotel satu2nya di dunia yang secara
hiperbolik dijuluki ber-bintang tujuh.
Konon tidak lama lagi akan muncul hotel ber-bintang
tujuh lainnya, antara lain Flower of The East di Kish - Iran
dan The Centaurus Complex di Islamabad Pakistan.

Untuk design yang begitu inovatif dan ultra modern,
serta kemewahan pelayanan yang ditawarkan, maka
hotel setinggi 321 meter ini disebut bukan saja :
The World's Tallest Hotel, juga sebagai The World's Most -
Luxurious Hotel.
Memang inilah salah satu The Finest Hotels in the World,
yang siap menerima kunjungan Kings/Queens/Sheikhs
sekalipun.

Minggu siang, 14 Oktober 2007 sekitar jam 12.30 kami
turun dari bus didekat Wild Wadi Water Park, didepan
tampaklah BurjAlArab yang anggun dan cantik sekali,
dominan warna putih dengan biru terang pada sisinya.

Tempat kami turun persis didepan pos penjagaan,
dibelakangnya terdapat jembatan menuju bangunan hotel.
Bus tidak boleh melewati pos penjagaan, hanya kendaraan
sedan, jadi kami akan naik Golf Cart yang tampak bolak balik
mengantar para tamu yang mempunyai izin memasuki hotel.
Hanya tamu hotel yang menginap atau mengunjungi salah
satu restoran-nya yang boleh masuk, itupun harus reservasi
jauh-jauh hari sebelumnya.

Sebelumnya kami bingung dengan dress-code nya, pasti
harus rapih tidak boleh pakai sepatu kets/celana pendek.
Karena ada yang bilang harus pakai jas, maka tidak mau
ambil risiko kami semua bawa jas dan dasi, sedangkan
wanita pakai busana resmi dengan blazer segala.
Padahal kan jadi ribet, tour kesana kemari sekian hari bawa-
bawa jas yang bakalannya dipakai cuma sekian jam doang.
Ternyata kata local guide - pakaian kami sudah rapih tidak
usah pakai jas lagi, yah sudah kepalang ditenteng maka
dipakai saja tanpa dasi.

Sambil menunggu jemputan, kami mengagumi eksterior
gedung yang dimalam hari sinar lampu yang menyorotnya
bisa berubah-ubah mulai dari sinar putih ke multi coloured
tiap 30 menit.
Tampak pula bentuk bulat mungil di ketinggian 210 meter,
itulah helipad selebar 24 meter dimana pernah Tiger Wood
melontarkan bola-bola golf kearah Arabian Gulf , dan juga
tempat Andre Agassi bermain tenis bersama Roger Federer.

Memasuki pintu BurjAlArab, bukannya disambut dengan
pemeriksaan security yang ketat dengan pintu detektor,
malah pelayan yang menawarkan kurma yang lezat sekali.
Kini kami berada didalam lobby hotel, kecil saja tapi karpet-
nya tampak tebal mewah sekali, cantik berwarna warni.
Ditengah tampak air mancur yang indah selebar gedung,
hanya menyisakan sepasang escalator dikiri kanannya.
Menengok keatas tampak atrium hotel yang tinggi sekali,
uniknya V-shaped dan dindingnya kombinasi warna putih
dengan biru yang bergradasi makin keatas menjadi makin
hijau, cantik dan atraktif sekali.
Tiang2 besar warna keemasan menempel di-dindingnya.
Atrium setinggi 180 meter ini dinyatakan sebagai :
The Tallest Atrium Lobby in the World.

Interior menakjubkan ini di design oleh Khuan Chew -
yang juga mendesign interior Istana Sultan Brunai.
Konon terpakai 8000 m2 gold leaf 22 carat dan
24 ribu m2 berbagai jenis marmer didalam hotel ini.

Naik escalator menuju lantai dua, kini sekeliling tampak
beberapa toko dan restoran, termasuk jalan masuk ke
restoran Al Mahara tempat kami makan siang.

Seharusnya memasuki Al Mahara (artinya The Oyster)
memakai Simulated Submarine, karena didalam
The Top Ten Best Restaurant of the World by Conde
Nast Traveler itu, terdapat Lounge Seawater Aquarium
yang berisi lebih dari 1 juta liter air laut, kacanya yang
terbuat dari acrylic glass konon tebalnya 18 centimeter !.
Jadi para tamu dibuat serasa naik submarine, yang
menyelam, untuk nantinya saat penumpang keluar
sudah berada didalam restoran yang seakan berada
di dasar laut.
Tapi ternyata submarine-nya sedang perbaikan, ini
awal yang sangat mengecewakan tentunya.

Lalu kami dipersilahkan memasuki lift, terasa turun
ke dasar hotel itu dan tibalah dipintu masuk Al Mahara.
Memasuki restoran, terlihat meja kursi mengelilingi
aquarium yang besar sekali berbentuk bulat ditengah
ruangan, sayang sekali dilarang memotret disitu.
http://www.burj-al-arab.com/dining/al_mahara/
Kami yang bertujuh belas orang diarahkan memasuki
private room yang terasa kurang nyaman karena agak
sempit dengan hanya satu sisi aquarium didindingnya.
AC-nya juga sepoi2 saja, dan kursinya juga design-
nya kurang bagus karena mudah jatuh terlentang.

Lembaran menu dibagikan, isinya set menu yang
terdiri dari 4 macam makanan, dessert dan teh.
Teh ternyata akan dihidangkan sebagai penutup, kami
jadi bingung, masa makan sekian lama tanpa minum.
Waiternya bilang boleh di sajikan awal, tapi tidak bisa
refill, kalau mau nambah bayar lagi 80 dirham, padahal
dikasihnya cuma secangkir kecil doang.
Gimana kalau minta Aqua dalam gelas, oh bisa katanya,
boleh refill, tapi bayar 7 USD/orang - busyet deh!.

Makanan pertama Salmon Mi-Cuit with Wakame Paste
and Thai-Prawn Essence, yang ditata dengan cantik,
karena sudah lapar langsung disikat habis.
Nunggu sekian lama, barulah datang Blue Swimmer Crab
Milk Shake with Asian Tempura of Soft Shell Crab, yang
besarnya cuma sa-upil doang.
Nunggu lama lagi - lebih dari 15 menit, datanglah Seared
Diver Scallop with Teriyaki Risotto and Kaffir Pipette,
kalo nggak ada busanya nutupi - pasti ketauan kalau itu
ukuran sekali telan aja abis - kecil banget!.

Nunggu lama lagi - tidak nongol-nongol, saking kesal
saya nyelonong keluar kamar, masuk ke ruang utama,
lalu jalan mengelilingi aquarium besar yang berada
ditengah ruangan itu.
Tidak semua kursi terisi, sayang sekali saya tidak
punya keberanian memotret disitu.

Akhirnya muncul Roasted Red Tuna with Shemiji -
Mushrooms and Fava Bean, Yuzu Essence, lumayan
rada gedean, kalo yang sebelum2-nya sih gede
piring-nya doang.

Dessertnya Valrhona Chocolate Sphere, tampilannya
berupa bola coklat kecil, tapi pelayan bilang jangan
dimakan dulu, bakal ada show katanya.
Mereka lalu bawa coklat cair panas, diguyur diatas bola
coklat yang sudah ada dipiring kami, oh atap bola coklat
jadi leleh dan didalamnya ada isinya - Ooooh gitu toh.

Ruangan privat memang enaknya bisa ngobrol bebas,
tapi sempit, dan ini mengakibatkan saya dapat bonus.
Saat pelayan mengangkat piring bekas, karena sempit
maka piringnya diangkat tinggi-tinggi lewat kepala kami,
tiba-tiba saya dapat jatuhan garpu yang dari logam cukup
berat itu persis di jidat saya, lumayan juga kerasa nya -
untungnya nggak sampai berdarah - untung terus !.

Selesai makan siang, tidak mau rugi kami minta untuk
bisa melihat kamar hotel -nya.
Ternyata tidak bisa, alasannya semua kamar penuh.
Semua kamar disana hanya ada kelas suite, semua
juga duplex - terdiri dari dua lantai.
Yang paling "murah" dari kelas One Bedroom Deluxe
Suite, luasnya 170 m2, sewanya 7500 Dhs seharinya.
Kelas paling wah Royal Suite, luasnya aduhai 780 m2 -
sa-gede apa tuh kamar bingung ngebayangin-nya,
dan sewanya juga mana tahan : 50.000 Dirham !.
Harga itu masih ditambah government tax 10% dan
service charge 10 %, breakfast juga belum termasuk.
Uang Dirham di peg terhadap US Dollar, berarti stabil
1 US Dollar setara dengan 3,6 Dhs.

Untunglah, rupanya untuk mengurangi kekecewaan,
kami diajak kedalam hotel dan menuju lift, melewati
berbagai ruangan yang serba gemerlap dengan lantai
ada yang berupa mozaik warna warni cantik sekali.
Lift kaca yang ada dibagian belakang hotel itu naik
dengan kecepatan tinggi, dan pemandangan kearah
luar memukau. Tampak air laut membiru, dan terlihat
proyek Palm shaped Island yang sedang dibangun.

Keluar lift kami mendapati berada didepan pintu
masuk restoran Al Muntaha, yang tampak mewah
dan pemandangan keluar kaca sangat menarik
karena berada di ketinggian sekitar 200 meter.
Tentu kami tidak boleh masuk maka setelah nengok2
dari luar saja itu, kami segera turun kembali ke lobby,
sebelum keluar sempat ngambil kurma lagi - maklum
kurma-nya istimewa, enak sekali.

Pemandangan dari halaman depan hotel terbuka
kearah Jumeirah Beach Hotel yang juga cantik
sekali bentuknya.

Kami harus buru-buru lagi, karena ada kabar mobil
yang akan membawa kami ikut Desert Tour sudah
menunggu di hotel, kami tidak boleh terlambat kalau
tidak mau melewatkan melihat sunset in the desert.

Didepan hotel ada sih beberapa mobil mewah, antara
lain Rolls Royce - tentu bukan buat antar jemput kami
yang jatahnya Golf Cart doang.
Tapi selain Golf Cart nya dikit, orang yang menunggu
jemputan di depan pintu hotel banyak sekali.
Beberapa teman kami tidak sabar menunggu dan
bergegas jalan kaki menyebrangi jembatan, tapi yang
lain tidak mau berpanas ria jalan sejauh 300 meter itu.
Maka jadilah kami yang baru saja bak Raja/Ratu jadi
tamu hotel bintang tujuh itu, nyerobot rebutan naik
Golf Cart tidak ubahnya pengunjung Mall di Jakarta
yang suka rebutan kalau masuk kedalam Lift.

bersambung :
Must Do di Dubai : Desert Tour.



Sunday, October 28, 2007

City Tour Gaya Kilat di Dubai.




Hari Lebaran, Sabtu malam 13 Oktober 2007, arus mudik
di bandara Soekarno Hatta sudah reda sehingga proses
check-in rombongan kami ber-17 orang lancar saja.

Pesawat B 777-300 Emirates, take-off jam 22.15, saya
di bandara baru ngeh kalau terbangnya tidak langsung
ke Dubai, tapi akan transit dulu di Kuala Lumpur.
Transit begitu tentu ada plus minusnya, perjalanan jadi
makin lama dan benar saja juga tidak diperbolehkan
keluar dari pesawat, maka jadilah kami duduk bangun
saja selama satu jam nunggu didalam pesawat.
Enaknya tentu juga ada, penerbangan panjang ke Dubai
yang take-off jam 01.25 WIB jadi serasa lebih singkat,
karena tinggal 5544 km lagi yang akan ditempuh selama
6 jam 10 menit.

Setelah makan malam, kini saatnya berupaya bisa tidur,
tentu tidak mudah karena duduknya kan di kelas kambing.
Serba sempit, yang beda sekali dengan di Business-
Class yang lega dan nyaman bisa selonjoran.
Untunglah saya punya jurus sakti, selain pakai penutup
mata, juga pasang ear-plug dari karet kenyal pengasih
salah satu Airline, yang mantap sekali meredam suara
gemuruh mesin pesawat.
Lumayan dah bisa tidur, sesekali saja terbangun dan
menyimak airshow moving map yang ada disetiap
bagian belakang bangku penumpang, maka bisa tahu
saat berada di atas Phuket atau diatas wilayah India.
Dalam layar monitor itu juga sesekali muncul gambar
pesawat dengan arah panah menuju gambar Kaabah,
ini membantu penumpang yang mencari arah Kiblat.

Pesawat landing dengan mulus di bandara Dubai jam
7.45 WIB atau 03.45 local time, ternyata penumpang
harus pakai bus menuju terminal kedatangan.
Sempat heran dan kesal juga koq di bandara sehebat
ini tidak turun langsung ke dalam terminal, rupanya
karena sedang membangun terminal baru.
Di keremangan malam bus melewati bangunan besar,
itulah Terminal ke tiga Emirates yang sedang dibangun.
Garbarata/Aerobridge type baru untuk pesawat double-
decker A-380, tampak bertebaran - atraktif karena
terlihat jauh lebih panjang daripada garbarata biasa.
Setiap lokasi ada dua buah garbarata - yang satu lebih
tinggi dari yang lain. Emirates serius mempersiapkan
airportnya karena sudah memesan sekian puluh A-380.

Diperjalanan diperdengarkan kaset yang menginformasi-
kan bahwa bus akan stop dua kali.
Penumpang transit agar turun di stopan pertama, berarti
kami harus turun-nya di stopan kedua.
Ternyata sebagian teman tidak menyimak informasi itu,
mereka salah turun di stopan pertama, akibatnya buang
waktu lebih dari setengah jam untuk bisa berkumpul.

Antrian imigrasi juga cukup panjang, maklum tahun 2006
saja lebih dari 6,4 juta visitors datang, naik 300 ribu dari
tahun sebelumnya, hotel occupancy rate sampai 85 %,
Dubai berambisi menerima 15 juta visitor di tahun 2010.
Petugas pria tampak memakai pakaian tradisional Kantura
yang serba putih, dan tutup kepala yang disebut Kadra,
sedangkan wanita busananya serba hitam, kontras sekali.
Kami harus check-in bareng karena visanya borongan
dalam selembar kertas.

Eh dipemeriksaan custom, teman kami Benny tertahan,
rupanya si petugas heran, koq orang yang bakalan cuma
semalam berada di Dubai, bawaan Pop-Mie nya kayak
orang mau buka toko saja.
Memang kami semua begitu, bukan saja bawa banyak2
Pop-Mie, juga Kecap, Sambal ABC, abon, bawang goreng
kentang ebi, sampai2 istri saya bawa bumbu pecel segala.
Ampuun!, jalan-jalan koq paranoid banget - takut bener
tidak ketemu makanan yang cocok, kan ribet bawa aneka
makanan tambahan sa-gitu banyak macam.

Alhasil jam 07 barulah kami bisa naik bus dan bertemu
dengan local guide bernama Marsel - dia bercerita bahwa
dari 1,4 juta jiwa penduduk Dubai, 80% adalah orang asing
dari 140 nationality, mayoritas adalah India seperti Marsel
ini, disusul Pakistan, Filipina dll.
Memang booming economy, serba tax free, life style yang
serba relax dan kondisi yang relatif bebas kriminal menjadi
daya tarik yang besar sekali untuk bekerja di Dubai ini.

Perjalanan ke kota dekat saja, dan setelah breakfast di
Hotel Riviera, kami berunding mengenai acara hari itu.
Seharusnya city tour nya nyantai, tapi karena kami me-
nambah acara makan siang didalam Hotel Burj Al Arab
maka harusnya ada acara yang dipangkas.
Tapi akhirnya diputuskan kompak, semua "tidak mau rugi"
alias tetap mau lihat semua - tidak apa serba singkat,
berarti kini semua mesti disiplin waktu super ketat.
Jangan sampai ada molor waktu karena ke-enakan belanja.

Segera kami mengunjungi Diving Village/Heritage Village,
ini adalah museum tentang kehidupan nelayan Dubai,
terletak di tepian Creek yang membelah kota Dubai.
Disini kami cepat-cepat saja, karena isinya hanya contoh
rumah jaman baheula dan perahu nelayan model lama,
isinya memang tidak menarik.

Dilanjutkan menuju Sharjah, salah satu dari tujuh buah
Emirates yang pada tanggal 2 Desember 1971 bergabung
menjadi Uni Arab Emirates.
Diperjalanan terlihat dimana-mana gedung baru yang tinggi-
tinggi, diseling bangunan rumah yang warnanya kalau tidak
putih yah coklat muda - kata Marsel memang rumah tinggal
tidak boleh dicat warna warni semaunya.
Sharjah dipersiapkan menjadi daerah hunian, berbeda
dengan di Dubai, disini tidak boleh ada alkohol, diskotik,
hiburan malam dll.

Karena Dubai terkenal sebagai surga belanja, maka kami
diajak memasuki Blue Souk. Pertokoan berlantai dua ini
tidak terlalu besar dan sepi-sepi saja tidak menarik,
mungkin karena masih suasana Lebaran.

Kini saatnya mengunjungi Mall of The Emirates, ini adalah
mall terbesar ke tiga didunia, walaupun baru buka pada
September 2006, sudah berhasil menyerap 5 juta turis.
Didalam The World's First Shopping and Leisure Resort itu
orang bisa berbelanja, nonton bioskop, naik rollercoaster,
makan minum, sampai menginap di hotel bintang lima.
Hebatnya pula didalam ada Ski Dubai - dengan membayar
140 Dirham bisa main ski selama dua jam.

Tapi diperjalanan diputuskan mampir "sebentar" di
HardRock Cafe, karena ada teman yang mau beli souvenir.
Nah sesuai dugaan saya, kalau udah dikasih kesempatan
belanja - yang namanya sebentar itu bener saja akhirnya
molor sampai lebih dari setengah jam
Padahal sudah di-wanti2 kalau waktu sudah mepet.

Akhirnya tiba di Mall of The Emirates, saat mau turun
dari bus, Holden - tour leader kami dari Jade Tour
"mengancam" : Awas yah, semua dikasih waktu cuma
setengah jam harus sudah kumpul lagi, karena waktu
untuk makan siang di Burj Al Arab sudah ditentukan
dan tidak bisa diubah, yang telat akan ditinggal karena
kalau kita terlambat bisa ditolak masuk restoran.

Saya jadi teringat komunikasi bulan lalu dengan Juan
Anthony yang tinggal di Dubai, dia saat itu ter-heran2
saat saya bilang city tour kami yang setengah hari,
termasuk ke Mall besar itu. Mana cukup waktunya
katanya, di Mall of The Emirates itu saja paling tidak
harus setengah harian katanya.
Lha ini malah cuma dikasih setengah jam, mana tahan!

Maka jadilah semua "shopping" di mall sa-gede Gajah
itu kayak nguber maling, saya dan istri setengah lari-
lari mencari dimana Ski Dubai, tidak terfikir untuk
lihat2 isi toko, yang penting adalah melihat tempat
unik itu.
Cari sana sini akhirnya ketemu juga Ski Dubai itu -
sebuah hall yang besar sekali berupa snow park.
Didalamnya tampak banyak orang memakai pakaian
tebal karena berada didalam hawa yang dingin sekali.
Ada yang ber-jalan2 saja, ada yang main perosotan,
snow board dan ada yang main ski meluncur turun
sepanjang landasan ski sejauh 400 meter.

Selesai foto2, langsung lari-lari balik lagi dan tepat
waktu bus meluncur menuju BurjAlArab.

Diperjalanan kami melewati Burj Dubai, menara yang
tampak menjulang tinggi sekali itu sedang dibangun.
Marsel menjelaskan bahwa masih teka-teki berapa
persisnya nanti ketinggian menara itu.
Yang pasti akan menjadi menara tertinggi didunia,
konon akan mencapai 189 lantai atau 800 meter,
sehingga bisa terlihat dari jarak 100 kilometer.
Observatory platform akan berada dilantai 124 pada
ketinggian 442 meter.
Di situs Burj Dubai, dikatakan pada 24 Oktober 2007,
baru rampung 156 lantai atau 585,7 meter.

Komplek Burj Dubai juga akan menjadi lokasi dimana
terdapat komplek rumah tinggal, daerah komersil,
The First Armani Hotel dan juga Dubai Mall.
The World's Largest Shopping Mall ini akan dibuka
pada tahun 2008, nanti nya akan ada huge aquarium
yang tingginya menjangkau beberapa lantai dari mall,
pengunjung bisa berjalan didalam tunnel aquarium itu.

Dubai memang terus membangun berbagai gedung
dan sarana yang serba rekor, sehingga membuat
penasaran orang datang untuk menyaksikannya.

bersambung :
Memasuki Burj Al Arab - icon nya Dubai.




Thursday, October 25, 2007

Jadi "Selebritis dadakan" diketinggian 10.000 meter.

Minggu 21 Oktober 2007, pesawat Emirates B777-300,
jam 20.00 lepas landas dari airport Istanbul menuju Dubai.

Tidak lama dinner dibagikan dalam nampan, appetizer nya
Turkish mezze dan seasonal salad, untuk main course nya
ada pilihan, Hunkae begendi : Turkish-style beef stew served
on a bed of pureed aubergines with grated Balkan cheese,
fried green peppers and Oriental rice.
Atau Chicken Tenderloin : topped with a coconut-infused
curry sauce with cubed potatoes and spinach.
Seperti biasa daripada pusing, kami berdua ambil pilihan
yang berbeda, bisa saling tukar kalau tidak cocok selera.
Desertnya Chocolate mousse cake served with mocha sauce.

Selesai dinner, lagi leyeh2 melamun, tiba-tiba dari depan
datang seorang pramugari dan bilang " Are you Mr.Mulya ?".
Wuah kaget juga, punya salah apa yah saya ?
Shafaq Khan, purser cantik yang orang Pakistan ini lalu
bertanya apa betul saya anggota "Silk Road".
Whoaa, ngeh deh saya - ini pasti "kerjaan" Juan Anthony !!,
teman sesama anggota Jalansutra yang bekerja sebagai
Air Crew Emirates.

Ceritanya - sebulan sebelum berangkat ke Dubai, saya
mencari info tentang kota ini, kebetulan bisa kontak
dengan Juan Anthony. Pemuda Indonesia asal Bali ini
kini tinggal di Dubai karena bekerja di Emirates itu.
Kebetulan sekali pula perjalanan saya itu nantinya akan
naik Emirates juga, sehingga Juan janji akan mengusaha-
kan bisa jumpa, entah di pesawat atau di Dubai.
Ternyata Juan tidak bisa cocok schedule-nya, saat saya
terbang ke Dubai, Juan malah tugas terbang ke Australia.

Shafaq Khan bertanya antara lain berapa negara yang
pernah dikunjungi, apakah ini pertama kali naik Emirates ?
berapa hari di Istanbul, berapa orang rombongan saya ini,
apakah akan naik Emirates lagi ?.
Akhirnya saya balik nanya, tau nama saya dari mana ?
Dia bilang ada notes dari office, dan dia bilang kalau ada
sesuatu keperluan silahkan kasih tahu, lalu dia pergi.

Terbang malam itu saya sempat tertidur, saat terbangun
ternyata Shafaq Khan sudah berada disisi kursi saya lagi,
kali bersama seorang pramugari lain yang membawa
nampan dengan sebuah kue taart diatasnya !!.
Dengan senyum manis kue diberikannya, compliment dari
Emirates katanya. Astaga !! Shafaq Khan bawa kamera !!
Dia langsung pasang kuda2 - motret saya dan istri yang
masih kucek2 mata itu - ancur deh tampang kami.

Shafaq lalu memberikan kertas putih kecil, saya coba
baca, koq kertas kosong nggak ada tulisannya.
Dengan senyum Shafaq bilang, tunggu sebentar nanti
gambarnya akan muncul.
Astaga lagi !, itu rupanya hasil foto kamera Polaroid
yang barusan dijepretnya itu, maklum deh baru bangun
tidur gitu kan masih keleyengan - jadi error.

Kue Black Forest itu segera dipotong dan dibagikan ke
teman2 seperjalanan kami, sambil disaksikan sekian
banyak penumpang lain yang tentu mikir barangkali
ada selebritis, abis dapat perhatian istimewa itu,

Wednesday, October 24, 2007

Mendaki Gunung Rinjani Lombok - foto2 Nuke dan Wimpie.




Nuke dan Wimpie, keduanya pencinta alam, dulu serius ikut
kegiatan klub pencinta alam di Fakultasnya.
Sampai sudah menikah pun, masih mendaki gunung - kali ini
Gunung Rinjani-Lombok saat liburan panjang Lebaran kemarin.
Ditemani dua orang porter, mereka mendaki dari arah Sembalun,
dan menginap di Plawangan Sembalun.
Esoknya jam 02 akan mendaki puncak Rinjani, sayang sekali
angin keras bertiup dan porter yang berpengalaman itu tidak
memperbolehkan naik karena berbahaya.
Maka mereka beralih menuju Segara Anakan, melihat dari
atas danau diatas gunung yang cantik sekali itu.
Mereka menginap dua malam diatas gunung itu, sempat juga
bertemu pendaki lainnya - orang barat itu salah satu ada yang
diare berat sampai dehidrasi, sempat ditolong oleh Nuke dan
Wimpie sebelum ditandu ke bawah.

Di Sembalun itu ada lebih dari seratus orang porter ber-sertifikat,
yang siap membantu pendaki - katanya pendakian ramai sekitar
bulan Juli-Agustus.

Tuesday, October 23, 2007

Pengamanan koper saat keluar masuk bandara.

Setelah mendarat di airport, biasanya kita menuju tempat
pengambilan bagasi, disitu rasanya semua orang yang
menunggu kopernya nongol di ban berjalan perasaannya
bakalan sama : deg2-an.
"Nongol nggak - nongol nggak yah koper gue ?", apalagi
kalau abis terbang connecting melewati sekian airport.

Syukurlah selama ini, hanya sekali koper saya "hilang"
saat terbang Cape Town-Johanesburg-Singapore-Jakarta,
waktu itu baggage-tag nya berderet ditempel di koper.
Rupanya tag terakhir yang Spore-Jkt lepas, sehingga
koper nyangkut di Changi, saya lapor ke Lost & Found -
di check ada di Changi - langsung dititip ke pesawat
Silk Air yang mau berangkat ke Jakarta.

Dalam perjalanan kemarin ada dua hal menarik soal
koper, pertama saat check-in Dubai-Istanbul, teman kami
yang dua keluarga check-in barengan, kopernya ada lima.
Saat itu si petugas cowo yang mungkin pegawai baru
sambil kerja diajak ngobrol oleh teman saya itu.
Selesai urusan, untunglah temannya teliti, koq baggage-
claim cuma ada 4 lembar. Akhirnya terpaksa dicari koper
mereka di gudang, untung ketemu dan memang betul
belum dipasangi baggage-tag.
Kalau saja teman itu tidak teliti, maka koper itu jadi
barang tidak bertuan yang tidak tahu mau dikirim kemana.

Setiba di airport Istanbul, rombongan kami yang ber-17
orang tidak bisa mengambil trolley karena harus sewa-
pakai coin Turkish-Lira yang kami belum punya.
Akhirnya diputuskan memakai jasa porter, bayarannya
dua Lira/koper, porter ini memakai lori dorong yang
besar dan dia kelihatan asyik main angkat saja koper2
yang bertebaran baru kami turunkan dari ban berjalan.

Sesampai di hotel ternyata ada satu koper yang bukan
milik rombongan kami.
Ini entah ulah teman kami yang salah ambil dari ban
berjalan, atau si porter yang main ambil saja koper
yang ada didekatnya  - maklum makin banyak yang
diangkut makin besar bayaran yang diterimanya.
Cilaka-nya koper ukuran tanggung itu tidak ada label
nama apapun, hanya terpasang pita merah yang mirip
dengan pita merah rombongan kami.

Kebetulan esoknya kami ke airport lagi karena mau
terbang ke Izmir, local guide kami yang ikut terbang -
membawa koper itu ke petugas airport domestik itu.
Ternyata dia di pingpong kesana kemari, tidak ada
satupun petugas yang mau menerimanya, terpaksalah
si koper itu ikut rombongan kami ke Izmir !!

Di Izmir, koper diserahkan ke bapak dari local guide
kami itu yang rupanya orang Izmir, si bapak bersedia
mengusahakan mengurus pengembalian koper itu.

Belakangan dapat kabar, koper itu dibuka si bapak,
ada handphone yang bisa dihidupkan, dipencetlah
salah satu nomer dan kebetulan sekali dijawab oleh
putri si empunya koper : Hallo papa! - dikiranya
ayahnya yang nilpon.
Rupanya pemilik koper itu orang Turki Yahudi,
tinggal di Istanbul - Happy-End lah - pemilik koper
bersedia membayar ongkos perjalanan bapak ini
antar koper ke Istanbul.

Memang penting sekali kita memasang label nama 
di koper, selain jelas juga harus kuat, dan jangan
cuma satu - dibilang paranoid nggak apalah dari-
pada nggak bisa tukaran baju karena koper hilang.

Pengenal/Label nama bukanlah sekedar alat untuk
memudahkan kita dalam mencari koper dari sekian
banyak koper yang berputar di ban berjalan.

Bagaimana pendapat anda ?

Wednesday, October 3, 2007

Pink City - labyrinth unik nan eksotis.




Delhi, Agra dan Jaipur, tiga kota tua yang berada di jantung
North India ini dikalangan pariwisata dijuluki Golden Triangle,
karena menyimpan banyak obyek wisata yang menarik.
Dengan Delhi dipuncak segitiga imaginer itu, posisi Jaipur
disudut kiri bawah, dan Agra berada disudut kanan bawah.

Selasa pagi, 27 Desember 2005, bus kami berangkat
meninggalkan Delhi, mengarah ke barat daya menuju Jaipur.
Perjalanan keluar kota Delhi ternyata tidak mulus, perlu
waktu 1,5 jam baru bisa lepas dari kemacetan, setelah itu
memasuki Jalan Tol yang "aneh tapi nyata",
bayangkan saja :
namanya jalan tol mestinya bebas hambatan, tapi bukan
saja banyak persimpangan jalan - orang naik sepeda ada
disana, malah gerobak ditarik unta juga masuk jalan tol!.
Daerah ini adalah tepian timur dari Thar Desert, jadi tidak
heran kalau banyak ketemu unta disana.
Serunya lagi, selepas lorong gerbang pembayaran tol
selalu ada beberapa petugas yang berdiri dan bersiaga
memegang tongkat pemukul, siap menggebuk siapa saja
yang mencoba nyelonong lewat tanpa bayar dulu.

Perjalanan sejauh 260 Km itu terasa lambat, memang
sekitar jam 15 barulah kami bisa tiba di Sheraton Hotel
Jaipur untuk makan siang.
Makan-nya juga jadi cepat-cepat saja karena kami tidak
mau kehilangan kesempatan melihat-lihat Jaipur, kota
unik yang dijuluki Pink City karena mayoritas bangunan
dikota ini dicat warna merah muda.
Kunjungan pertama adalah ke Lakhsmi Narayan Temple
atau Birla Temple.
Kuil Hindu ini dibangun tahun 1979, terbuat dari marmer
putih penuh ukiran cantik - terkesan megah dan modern.
Kami boleh masuk kedalamnya, seperti biasa harus
lepas sepatu dan tidak boleh motret, didalamnya ada
patung Dewa Wishnu yang mukanya putih sekali.
Temple ini dibangun dibawah kaki bukit yang diatasnya
ada Moti Doongri, istana benteng milik pribadi yang
bentuknya unik karena stylenya mirip Scottish Castle.

Esok pagi kami mengunjungi Hawa Mahal yang disebut
pula sebagai Palace of Winds, inilah Landmark-nya Jaipur.
Bangunan bergaya Baroque ini dibangun pada tahun 1799
oleh sang aesthetikus : Sawat Pratap Singh, maharaja ini
mendedikasikan Hawa Mahal kepada Dewa Krishna.
Memang kalau dilihat dari kejauhan bangunan lima lantai
ini berbentuk seakan Mukul/Mahkota dari Lord Krishna.
Dicat merah muda, menampilkan begitu banyak jendela,
balkon dan lubang2 didinding-nya, sungguh unik sekali.
Hebatnya lagi, bangunan yang tebalnya hanya satu kamar
saja itu, tebal dindingnya tidak lebih dari 20 cm.
Ditempat yang merupakan bagian dari dinding benteng
istana inilah dijaman dahulu para wanita penghuni Harem
bisa menonton keramaian jalan dan pasar diluar gedung,
tanpa bisa terlihat dari luar.

Kini perjalanan menuju ke luar kota Jaipur, mengunjungi
Amber Fort yang anggun berbentuk benteng diatas bukit.
Istana dalam benteng ini dibangun tahun 1592 dan ada
Jaigarh Fort - benteng lain melindungi dibelakangnya.

Kami akan mendaki bukit itu dengan naik gajah, maka
segera ikut antrian. Tapi aneh gajah2 yang baru datang
dari arah Amber Fort dan menurunkan para penumpang,
koq tidak menghampiri kami malah ngeloyor menuju
kandangnya.
Astaga !, ternyata gajah2 itu mau istirahat, rupanya
sejak pagi sang gajah itu sudah tiga rit naik turun,
jadi kini waktunya mereka istirahat sekitar satu jam.
Tentu saja semua teman ngedumel, bego amat sih
local guide kami ini!, koq bisa tidak tahu kalau ada
aturan begitu, banyak buang waktu jadinya.

Mengingat waktu sangat berharga, maka segera balik
ke bus untuk ke Jaipur lagi yang berjarak 11 kilometer.
Setiba di tengah kota Jaipur, kami berjalan melewati
dua lapis dinding benteng, memasuki Old Walled Area
dimana terdapat City Palace Museum yang penuh
dengan benda seni bernilai tinggi dari jaman Rajput
dan Mughal.

Bersama banyak turis kami memasuki bekas City-
Palace yang pernah menjadi kediaman para penguasa
Jaipur sejak awal abad 18.
Disana ada berbagai bangunan, antara lain ruang
senjata dimana ada pedang seberat 5 kg, pisau raja
yang unik sekali karena berfungsi pula sebagai pistol
dua laras.
Kami bergantian berfoto di Rajendra Pool, gerbang
dimana ada sepasang gajah putih cantik terbuat dari
marmer putih utuh.
Dan yang paling menarik perhatian adalah dua buah
Giant Silver Urns yang masuk Guinness Book of
Records, sebagai The Largest Silver Objects.
Tempayan perak raksasa ini pernah diisi air Sungai
Gangga saat dibawa oleh Madho Singh ke London,
rupanya selama perjalanan sang maharaja tidak mau
melewatkan kebiasaan minum air suci itu.

Jam 12.45 kami sudah tiba lagi di Amber Fort, dan
kali ini antrian naik gajah lancar, berdua-dua kami
duduk di punggung gajah, hanya 15 menit sudah
tiba diatas bukit. Gajah memasuki gerbang benteng
dan kami diturunkan didalam benteng yang tampak
ramai sekali pengunjung.
Tampak didepan kami Ganesh Pool, gerbang tiga
tingkat yang dibangun tahun 1640, melewati gerbang
berarti memasuki wilayah private maharaja dimana
dimasa lalu menjadi tempat tinggal wanita ber-purdah.
Didalam tampaklah Aram Bagh, sebuah pleasure
garden yang cantik dikelilingi tiga istana Mughal Style.
Kami boleh masuk dan naik kesana kemari didalam
bekas istana, antara lain Jas Mandir - dulunya Hall
untuk private audience dimana terdapat kisi2 jendela
serta langit2 yang bercorak bunga terbuat dari relief
pualam putih dan tatahan kaca yang artistik sekali.

Tabir/kisi-kisi marmer memberikan pandangan indah
kebawah bukit dan juga untuk melewatkan angin sejuk
menghembus masuk kedalam istana.
Kalau pandangan diarahkan keluar dan kebawah bukit,
tampak gajah-gajah sedang naik turun menggendong
pengunjung, dan juga tampak nun jauh dibawah bentuk
cantik dari Kesar Kyari Bagh, yaitu taman berbentuk
persegi ditengah Matoa Lake.

Setelah puas berkeliling istana, kami turun dari bukit
kali ini tidak lagi naik gajah, tetapi naik kendaraan jeep
yang ngebut menuruni lereng bukit cukup terjal itu.

Kami kembali lagi ke Jaipur untuk melihat Jantar Mahal,
sebuah Observatorium abad pertengahan yang unik,
berupa berbagai bangunan pahatan futuristic dari batu.
Dibangun oleh Jai Singh II antara tahun 1728-1734,
Observatorium terdiri dari 16 instruments ini disebut :
"the most realistic and logical landscape in stone"
Beberapa instrumen kuno ternyata masih bisa dipakai
antara lain dalam meramalkan akan seberapa panas
summer mendatang, perkiraan datang/lamanya dan
intensitas Monsoon, sampai kemungkinan datangnya
banjir atau bencana kelaparan.
Kami datang sudah kesorean, harus lari-lari karena
sudah mendekati waktunya tutup, dan benar saja
begitu kami masuk, pintu langsung ditutup.
Sempat bingung dan takjub juga melihat begitu unik
dan anehnya berbagai bentuk bangunan dari batu itu.
Juga kagum akan kehebatan Jai Singh II yang dijaman
baheula itu sudah bisa membuat observatorium yang
ternyata memang betul akurasinya tinggi.

Jaipur memang sungguh unik dan menarik, seakan
sebuah labyrinth dimana bercampur aduk pasar yang
meriah, istana yang kaya raya, tempat2 bersejarah,
juga merupakan tempat dimana abad pertengahan
berhimpitan dengan modernisasi.
Ada terlihat unta berbagi jalan dengan kendaraan
bermotor, orang tua dari desa yang memakai turban
bersisian dengan pemuda memakai blue jeans,
sungguh suatu pemandangan yang unik.

Saat senja menjelang kami pulang menuju hotel,
melewati jalanan berdebu yang hiruk pikuk penuh
orang, bajaj, beca, scooter, bus turis dan juga
truk-truk yang dibelakangnya bertuliskan besar2 :
Horn Please atau Blow Horn!.

Busyet deh!, pantesan siang malem nglakson melulu!.